Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

pemujaseblacAvatar border
TS
pemujaseblac
Scrabeo
Assalamu'alaikum penghuni kaskus semua. Izinkan saya di sini berbagi tulisan yang alakadarnya. Sebuah cerita yang entah bagus atau tidak untuk dibaca. Tapi percayalah, saya nulis ini sampai jari
kerititing. Jadi enjoy ya.

Scrabeo
BAB 1 - Murid Baru

Bingkai roda motor itu berputar, menggilas jalanan aspal yang disiram matahari pagi. Pengemudinya berusaha untuk memacu motornya lebih cepat. Menyalip Metro Mini, menyusul Angkutan Umum, menglaksoni motor lain yang menghalangi lajunya. Sudah seperti balapan liar yang ingin mencapai finish lebih dulu. Tapi sayangnya, motor bebek keluaran tahun ‘70 itu tidak memiliki kecepatan bak motor Valentino Rossi. Sekalipun gasnya di putar penuh, kecepatannya tetap saja seperti kura-kura.

Gio yang berada di jok belakang sedari tadi sudah resah. Sesekali melihat jam tangan yang melingkar di tangan kanannya. Pukul 06.30. cowok itu bisa memastikan kalau akan terlambat sampai sekolah hari ini.

“Jae!! Per-Quick bawa motornya, lelet banget!” Gio berseru.

“Eh, lo pikir ini motor 250cc? Udah di gaspol aja jalannya kayak ngomognya si Santoso, mode slow-mo!” teriak Jaenudin, cowok yang mengemudikan motor.

Pak Santoso adalah guru bidang kesiswaan di SMA Kencana, dimana mereka sekolah. Pak Santoso itu kalau ngomong lambat bin pelan-pelan. Siswa yang mendengarkan ocehannya akan dibuat ngantuk pasti.

Gio berdecak, “alamat di semprot sama pak Santoso, Ja.”

“Gara-gara si Otoy nih, semalem pakai motor nggak di isi bensinnya. Malah kita yang jadi korban,” kesal Jae. Mengingat mereka terpaksa mendorong motornya ketika baru berangkat dari rumah. Dan itulah alasan yang paling masuk akal sehingga mereka terlambat.

Otoy? Otoy itu nama Bapaknya Jaenudin. Ia kerap memanggil bapaknya itu dengan sebutan nama. Sahabat Gio ini memang agak gila.

Lima belas menit kemudian, mereka sampai di parkiran sekolah. Gio turun, menaruh helm di atas kaca spion, di susul Jae yang terus mengumpat gara-gara kesal dengan Bapaknya itu.

Belum jauh melangkah, Pak Santoso sudah mencegat mereka berdua dengan tatapan tidak suka. Matanya memicing, berkacak pinggang. Gio dan Jae mendesah pasrah. Hari senin ini, sudah di pastikan mereka akan mendapatkan hukuman.

“Telat lima belas menit. Kalian tau upacara jam berapa?”

“Jam 06.45, pak,” Jae menjawab lantang. Gio memilih diam, dari pada akan terjadi hal-hal yang lebih buruk nantinya. Ia malas berurusan dengan masalah seperti ini.

“Sudah tau kenapa telat?”

“Mac ...”

“Syuuuuttt,” Pak santoso berdesis, menaruh telunjuknya di depan bibir, “saya tidak menerima alasan. Selesai upacara, kalian bersihkan ruang guru. Sapu, pel, sampai bersih, mengerti?” Titah Pak Santoso, dengan gaya slow-mo nya.

Gio dan Jae menganga. Bukannya guru berkumis lebat dengan tubuh gemuk itu barusan bertanya?

“Masa bersihin ru ...”

“Syyyuuuutttt!!” Lagi-lagi Pak Santoso berdesis, memotong. Ia tidak menerima intrupsi. Jae kontan mengatup mulutnya.

“Dan untuk kamu Gio, saya harap ini keterlambatan kamu yang pertama dan terakhir kalinya. Percuma pintar kalau tidak disiplin!” Gio patah-patah mengangguk. Jae menguap. Pak Santoso membuat ngantuk.

Gio pintar? Tentu saja. Ia selalu menjadi juara pertama di kelas. Bahkan pernah menjadi juara pertama di seluruh angkatannya. Dan itu membuat Gio di kagumi banyak gadis di SMA Kencana. Ganteng, pintar, dan kalem, tapi galak juga. Dan di kelas 12 ini, Gio sudah punya target bahwa ia harus mendapatkan nilai UN yang terbaik.

“Cepat masuk barisan!”

Setengah berlari, Gio dan Jae segera merapat di barisan kelas mereka, ikut upacara.

Matahari mulai terasa menyengat jika berada di tengah lapangan. Saat ini Gio dan Jae berada di barisan paling belakang. Bosan mendengarkan amanat Pembina Upacara.

“Murka gue sama si Otoy! Tega bikin anaknya yang paling ganteng ini ngebabu di sekolah,” Lirih Jae kesal. Gio melirik dengan ekor matanya.

“Lo ngomong sama siapa?” Gio bertanya datar. Sedikit berbisik agar suaranya tidak terdengar oleh Pak Santoso yang sedang berkeliling di sela-sela barisan, mengamati semua siswa.

