Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ToxicNetizenAvatar border
TS
ToxicNetizen
Mewaspadai Stres (Pasca) Pemilu


Masa kampanye pilpres dan pileg telah usai. Rakyat telah menentukan pilihan. Hingar bingar di jalanan dan lapangan telah menunjukkan keheningan seiring dengan pemandangan mata yang lebih jernih dari atribut-atribut partai politik yang dipasang tidak beraturan. Namun, battle war antara para kandidat dan tim sukses masih terasa panas di semua lini media sosial. Perang kata-kata, perang argumen mewarnai semua akun media sosial.

Hampir semua saling berpendapat terhadap pilihannya dan mencari kesalahan paslon yang bukan pilihannya, dan banyak yang mati-matian membela paslon pilihannya. Saling capture rekam jejak dan saling membuat video pendek bak sedang berdagang di lapak akunnya masing-masing. Dan, ini sudah berlangsung satu tahun terakhir.


Mahal

Politik di Indonesia sangatlah mahal. Ia dibayar dengan permusuhan dalam perbedaan. Caci maki dan kebencian hadir di setiap menjelang dan setelah pemilu. Fitnah dan berita hoax seperti hal biasa untuk menjatuhkan lawan yang berbeda pilihan politik. Banyak orang melakukan berbagai cara dengan tidak mempedulikan norma dan moral. Ongkosnya pun juga membutuhkan uang yang tidak sedikit.

Modal untuk menuju calon legislatif saja bisa miliaran rupiah. Tentu, bukan pengorbanan yang ringan mengingat kemampuan keuangan masyarakat Indonesia pada umumnya masih rendah. Dengan uang sejumlah itu pun, belum tentu berhasil melenggang ke gedung dewan, dan modal uang tersebut belum tentu bisa kembali.

Akhir-akhir ini muncul istilah election stress disorder atau gangguan stres pemilu. Meskipun gangguan ini bukan merupakan diagnosis kejiwaan resmi, namun gangguan mental ini nyata adanya. Dibuktikan oleh survei dari American Psychological Association yang menemukan dampak stres pada pemilu Amerika Serikat pada 2020. Kemudian diperjelas oleh seorang psikiater yaitu Dr. Robert Brigt tentang dampak stres pemilu yang dijelaskan lengkap dengan gejala-gejala yang timbul.

Situasi pemilu, termasuk di Indonesia, bisa dianggap cukup menegangkan bagi orang-orang yang terlibat secara langsung. Baik itu sebagai paslon presiden dan wakil, calon legislatif, tim sukses, dan bahkan yang hanya ikut-ikutan mendukung saja. Politik mengubah segalanya; yang dahulu kawan sekarang saling serang. Bahkan, di suatu daerah ada anak yang menganiaya orangtua setelah selesai menonton debat calon presiden karena berbeda pilihan.

Para intelektual dan politisi yang dahulu satu misi dan visi, terpaksa berseberangan karena perbedaan dukungan partai politik. Ketegangan semakin jelas menjelang hasil pemilu. Banyak terjadi perubahan perilaku dan perkataan yang saling menyakiti terjadi antarkeluarga, relasi teman dan partner bisnis juga ikut terganggu dengan situasi ini. Banyak orang belum siap dengan perbedaan dan belum bisa menerima kegagalan. Oleh karena itu, beberapa RSUD telah mempersiapkan layanan khusus untuk pasien dengan gangguan jiwa pascapemilu.


Reaksi

Dalam teori psikoanalisis Sigmund Freud, manusia akan cenderung menghindari kesengsaraan dan mencari kesenangan. Ketika datang suatu bahaya atau sesuatu yang mengancam dirinya, maka manusia akan melakukan reaksi. Ancaman dan bahaya yang gagal diadaptasi akan berubah wujud menjadi kecemasan atau ketakutan. Dalam kondisi ini akan muncul dorongan secara tidak sadar untuk bagaimana manusia mempertahankan dirinya agar tetap survive dan hidup.

Secara tidak sadar manusia akan menggunakan mekanisme pertahanan diri untuk merespon stres. Dorongan ini disebut insting. Dan, setiap manusia menggunakan mekanisme ini secara berbeda berdasarkan watak kepribadian, hasil belajar, dan pengalaman seseorang pada masa lalunya.

Dalam pemilu, alasan seseorang mengambil keputusan dalam memilih juga tidak bisa dihindari karena adanya dorongan untuk menghindari kesengsaraan dan mencari kesenangan. Contoh perilaku seseorang menghindari kesengsaraan adalah mereka yang takut kehilangan hidup nyaman, takut miskin, takut kehilangan kekuasaan dan jabatan, karena diancam seseorang, atau takut tidak diterima kelompok sosialnya, ini bisa lebih disebabkan karena pengaruh identifikasi dan penerimaan kelompok.

