Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

penacintaAvatar border
TS
penacinta
Jangan Sedih, Nak! Kita Sudah Punya Uang

2

Hari itu, tampak Rara dan Bagas baru kembali dari jalan-jalan dengan ayah ibunya, adikku Dion, dan juga ibu. Tampak kebahagiaan terpancar dari wajah kedua bocah kembar berusia enam tahun itu.

Mereka memamerkan mainan baru yang mereka beli saat keluar jalan-jalan.

"Weeeek ... Dede gak punya," ucap Bagas sambil menjulurkan lidah pada anakku. Si sulung menarik tangan adiknya menjauh. Aku yang baru saja selesai memasak untuk makan malam mereka pun berniat langsung pulang saja.

Sebenarnya sudah kucoba secepat mungkin mengurus semuanya berharap pekerjaan selesai sebelum mereka kembali untuk menghindari kejadian seperti ini. Apa daya, ternyata mereka yang pulang lebih cepat karena Mbak Ani tak enak badan.

"Adek, nanti Abang buatin mobilan dari pohon pisang, ya, mau?" bujuk Gilang.

"Enggak mau, Bang. Gak ada pengeruk pasirnya. Adek mau yang seperti punya Bagas," rengeknya.

"Nak, ayo pulang!" ujarku saat tahu Dede merajuk menginginkan mainan yang sama.

"Bu ... Adek mau mainan ...." Dede kembali merengek.

"Nanti di rumah kita buat saja, ya! Ayo, keburu hujan," bujukku lagi. Kami bertiga mengendarai motor butut milik Bang Fatih. Jarak rumahku dengan ibu hanya sekitar dua kilometer, masih satu area perkampungan. Tak ada basa-basi dari Ibu agar aku membawa lauk pulang.

Sampai di rumah, aku langsung mengangkat jemuran karena langit sudah mulai gelap. Senja itu mendung begitu tebal.

"Bu, ibu bawa lauk apa dari rumah Oma?" tanya Gilang.

"Gak ada, Bang. Nanti ibu masakin telor dadar, ya!"

"Yaah ... Padahal Abang udah selera lihat semur dagingnya."

"Ibu gak berani bawa karena Oma kan tadi pergi. Abang tahu sendiri, kan, sabar, ya! Kalau nanti Ibu punya uang lebih, kita beli daging, ibu buatkan semur daging."

"Bapak kenapa gak pulang-pulang, sih, Bu?"

"Sabar ... Bapak lagi ngumpulin uang yang banyaaak, supaya nanti Abang dan Adek bisa beli apa aja yang kalian mau."

"Bapak masih hidup, kan, Bu?"

Deg! Jantung ini kembali berdebar tak beraturan. Bagaimana mungkin anakku bisa mengira jika bapaknya sudah tiada?

Astaghfirullah ... Jangan sampai semua itu benar-benar menjadi kenyataan. Aku yakin Bang Fatir tidak akan meninggalkan kami begitu saja. Pasti saat ini ia sedang berjuang untuk bisa mengubah kehidupan kami sekeluarga, batinku penuh harap.

"Bang ... Kapan kita buat mobilan?" Suara Dede menyudahi pembicaraanku dengan Gilang.

"Sudah, kamu tadi janji sama Adek, sana, buatin dulu biar Dede gak nagih terus," ujarku sambil mengusap kepala putraku itu.

"Iya, Bu."

Gilang terlihat bersemangat membuatkan mainan walau hanya berbahan pelepah batang pisang. Hujan pun akhirnya turun dengan derasnya.

Selesai kedua anakku makan malam, aku sibuk menampung tetesan air yang masuk ke dalam rumah karena atap yang bocor, sedangkan Gilang sibuk membujuk Dede agar mau tidur. Setelah kupastikan keadaan rumah aman, aku menuju ke dalam kamar dan melihat Dede tertidur lelap sambil memeluk mainan dari pelepah pisang.

Ingin rasanya aku menangis, merutuki nasib buruk ini yang entah sampai kapan kami akan menanggungnya. Sedangkan keluargaku sama sekali tak peduli, mereka tetap menyalahkanku yang salah memilih suami. Di dalam hati ini, keyakinan begitu kuat jika Bang Fatih pasti akan pulang.

Aku tak peduli jika nanti ia pulang dalam keadaan kaya atau miskin, yang aku harapkan, ia tetap menjadi suami dan bapak dari kedua anakku.

Gilang menggeser posisi kepala adiknya lalu beranjak hendak shalat isya. Putra pertamaku itu selalu taat beribadah meskipun dalam keadaan lelah dan mengantuk. Ia ingat betul pesan bapaknya sebelum dulu meninggalkan kami dulu.

"Shalat itu tiang agama, jangan rubuhkan agamamu, Nak! Bapak janji, Bapak akan bekerja keras dan membahagiakan kalian."

Usai shalat isya, Gilang mengerjakan tugas sekolahnya meski hanya dengan penerangan seadanya.

"Abang, bisa? Kalau Abang butuh bantuan, kasih tau Ibu, ya!" ucapku sembari melipat pakaian kering.

"Insya Allah Abang bisa, Bu. Bu, kalau misalnya Abang bantu anak juragan Hasbi belajar lalu Abang diberi upah, apakah itu halal?"

"Tentu saja halal, Nak."

"Abang gak mau."

"Kenapa?"

"Sebab Abang pun harus memberikan contekan jika ujian."

"Astaghfirullah ... Abang benar, Abang tahu mana hal yang baik dan mana yang batil. Tak sia-sia dulu Bapak selalu mengajarkan akhlaq pada Abang," ujarku bangga.

"Abang jadi tak punya teman di sekolah, Bu. Abang dicap sombong karena Abang juara kelas. Padahal tidak seperti itu."

"Tak perlu menjelaskan siapa diri kita pada semua orang, Nak. Yang sayang pada kita tak butuh penjelasan itu, dan yang membenci pun tidak akan percaya itu."

"Iya, Bu. Abang hanya ingin membanggakan bapak jika nanti bapak pulang."

Aku tersenyum, meski sebenarnya air mata sedang berjejalan di pelupuk mata hendak berhamburan turun ke pipi.

Esoknya, ibu menelpon lagi ke ponsel buluk yang aku punya. Seperti biasa, pasti piring kotor dan baju kotor sudah menunggu untuk segera dicuci. Sarapan juga belim tersedia. Jika mereka masih di rumah Ibu, aku terpaksa libur berdagang sarapan pagi.

"Ibu mau ke rumah Oma?" tanya Gilang sebelum ia berangkat sekolah.

"Iya, Nak."

"Sampai kapan Ibu mau dijadikan pembantu oleh keluarga Ibu?"

Jeder!

Seketika ucapan anakku itu bagaikan aliran listrik ribuan Watt yang menyadarkan otakku.

Benar, selama ini aku bagaikan b4bu di rumah ibuku sendiri. Diperlakukan tak adil oleh keluarga sendiri.

"Bapak pernah bilang, walau kita miskin, tapi kita harus tetap punya harga diri, Bu. Ibu jangan ke sana, karena Ibu akan berharga di tempat yang tepat!" ucap Gilang sambil mencium tanganku kemudian berlalu untuk berjalan menuju sekolahnya.


Kisah lengkapnya bisa baca di aplikasi KBM App
Download di Play store atau App store.
Penulis: Dianti W


bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
175
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.