sekottkAvatar border
TS
sekottk
Terimakasih, Kal


“Tidak bisakah kita bertukar tempat untuk sejenak saja? Aku ingin berada di duniamu...” pintaku kepadanya.

“Please, sebentar saja. Ijinkan aku untuk merasakannya..” aku memohon dengan terisak, air mataku terasa semakin deras membasahi pipi.

“Percayalah, Kal. Kamu tidak ingin melakukan ini.” jawab dia dengan tegas.

***


Hujan sudah cukup reda saat aku membuka mata, dimana hanya tersisa rintik yang malu-malu untuk turun ke bumi. Udara pagi yang dingin, aroma tanah yang basah, menyeruak melalui jendela kamarku. Seketika kesadaranku membuncah, dan teringat dengan peristiwa yang terjadi semalam di kamarku.

“Pagi ini jam 8, Kal. Jangan telat ya!” Kulihat sebuah kertas catatan yang tergeletak di sisi ranjang tempat tidurku. Sebuah kertas berwarna pink pastel, dengan tulisan tangan yang terasa sangat familiar bagiku. Dibawahnya terdapat emoticon bergambar sebuah senyuman yang lebar, disertai dengan gambar berbentuk hati yang terkesan sangat manis.

“Jadi ini adalah hal yang nyata, bukanlah sebuah mimpi.” ujarku pelan dalam hati.
Tak perlu waktu lama untukku menyiapkan diri, dan segera beranjak untuk pergi. Kuambil kunci mobil yang tergantung di dinding sebelah meja makan, dimana Mamaku sedang duduk menikmati secangkir teh hangat.

“Kal, buru-buru sekali? Kamu mau kemana sayang?” Mamaku bertanya dengan penuh kelembutan.
Aku kecup pipinya, dan sedikit membelai rambutnya. Terlihat raut wajah yang mulai menua, namun masih terpancar dengan jelas keanggunannya. “Kal pergi sebentar ya Ma, ga lama kok. Mama sarapan duluan aja, nanti Kal makan di luar ya.” balasku dengan penuh kasih sayang.

Kupacu mobilku di jalanan yang basah. Suasana masih cukup lengang dan belum dipadati oleh keriuhan yang biasanya terjadi di kota ini. Wajar tentu, karena hari ini adalah akhir pekan. Hanya nampak beberapa kendaraan yang melintas, dimana hal ini tidak akan bisa dijumpai di hari biasa.

***


Kutarik kursiku untuk segera duduk. Keadaan di Cafe ini terbilang sepi, jika tidak bisa dikatakan sunyi. Hanya ada beberapa pasang orang yang sedang berbincang, diiringi dengan lantunan musik 80’ an yang terdengar pelan, namun masih cukup jelas terdengar di telinga.



“Masih suka Green Tea Latte kan, Kal? Sudah aku pesankan untukmu.” ucapnya sembari memberikan senyum yang lebar. “Diminum ya, mumpung masih hangat.” tambahnya lagi, masih dengan senyumnya yang menawan.

Kupandangi sosok wanita yang berada di hadapanku saat ini. Rambutnya sedikit bergelombang, memanjang dengan indah menutupi bahunya. Meski hanya memakai riasan wajah yang tipis, namun sudah cukup untuk menghadirkan pesonanya. Dengan outfit berupa kaos putih dan dibalut dengan blazer berwarna hitam, dia nampak terlihat sangat cantik.

“Jadi, kenapa kamu datang kesini?” aku mulai memberanikan diri untuk bertanya kepadanya.

“Kamu tahu alasannya kenapa aku datang menemuimu, Kal.” jawabnya singkat, sembari menyibak rambut ke belakang telinganya.

“Tell me, apakah disana kamu hidup bahagia dengannya?” mataku mulai berkaca-kaca. Seketika semua memory beberapa tahun yang lalu mulai bertebaran di benakku. Semua mimpi-mimpi yang ingin kuwujudkan menjadi realita, semua asa yang ingin kugapai.

“Ya, Kal. Kehidupan rumah tangga kami berjalan dengan sempurna. Kami dikarunia malaikat kecil, Fellicia namanya. Dan kamu tau Kal, wajahnya secantik dirimu..” tuturnya sambil menatap wajahku dengan erat.

Aku tidak bisa lagi menahan rasa ini. Perasaan haru, sedih, bercampur dengan kekecewaan atas kegagalanku di masa lampau, semuanya beradu menjadi satu. Dan tak terasa, air mataku mulai mengalir.

