Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

4574587568Avatar border
TS
4574587568
Bos Evergrande Ditahan, Properti Merana-Ekonomi China 'Gelap'
Bos Evergrande Ditahan, Properti Merana-Ekonomi China 'Gelap'

Jakarta, CNBC Indonesia - Bos raksasa properti China, Evergrande, yang tengah dalam krisis keuangan yang parah ditahan oleh polisi.
Menurut sumber anonim yang mengetahui hal tersebut, Xu Jiayin, yang juga dikenal sebagai Hui Ka Yan dalam bahasa Kanton, dibawa pergi oleh pihak berwenang awal bulan ini dan sekarang berada dalam tahanan.
Menurut laporan Bloomberg, sebagaimana dikutip dari AFP, Rabu (27/9/2023), miliuner tersebut ditahan di bawah "pengawasan perumahan", yang tidak berarti dia telah ditangkap atau didakwa melakukan kejahatan. 


Utang Evergrande yang sangat besar telah berkontribusi terhadap makin parahnya krisis pasar properti di negara tersebut, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya dampak global.
Cabang properti perusahaan tersebut minggu ini melewatkan pembayaran utang utama yang jatuh tempo, dan situs keuangan China, Caixin, melaporkan bahwa mantan eksekutif di perusahaan tersebut telah ditahan.

Investor Resah
Evergrande Group, yang begitu dominan si sektor properti China baru saja melewatkan pembayaran obligasi lagi, sehingga menimbulkan keraguan lebih lanjut atas masa depan pengembang properti tersebut yang berada di pusat krisis real estate di Negeri Tirai Bambu.
Dikutip dari CNN International, Hengda Real Estate, unit andalan Evergrande di daratan China, melewatkan pembayaran pokok dan bunga pada Senin atas obligasi dalam negeri senilai 4 miliar yuan (US$ 547 juta).
Evergrande, yang memiliki total kewajiban senilai US$ 328 miliar atau sekitar Rp 5.084 triliun (kurs Rp 15.500) pada akhir Juni, pertama kali gagal membayar utangnya pada 2021, memicu krisis yang terus membebani sektor properti China.
Berita bahwa perusahaan tersebut gagal melakukan pembayaran lagi membuat para investor bingung, yang sudah mengkhawatirkan nasib perusahaan properti raksasa tersebut setelah perusahaan tersebut memperingatkan pada Minggu bahwa upaya untuk merestrukturisasi utangnya mengalami kesulitan karena adanya penyelidikan peraturan terhadap Hengda.
Peringatan tersebut, yang muncul setelah terungkapnya penyelidikan kriminal terpisah terhadap unit perbankan bayangannya, menimbulkan pertanyaan apakah raksasa properti tersebut masih dapat menyelesaikan restrukturisasi utang bernilai miliaran dolar yang diawasi ketat oleh investor global.
Adapun saham Evergrande ditutup turun 7% pada hari Selasa, menyusul penurunan 22% pada Senin. Saham pengembang lain pun bernasib sama, Sunac China tenggelam lebih dari 6% dan Country Garden turun 4,2%.
Jika restrukturisasi gagal dan Evergrande tidak dapat mencapai kesepakatan baru dengan kreditor luar negeri, Evergrande dapat menghadapi likuidasi, yang mana asetnya akan dijual dan menghentikan operasinya.

Runtuhnya perusahaan tersebut, yang dulunya merupakan pengembang terbesar kedua di China, akan makin merusak perekonomian secara luas, yang selama ini bergantung pada pasar real estat untuk menopang pertumbuhan selama beberapa dekade.

Industri properti China pernah menyumbangkan 30% produk domestik bruto (PDB) China.
"Investor akan mencermati pasar properti China, apakah pasar properti dapat segera stabil dan dampaknya terhadap permintaan dan harga komoditas global," kata Tao Wang, kepala ekonom Tiongkok dan kepala Ekonomi Asia di UBS, kepada CNN.


Stabilitas Ekonomi China
Stephen Innes, Managing Partner SPI Asset Management, menilai kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi China muncul kembali, didorong oleh krisis keuangan yang semakin parah di Evergrande.
"Hal ini memicu kembali kekhawatiran bahwa sektor perumahan di negara ini masih memburuk dan tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan dan risiko stabilitas keuangan meningkat," katanya.
Zhongrong Trust, yang telah menginvestasikan lebih dari US$ 9 miliar di sektor real estate untuk klien korporat dan individu kaya pada akhir 2022, melewatkan pembayaran kepada investornya bulan lalu, sehingga memicu protes yang jarang terjadi.
Insiden ini menggarisbawahi bagaimana kemerosotan properti yang berkepanjangan di China dapat berdampak pada industri keuangan China yang bernilai triliunan dolar.
Selain itu, ada rasa tidak nyaman yang semakin besar mengenai apakah pemerintah China mengambil langkah-langkah yang cukup untuk mendukung perekonomian secara keseluruhan, kata Innes.
Prioritas pemerintah telah bergeser dari sekadar mengejar pertumbuhan ekonomi menjadi mencapai swasembada teknologi dan menjaga stabilitas keuangan.
"Perkembangan prioritas ini memberikan otoritas CHina tindakan penyeimbangan yang lebih kompleks dan rumit," katanya.


sumber
0
247
7
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita Luar Negeri
Berita Luar NegeriKASKUS Official
79.3KThread11.3KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.