Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

joko.winAvatar border
TS
joko.win
Setelah Revisi UU MD3 Masuk Prolegnas Prioritas DPR, Banteng Mulai Gelisah
RM.id  Rakyat Merdeka - Posisi PDI Perjuangan (PDIP) saat ini dalam kondisi gelisah. Manuver politik Banteng untuk menjadi oposisi kuat di Senayan mendapat tekanan lewat wacana revisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3). Kalau revisi UU MD3 ini terjadi, Banteng bisa terancam kehilangan jatah kursi Ketua DPR. 


Hasto tak merinci siapa yang menekan partainya itu. Politikus asal Yogyakarta itu hanya mengungkapkan salah satu contoh tekanan itu adalah upaya untuk merebut kursi ketua DPR melalui revisi UU MD3. 

"Ini kan belum-belum PDIP sudah ditekan oleh Golkar mau mengambil alih lewat MD3, mengambil jabatan ketua DPR," ucap Hasto. 

Mantan anggota DPR ini menceritakan, tekanan serupa pernah dialami PDIP pada Pemilu 2014. Saat itu, partainya keluar sebagai pemenang pemilu dan menang pilpres. Namun setelah pemilu, ada manuver merevisi UU MD3 yang membuat jatah kursi ketua DPR tidak bisa diambil PDIP.

Ketua DPP Golkar Dave Laksono membantah tuduhan Hasto. Kata dia, partainya tidak punya niat untuk merebut jatah kursi ketua DPR. Dave memastikan partainya akan mengikuti aturan yang sudah tertulis dalam UU MD3. 

"Selama Undang-Undang MD3 tidak berubah, kembali kepada aturan yang berlaku," kata Dave, Sabtu (30/3/2024). 

Dave juga merespons soal omongan Hasto yang menyebut Golkar melakukan tekanan. "Saya enggak tahu soal tekan menekan ya. Kita hanya bisa kerja, kerja dan kerja," ucapnya. 

Soal adanya kemungkinan UU MD3 direvisi, Dave mengatakan tidak semudah itu. Merevisi UU adalah  kesepakatan antara DPR dan pemerintah. "Revisi undang-undang adalah hasil kerja keseluruhan, bukan satu pihak, apalagi hanya satu partai," paparnya. 


Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komarudin menilai, potensi merevisi UU MD3 sangat bergantung dengan koalisi partai di parlemen. Jika koalisi pendukung Prabowo-Gibran menjadi mayoritas di parlemen, bisa saja ada upaya  merebut posisi pucuk pimpinan di Senayan. 

Tentu tidak mudah. Karena untuk menjadi mayoritas, kubu Prabowo-Gibran harus menggandeng partai di luar Koalisi Indonesia Maju seperti Partai Nasdem, PKB, dan PKS. 

’’Kalau sekarang, partai pendukung 02 kan belum mayoritas,’’ kata Ujang, Sabtu. 

Aturan di UU MD3 saat ini mengatur bahwa peraih suara terbanyak bisa menjadi ketua DPR bisa diubah. Namun, revisi UU MD3 pernah terjadi pasca Pemilu 2014. Koalisi pendukung Prabowo-Hatta Rajasa dengan suara mayoritasnya unggul suara dalam usulan revisi UU MD3. 

‘’Yang sebelumnya ketua DPR dari partai peraih suara terbanyak berubah menjadi sistem pemilihan,’’ ungkapnya. 

Sebelumnya Revisi Undang-undang tentang perubahan keempat atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sedang menjadi sorotan. Pasalnya, revisi terhadap beleid tersebut secara tiba-tiba masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.

Padahal sebelumnya, pada Selasa (2/4/2024) sore revisi UU MD3 masih berada di dalam daftar Prolegnas 2020-2024. Hal itu berdasarkan pemantauan di situs resmi DPR. Namun, masih berdasarkan informasi di situs DPR, pada Selasa malam UU MD3 sudah tak ada dalam daftar Prolegnas 2020-2024, tapi menjadi prioritas.


Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengonfirmasi soal kepastian revisi UU MD3 masuk dalam Prolegnas Prioritas. Tepatnya di urutan ke-15.

Baca juga: Bagi Demokrat, Revisi UU MD3 Bukan Satu-satunya Jalan Prabowo Konsolidasikan Parlemen

"(Revisi UU MD3) Dalam Prolegnas Prioritas 2024 tercantum UU MD3 urutan nomor 15," kata Indra kepada Kompas.com, Rabu (3/4/2024). Bersamaan dengan informasi itu, Indra juga mengirimkan surat keputusan (SK) berisikan daftar RUU Prolegnas yang bakal dibahas DPR. Surat itu bernomor 15/DPR RI/I/2023-2024 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-undang Prioritas Tahun 2024.

Berdasarkan SK yang dilihat Kompas.com, surat itu ditandatangani oleh Ketua DPR Puan Maharani pada 3 Oktober 2023. Kemudian, revisi UU MD3 memang terlihat ada di urutan nomor 15 dalam SK tersebut. Baca juga: Soal Revisi UU MD3 Masuk Prolegnas Prioritas, Demokrat: Belum Ada Kepentingan, Wait and See Dalam surat itu dituliskan bahwa naskah akademik dan RUU disiapkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Setidaknya terdapat 47 RUU yang masuk daftar Prolegnas dalam SK itu. Ada yang merupakan usulan DPR, ada pula yang merupakan usulan Pemerintah dan DPD RI.

