Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

lowbrowAvatar border
TS
lowbrow
Saat Bawaslu Terbentur Aturannya Sendiri Soal Bagi-bagi Amplop Kader PDI-P
JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu menyatakan tidak ada pelanggaran dalam peristiwa bagi-bagi uang di dalam amplop berlogo PDI-P kepada jemaah tarawih di sejumlah masjid di Sumenep, Jawa Timur.

Meskipun sebelumnya Bawaslu menyatakan anti terhadap kegiatan politik praktis di rumah ibadah.

Berdasarkan penelusuran yang dilakukan Bawaslu, peristiwa tersebut terjadi di lima masjid. Setiap amplop yang diketahui berwarna merah, terdapat logo PDI-P dan wajah kader PDI-P yaitu anggota DPR RI Said Abdullah dan Ketua DPD PDI-P Kabupaten Sumenep Achmad Fauzi, itu berisi uang Rp 300.000.

"Penelusuran dilakukan Bawaslu melalui Bawaslu Kabupaten Sumenep dan Panwaslu Kecamatan Batang Batang, Panwaslu Kecamatan Kota Sumenep, dan Panwaslu Kecamatan Manding sejak 27 Maret 2023 hingga 2 April 2023," kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja dalam jumpa pers, Kamis (6/4/2023).


Pada malam hari usai shalat tarawih, Jumat (24/3/2023), terjadi pembagian amplop berisi uang dari pengurus masjid kepada jamaah shalat di 3 kecamatan di Kabupaten Sumenep," tambahnya.

Adapun kelima masjid itu yakni Masjid Abdullah Syehan Beghraf di komplek Pondok Pesantren Duruttoyyibah, di Legung, Kecamatan Batang-Batang.

Lalu, Masjid Naqsabandi di Kelurahan Pajagalan, kemudian Masjid Laju dan Mushala Abdullah di Kelurahan Kepanjin, Kecamatan Kota Sumenep.

Terakhir, Masjid Fatimah Binti Said Ghauzan di Desa Jaba'an, Kecamatan Manding.


Hasil penelusuran Bawaslu, uang Rp 300.000 per amplop itu diberikan Said melalui lembaga Said Abdullah Institute yang diserahkan ke pengasuh pondok pesantren atau takmir masjid untuk dibagikan ke jemaah.

Bawaslu mengeklaim tidak ada ajakan memilih dalam peristiwa bagi-bagi amplop itu.

"Berdasarkan keterangan yang diperoleh, didapat informasi bahwa pembagian uang tersebut merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh Said Abdullah hampir setiap tahun yang dianggapnya sebagai zakat," ujar Bagja.

Dalih hukum

Bawaslu mengakui bahwa sebetulnya peristiwa ini memang mirip dengan unsur kampanye.

Bawaslu menilai, alasan bahwa pembagian uang seperti itu yang diklaim telah rutin dilakukan tiap tahun tidak dapat menjadi alasan pembenar, terlebih amplop itu berlogo PDI-P dan memuat wajah 2 kadernya.

"Peristiwa tersebut memiliki kesamaan dengan muatan kampanye pemilu," kata Bagja.

Terlebih, peristiwa ini terjadi ketika tahapan Pemilu 2024 sudah berlangsung, sehingga potensi pelanggaran hukum ada di sana.

Saat Bawaslu Terbentur Aturannya Sendiri Soal Bagi-bagi Amplop Kader PDI-P

Potensi itu terlebih karena terdapat logo partai politik dan foto seseorang. Penempatan logo dan foto diri dapat mengesankan citra diri seseorang yang merupakan salah satu unsur kampanye. Lebih lagi, peristiwa terjadi di tempat ibadah," kata dia.

"Dalam kampanye pemilu terdapat larangan, salah satunya adalah dilarang dilaksanakan di tempat ibadah serta dilarang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu sebagaimana diatur dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h dan j UU Pemilu," jelas Bagja.

Namun, pada akhirnya, Bawaslu mengaku tidak dapat mengategorikan peristiwa ini sebagai pelanggaran pemilu maupun pelanggaran administrasi.

Bawaslu beralasan bahwa saat ini belum masuk masa kampanye. Sementara itu, PDI-P sebagai peserta pemilu juga dianggap tak dapat dikenai jerat hukum karena pembagian uang ini merupakan inisiatif pribadi Said.

Said sendiri dinilai tidak dapat dijerat pelanggaran karena belum berstatus sebagai peserta Pemilu 2024, meskipun uang Rp 300.000 per orang yang dibagikan memang berasal dari dirinya melalui Said Abdullah Institute ke takmir-takmir masjid atau pengasuh pondok pesantren.

Pun, hasil pemeriksaan Bawaslu, pembagian uang ini tak disertai dengan ajakan memilih. Di sisi lain, Bawaslu mengakui ada hambatan dari segi regulasi untuk leluasa bertindak.

"Politik uang dilarang dalam kampanye bukan berarti politik uang boleh dilakukan di luar kampanye. Itu yang menjadi persoalan bagi kami," ujar Bagja.

"Cakupan untuk melakukan itu, untuk melakukan penegakan hukum pidananya, itu ada pada masa kampanye," pungkasnya.

Kewenangan Bawaslu menindak pelanggaran berupa kampanye di luar jadwal pada akhirnya selalu mentok pada dua soal: belum dimulainya masa kampanye (28 November 2023-10 Februari 2024) serta belum ditetapkannya peserta Pemilu 2024.

Sebelumnya, Bawaslu juga menyatakan tak bisa memproses dugaan pelanggaran pada 2 kasus curi start kampanye besar yang jadi sorotan dan melibatkan politikus kelas kakap, karena alasan yang sama.

Dua peristiwa itu adalah, pertama, bagi-bagi minyak goreng oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Lampung pada 9 Juli 2022 yang disertai ajakan memilih untuk putrinya Futri Zulya Savitri pada Pemilu 2024.

Kedua, peristiwa bakal calon presiden Partai Nasdem Anies Baswedan yang dilaporkan karena dinilai memobilisasi massa untuk safari politiknya di sebuah masjid di Aceh pada 2 Desember 2022.

Bawaslu menyinggung belum dimulainya masa kampanye serta belum definitifnya tokoh-tokoh di atas sebagai peserta Pemilu 2024, sebagai alasan tidak dapat memproses dugaan pelanggaran keduanya

https://nasional.kompas.com/read/202...op-kader-pdi-p
Diubah oleh lowbrow 07-04-2023 08:47
nomoreliesAvatar border
scorpiolamaAvatar border
ProloqueAvatar border
Proloque dan 2 lainnya memberi reputasi
3
1.1K
18
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.2KThread41.9KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.