“Sampai kapan kamu mau terus seperti ini Kal? Sampai kapan kamu mau hidup dengan bayang masa lalu?” dia berkata dengan pelan dan lirih. Raut mukanya berubah menjadi sendu, seolah ikut  merasakan adanya kesedihan yang terjadi pada diriku.

“Semua ada tempatnya Kal. Masa lalu seharusnya kamu biarkan untuk lewat dan berlalu.”

“Jika kamu masih mendekap dengan erat masa lalumu, maka tidak ada ruang lagi untuk kehadiran masa depan Kal.” tambahnya lagi. Ucapannya menjadi semakin pelan, namun terdengar sangat lembut di telingaku.

“Tidak bisakah kita bertukar tempat untuk sejenak saja?

***


Waktu terus bergulir, detik demi detik berlalu. Suasana cafe masih sepi seperti saat pertama aku menginjakkan kaki disini. Semua orang disini masih sibuk dengan urusannya masing-masing. Hanya saja bisa kurasakan beberapa diantara mereka mencuri pandang ke arah kami. Kutebak, karena menyadari bahwa kami berdua cukup mirip satu sama lain, meskipun ada beberapa bagian yang berbeda.

“Suatu ketika, pernah ada seorang ibu dengan duka yang sangat mendalam. Tiada hari yang dilalui tanpa adanya penyesalan dan rasa bersalah atas kematian putra satu-satunya yang dia miliki. Dan kamu tau Kal, apa yang dia lakukan? Persis, seperti apa yang aku lakukan saat ini.” dia berkata dengan lembut, dengan tetap mengarahkan pandangannya tajam ke mataku.

“Akan tetapi, sebuah kesedihan yang berlarut bisa menjadi bencana. Dia tidak hanya sekedar melintasi, namun dia membunuh dirinya yang ada di universe lain tersebut. Karena baginya, itulah satu-satunya cara untuk bisa hidup bersama lagi dengan putranya.”

“Tentu hal itu merupakan sebuah pelanggaran yang teramat sangat berat. Dalam aturan multiverse, tidak diperkenankan untuk adanya sebuah interaksi, apalagi hingga melakukan kontak kekerasan, dimana itu mengakibatkan kekacauan yang cukup parah.”

“Sesaat sebelum hukuman mati, dengan tatapan kosong sang ibu mengatakan satu hal. “Dia bukan anakku.” pungkasnya sambil meraih tanganku yang kuletakkan di meja.

Dia mengusap lembut tanganku, membelai jemariku dengan tangannya. Bisa kurasakan tangannya yang sangat halus, dan terasa nyaman saat menyentuh kulitku. Aku bisa merasakan kasih sayang yang terpancar dari sentuhannya.

“Ceritamu dengan dia sudah berakhir Kal. Ada perbedaan yang cukup kompleks pada setiap universe, meskipun subyeknya adalah orang yang sama. Kamu tidak bisa melanjutkan cerita itu, meskipun kamu berada di duniaku.” dia melanjutkan kata-katanya.

“Kamu memang bisa bersama Rico di duniaku. Namun dia bukanlah Rico yang kamu kenal..” pungkasnya pelan, sambil masih menggenggam erat tanganku.

“Kamu masih memakai cincin pemberiannya ya.” ujarnya sambil menatap ke arah cincin yang ada di jari manisku.

“Buanglah cincin ini ke lautan Kal, Let It Go. Bukan untuk membuang kenanganmu, tapi biarkan kenanganmu tersimpan disana. Bebaskan hatimu, agar hatimu mampu menerima sebuah kenangan yang baru.”ucapnya setengah berbisik.

Lalu dia beranjak dari tempat duduknya, dan berjalan melangkah ke sampingku. Dia memeluk erat tubuhku. Kurasakan kehangatan yang luar biasa. Kehangatan yang sangat menentramkan hati. Seolah mampu mengusir adanya sepi yang selama ini terus bertahta di jiwaku.

“Atau kamu bisa memilih untuk tetap memakainya. Tapi itu berarti kamu akan menghalangi hadirnya seseorang, yang bisa mengubah warna kelabu di hidupmu menjadi warna yang lebih terang.” kali ini dia benar-benar berbisik tepat di telingaku.

“The choise is yours, Kal” tutupnya, sambil mengecup pipiku dengan mesra.

Dan dia melangkah pergi. Aku hanya bisa melihatnya berlalu dari balik punggungnya. Meninggalkanku dalam sebuah perasaan, yang tidak kuketahui secara persis apa itu namanya. Namun yang aku tau pasti, saat ini aku telah melepaskan cincinku dan menaruhnya di atas meja.

“Terimakasih, Kal...”


bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
381
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.