Sebagaimana diketahui, wacana revisi UU MD3 muncul setelah Pemilu 2024 berlangsung 14 Februari 2024. Sebab, berdasarkan penghitungan suara sah Komisi Pemilihan Umum (KPU), PDI Perjuangan (PDI-P) dinyatakan menjadi pemenang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 disusul oleh Partai Golkar dan Partai Gerindra di urutan kedua dan ketiga. Padahal, PDI-P sendiri sudah menyatakan siap menjadi oposisi di pemerintahan ke depan buntut konflik politiknya dengan Presiden Joko Widodo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Sementara itu, berdasarkan UU MD3 yang saat ini berlaku, kursi Ketua DPR RI menjadi hak bagi parpol pemenang pileg. Artinya, jika tidak ada revisi terkait aturan tersebut, jabatan itu bakal diduduki kembali oleh figur dari PDI-P.

Namun, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, semua fraksi parpol DPR RI telah sepakat tidak melakukan revisi UU MD3 sampai periode DPR RI 2019-2024 berakhir.

“Karena setahu kami, itu memang sudah beberapa waktu lalu direncanakan dalam rangka mungkin untuk penyesuaian jumlah ataupun beberapa pasal yang dianggap perlu, tetapi bukan untuk pergantian komposisi pimpinan," tutur Dasco di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).

Gerindra belum bersikap Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan ia mengaku belum bisa memberikan pernyataan soal masuknya revisi UU MD3 ke prolegnas prioritas. "Belum, belum (bersikap), kita lihat nanti," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (4/4/2024).

Menurut dia, partai politik (parpol) di parlemen juga menghargai bahwa kursi Ketua DPR biasanya akan dijabat oleh partai yang memperoleh suara terbanyak dalam pileg. Baca juga: Revisi UU MD3 Masuk Daftar Prolegnas di Tengah Isu Perebutan Kursi Ketua DPR "Terlepas aturan dari MD3, tradisinya kan kita mengedepankan musyawarah. Musyawarah rapat konsultasi pengganti Bamus (badan musyawarah) yang pertama ketika setelah pelantikan itu kan sebenarnya tidak secara spesifik diatur di dalam MD3," kata Habiburokhman. "Itu bentuk kedewasaan, memang biasanya biasanya ya saling menghargai bahwa yang memperoleh suara terbanyak itu ketua. Biasanya seperti itu," ujarnya lagi. Meski begitu, Habiburokhman belum bisa memprediksi apakah akan ada perubahan-perubahan dalam ketentuan penentuan kursi Ketua DPR di UU MD3 ke depan. Namun, dia mengingatkan jika revisi UU MD3 dibahas, tentu banyak muatan materi lainnya. Misalnya, soal ketentuan masa sidang dan reses anggota DPR.

Baca juga: Pengamat: Revisi UU MD3 Terbuka karena Koalisi Prabowo Punya Intensi Ambil Posisi Ketua DPR

"Kan banyak hal yang mau dibahas di MD3. Di antaranya ketentuan terkait masa sidang dan masa reses pengaturan yang strict kayak gimana. Apakah di masa reses kita tidak boleh melakukan aktivitas. Itu akan ada usulan juga bukan soal susunan AKD (Alat Kelengkapan Dewan)," kata Wakil Ketua Komisi III DPR ini

Dia menyampaikan wacana revisi UU MD3 saat itu juga muncul karena adanya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Di mana, pusat pemerintahan dan DPR RI juga bakal berpindah ke sana. "Itu semua yang di Prolegnas itu kan rancangan, daftar yang akan dibahas waktu-waktu (ke depan) itu akan muncul,” ucap dia.

Demokrat sebut revisi belum tentu terjadi Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Herman Khaeron mengatakan, revisi UU MD3 belum tentu terjadi meskipun masuk dalam daftar Prolegnas prioritas.

"Bagi Demokrat kan belum ada kepentingan, jadi kalau belum ada kepentingan kami wait and see saja,” ucap dia. Di sisi lain, ia mewajarkan adanya isu soal dugaan revisi UU MD3 bakal dilakukan untuk mencari cara baru menentukan kursi pimpinan DPR RI. Sebab, kenyataannya, UU MD3 pernah direvisi beberapa kali untuk mencari siapa saja figur maupun parpol yang berhak mendapatkan kursi pimpinan itu. “Karena ada historical tahun 2009 itu kan otomatis partai pemenang pemilu menjadi pimpinan DPR, nah tahun 2014 kan diubah jadi pemilihan langsung di DPR, waktu itu kan paket. (Tahun) 2019 kembali ke suara terbanyak (pemilu). Selalu ada perubahan-perubahan, nah 2024 seperti apa? belum ada pergerakan sampai sekarang,” papar dia.

https://rm.id/baca-berita/nasional/2...-mulai-gelisah

Konten Sensitif


Diubah oleh joko.win 07-04-2024 09:01
mnotorious19150Avatar border
JustMe10Avatar border
aldonisticAvatar border
aldonistic dan 3 lainnya memberi reputasi
4
829
15
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.1KThread41KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.