Sedangkan, contoh perilaku seseorang yang mencari kesenangan adalah karena ingin mendapatkan kekuasaan baru atau kepentingan terfasilitasi, karena adanya iming-iming atau janji-janji, ingin idenya atau keinginannya direalisasikan. Dan, juga faktor emosional seperti tertarik dengan kepribadian atau sosoknya secara personal, atau bisa juga karena alasan memiliki idealisme yang sama mengenai sebuah nilai yang dianut. Serta, disebabkan karena situasi tertentu, seperti pernah mendapatkan hadiah, pernah bertemu dan berinteraksi langsung sehingga membentuk pengalaman emosional yang akan mempengaruhi keputusan seseorang dalam memilih.

Maka, kampanye adalah bagian terpenting dalam sebuah pemilu karena menciptakan pengalaman dan pengaruh kepada masyarakat yang masih belum berpikir menentukan pilihannya.


Pertahanan Diri

Makhluk hidup pada dasarnya akan cenderung bertarung untuk survive dan menghindari kegagalan. Seperti pada binatang yang lapar, mereka hanya berpikir makan dan makan untuk mempertahankan hidup, mereka berebut, dan tidak peduli satu sama lain. Tapi itu binatang, makhluk dengan akak yang terbatas.

Sedangkan, manusia adalah makhluk yang kompleks; cara mempertahankan hidupnya tentu berbeda. Pemaknaan makanan sebagai sumber bertahan hidup bagi manusia bisa saja berupa kekuasaan, status sosial, harta yang banyak, seks dan fisik atau penampakan benda yang bagus.

Namun, semua makhluk hidup akan melakukan reaksi yang sama ketika dirinya berada dalam situasi yang terancam, dan akan melakukan pertahanan diri ketika sedang berada dalam kondisi bahaya. Dalam menghadapi ancaman atau bahaya, tidak semua manusia melaluinya dengan mudah. Ibarat pertarungan, kegagalan dan keberhasilan adalah suatu konsekuensi.

Kegagalan adalah ketika seseorang tidak bisa mengatasi ketakutan tersebut, tidak bisa merespons secara baik ancaman yang muncul. Sebagai konsekuensinya ada perubahan dalam perilaku dan sikapnya yang mengganggu dalam aktivitas sehari-hari. Sebagai misal, muncul gangguan tidur, gangguan makan, gangguan bersosialisasi, dan hal-hal yang berbeda di luar kebiasaannya sehari-hari. Inilah yang dinamakan kecemasan.

Perilaku ini sebenarnya sudah terlihat jauh sebelum hari pemilihan, artinya ancaman sudah terasa. Perilaku yang bisa terlihat saat itu adalah saling mencaci, membela terlalu berlebihan, menyebarkan berita bohong, menyuap, perang argumen untuk mengaburkan fakta, atau bahkan melakukan kecurangan untuk mendapatkan kekuasaan. Hal ini dilakukan karena manusia ingin survive hidup, baik itu karena dorongan menghindari kesengsaraan atau untuk mencari kesenangan, dan bahkan keduanya sekaligus. Insting bertindak karena adanya dorongan untuk mengurangi tegangan dan stress karena takut akan kelaparan.


Keseimbangan Berpikir

Kekuasaan adalah puncak dari segala makanan. Dengan kekuasaan manusia mampu menggerakkan dan mengendalikan apapun yang diinginkan. Manusia adalah makhluk berakal, tak heran jika ia mampu melakukan cara-cara yang lebih luas untuk memenuhi kebutuhannya.

Kekuasaan bukanlah sesuatu hal yang harus dihindari. Sebab, dengan kekuasaan manusia bisa menyebarkan kebaikan dan mencegah keburukan. Dengan kekuasaan seorang manusia mampu menciptakan hidup yang lebih bermakna, nyaman, dan minim stres. Salah satunya dengan cara memodifikasi lingkungan dengan menyusun kebijakan yang selaras.

Jika manusia tumbuh dalam lingkungan dengan pendidikan yang baik, keamanan yang terjamin, sumber makanan yang terjaga, dan ada kebebasan mengutarakan perasaan, maka hal ini bisa mengurangi dampak kecemasan pada kelompok publik dan akan menciptakan kesehatan mental. Meminjam kembali teori psikoanalisis Sigmund Freud mengenai struktur kepribadian, seorang manusia yang utuh adalah yang mampu menjaga keseimbangan antara Id, Ego dan Super ego.

Id merupakan dorongan naluriah, ego adalah realitas yang nyata ada, dan Super ego sebagai moral dan norma atau disebut nilai. Jika manusia mampu menyeimbangkan ketiga hal tersebut, maka ia akan terhindar dari kecemasan. Jika hanya Id yang bekerja, maka manusia berperilaku berdasarkan instingnya saja, tidak memperhatikan realita. Jika Id dan Ego yang bekerja, itu pun belum cukup karena tidak melibatkan moral dan norma. Manusia adalah makhluk berpikir tentu mampu untuk menyeimbangkan ketiganya agar bisa bertarung dengan cara yang manusiawi.


Copy paste dari tulisan Penulis : Etik Rahmawati (Psikolog)

Sumber Link:

Mewaspadai Stres Pasca Pemilu
Diubah oleh ToxicNetizen 18-02-2024 10:00
0
159
3
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.