Beberapa pekan lalu aku mulai gelisah lantaran belum bisa meyakinkanmu untuk singgah. Sebenarnya kamu tidak terbilang lugu, aku tahu apa yang kamu mau. Tapi anehnya semua sikap baik dan manis yang kulakukan malah sering dinilai candaan.

Kamu bilang kita hanya teman, hanya dua manusia yang kebetulan sama-sama kesepian. Lalu, kenapa ada rasa nyaman? Bahkan takut kehilangan.
Kamu sendiri tidak bisa menjelaskannya, bukan?

Ah, tidak. Dalam kasus ini akulah yang payah, yang lebih memilih menjadi pramuriadang daripada membuat perasaanmu goyah.
Ya, mau bagaimana lagi? Berterusterang juga tidak menjamin tidak patah hati.

Dan benar saja, setelah semua kode yang kuberikan kamu tetap bersamanya.
Mematahkan satu-satunya harapan yang selama ini kusemogakan.
Memutuskan satu-satunya hubungan yang susah payah kupertahankan.

Namun, tidak peduli seberapa besar cinta yang kumiliki, kamu sudah terlanjur memilih melukai. Memaksaku untuk terus merahasiakan perasaan ini.

Aku pamit, meski melupamu adalah bagian tersulit.
_
***