cangkeman.netAvatar border
TS
cangkeman.net
Emang Gampang Jadi Guru?


Penulis:        Latatu Nandemar
Editor:          Fatio Nurul Efendi

Cangkeman.net - Ini memang bukan hari guru. Tetapi, meski ini bukan hari guru, sepertinya tidak ada salahnya untuk berbagi cerita tentang pengalaman pahit seorang guru ketika mengajar di sebuah sekolah yang berlokasi di pelosok. Kejadiannya sudah cukup lama.

Begini ceritanya.

Ada seorang guru honorer menegur seorang murid laki-laki kelas delapan yang terkenal sangat bengal. Alasan mengapa guru tersebut menegurnya adalah karena panjang rambutnya yang sudah melewati batas 'aman' siswa seharusnya.

Guru tersebut mengatakan bahwa rambutnya harus sudah rapi ketika besok masuk ke sekolah. Di keesokan hari, ternyata anak tersebut tidak melakukan apa yang guru tersebut perintahkan. Rambutnya masih sama keren-nya (setidaknya menurut si anak tersebut) seperti waktu kemarin.

Kemudian guru tersebut kembali menegurnya dan memberinya kesempatan kedua agar besok rambutnya sudah dipangkas tidak melebihi batas peraturan.

Teguran-teguran tersebut ditanggapi dengan gaya ciri khas anak bengal yang ingin menunjukkan eksistensinya di lingkungan sekitar teman pergaulannya. Sok santai, ada sedikit gaya menantang dan seolah tanpa takut.

Esoknya guru tersebut berpikir bahwa anak itu akan mengikuti apa yang guru tersebut instruksikan. Ternyata tidak, dia malah datang ke sekolah dengan rambut yang lebih keren lagi (sekali lagi itu hanya perasaan si anak tersebut). Yaitu dengan mewarnai rambutnya dengan pewarna rambut yang sangat merah menyala.

Dalam hati guru tersebut merasa ini benar-benar sudah sangat keterlaluan. Murid yang satu ini bukan hanya tidak mengikuti perintah guru, tetapi seperti sengaja memperlihatkan keberaniannya dengan menantang perintah dari guru tersebut sebagai pendidiknya. Terus terang, hati sang guru sangat terluka juga dengan tingkah anak ini. Ada perasaan tidak dihargai atau merasa direndahkan.

Akhirnya, guru tersebut memberikan ancaman disertai nada yang sangat jauh lebih keras. Jika besok masih berpenampilan seperti itu, maka akan guru tersebut gunting rambutnya dengan model "Asal Tidak Gondrong", alias memotongnya akan asal saja yang penting tidak melewati batas ketentuan tanpa memikirkan rapi atau tidaknya.

Setelah melakukan teguran keras tersebut, sang guru merasa seperti sosok yang sangat berwibawa, elegan, berjiwa pemimpin dan perasaan-perasaan bangga lainnya. Sepertinya esok, guru tersebut akan menjadi pemenang dalam urusan yang belum selesai bersama murid bengal yang satu ini.

Tetapi perkiraan guru tersebut ternyata sangat salah. Esoknya wibawa guru tersebut justru sangat ambyar. Hancur lebur. Bagaimana tidak? Sang murid datang dengan penampilan yang sama sekali tidak berubah. Dan parahnya lagi, dia datang bersama ayahnya. Rupanya murid guru tersebut ini mengadu kepada ayahnya masalah urusan rambut ini. Dan coba tebak, ternyata sang ayah memiliki penampilan yang sangat sama persis.

Rambut gondrong dan juga dengan warna merah menyala. Yang membedakan antara mereka hanyalah si anak menggunakan seragam sekolah sementara si ayah hanya memakai kaos oblong dengan golok terselip di pinggangnya. Mungkin ini yang disebut definisi "Like Father Like Son". Atau juga contoh tepat dari perumpamaan "Buah Jatuh Tak Jauh Dari Pohonnya".

Rupanya si ayah datang untuk memberi ‘pelajaran’ kepada guru tersebut (padahal yang akan diberi pelajaran oleh si ayah adalah seorang guru, yang profesinya memberikan pelajaran) karena telah mengatur-atur urusan rambut anaknya. Sang ayah memaki-maki guru tersebut.

Guru tersebut yang sangat anti kekerasan, terutama di hadapan jawara yang memiliki golok, hanya diam dengan ketenangan yang dipaksakan. Perasaan wibawa dan bangga guru tersebut ketika menegur dengan sangat keras di hari kemarin benar-benar musnah tak tersisa. Rupanya sang ayah adalah jawara yang lumayan ditakuti di wilayahnya.

Pengalaman yang guru tersebut dapatkan akhirnya membawa dirinya pada satu kesimpulan bahwa tidak mudah menjadi seorang guru karena harus menghadapi kesulitan yang beragam. Misalnya Karakter anak-anak yang sulit diatur karena sedang dalam masa pencarian jati diri. Tidak bisa memberi sanksi secara fisik karena mereka dibentengi oleh Undang-undang Perlindungan Anak sementara Undang-undang Perlindungan Guru tidak jelas di mana keberadaannya. Tidak bisa asal menegur murid karena khawatir terjadi hal seperti di atas tadi. Dan juga honor yang tidak sebanding dengan rasa lelah ataupun risiko yang harus didapatkan.

Guru tersebut benar-benar berharap agar kesejahteraan guru diperhatikan oleh pemerintah. Sehingga kualitas guru jadi semakin meningkat dan memiliki totalitas dalam menjalankan profesi atau pengabdiannya sebagai pendidik karena kehidupannya terjamin dengan baik.

Dan... guru tersebut yang mengalami kejadian di atas tadi adalah saya. Hahaha...


Tulisan ini ditulis di Cangkeman pada tanggal 19 Februari 2023.
0
543
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.8KThread82.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.