“Lo nggak ngerasa gue ajak ngomong?”

“Enggak, lah.”

“Terus gue ngomong sama siapa, dong?”

“Sama saya!” jawab seseorang dari arah belakang Jaenudin.

Sial, itu Pak Santoso. Bulu kuduk jae seketika berdiri. Matanya melebar sempurna. Aura negatif mengambang di dekatnya. Gio mengatup mulutnya.

Pak Santoso bergerak mendekat, berbisik pada Jaenudin, “Kamu itu sudah terlambat, terus banyak tingkah juga. Kalau ada orang sedang berbicara di depan, harus?”

“Harus?” Jae mengulang pertanyaan Pak Santoso.

“Harus di kasih minum! Ya, harus mendengarkan!”

Gio mengulum senyumnya. Ia tahu bahwa tubuh Jae sedang menegang saat ini.

“Bocah, kok, sulit kalau di kasih tau!” Pak Santoso berlalu.

“Ngelawak dia,” cibir Jae lirih. Memutar bola matanya.

***

“Apes banget, mau sekolah malah jadi babu. Padahal kita bayar, Yo!” Jae mengeluh sambil menyapu lantai ruang guru. Untung lah ruangan guru ini sedang kosong, karena tahu akan di bersihkan, maka para guru menunggu di ruangan lain terlebih dahulu. Jadi Jae bisa bebas mengumpat.

“Tinggal lakuin aja apa susahnya, Ja.”

“Bukan gitu, masalahnya kita itu pelajar Yo. Masa pelajar merangkap jadi babu? Kan, melanggar Undang-Undang. gue harus demo, minta keadilan bagi para siswa,” Jae menggebu-gebu, ia tetap tidak terima. Gio berdecak, menggelengkan kepala.

Undang-Undang apa, coba? Dasar gila!

“Ya udah, lo protes gih! Dari pada ngebacot di sini,” balas Gio kesal karena sahabatnya itu terus menerus berbicara, membuat kepalanya pusing.

Selesai Jae menyapu, Gio segera mengepel ruangan itu. Di mulai dari dalam, bergerak mundur hingga sampai pada bingkai pintu keluar-masuk. Sementara itu, Jae berdiri di depan ruang guru, bersandar pada temboknya.

Terdengar derap langkah mendekati keberadaan Gio dan jae yang baru menyelesaikan tugas negaranya. Itu Pak Kodir, kepala sekolah, bersama dua orang yang asing. Wanita berusia 40 tahun dan seorang gadis sebaya mereka dengan seragam sekolah lengkap.

“Mari bu, silahkan masuk,” ucap pak Kodir pada wanita yang bersama gadis itu. Gio meringis, lantai yang baru ia pel akan kotor kembali.

“Permisi, sorry ya gue injek lantainya,” ujar tengil gadis itu. berjalan dari belakang mengikuti Pak kodir dan Wanita itu.

Mata Gio memicing, ia sedikit kesal karena nada gadis itu terkesan menyindir. Berbeda dengan Jae yang malah menganga, takjub. Gadis itu memang cantik. Rambut? Sebahu, agak pirang alami. Tinggi? Termasuk tinggi untuk seorang gadis. Kulit? Mulus berwarna putih pucat.

“Cantik banget yo, sumpah! Udah kayak artis Korea!” Seru Jae, berdecak kagum.

“Lebay, lo! Iler lo jangan netes juga, jijik gue!”

***

Gio saat ini sudah duduk di bangkunya. Menatap Bu Meli, guru Matematika yang sedang berbusa menjelaskan. Jae yang duduk di depannya, malah sibuk menggoda Dona, gadis yang ia taksir selama lebih dari satu tahun.

Sejurus kemudian, Pak Kodir dan seorang gadis masuk ke dalam kelas. Atensi semua siswa beserta Bu Meli beralih pada dua sosok itu. Termasuk Gio, yang menatap tak suka sosok gadis di depannya itu.

“Anak baru, Bu. Silahkan di eksekusi,” canda Pak Kodir. Bu Meli tertawa canggug. Kepala Sekolah yang aneh. Bu meli mengangguk. Pak Kodir pamit, segera balik kanan.

“Silahkan perkenalkan namanya,” titah Bu Meli pada gadis itu.

“Perkenalkan, Nama saya Topan Julia Rizfi. Saya pindahan dari SMA Angkasa 2. Terima kasih.”

Bu Meli segera menyuruh Topan untuk mencari bangku kosong. Topan menatap berkeliling, mencari bangku kosong yang bisa ia tempati. Tatapannya terkunci ketika meihat satu bangku kosong itu. Ia berjalan, segera merapat.

“Ketemu lagi deh, ngomong-ngomong, lo ada bakat kayaknya jadi tukang pel, bersih banget!” Cibir Topan. Mengulum senyumnya. Cowok di sebelahnya acuh, tak mendengarkan. Dia Gio.

“Oh iya, gue Topan,” Topan mengulurkan tangannya.

“Udah tau,” balas cowok itu datar.

“Ya, terus nama lo siapa?”

“Atau jangan-jangan lo nggak punya nama? OMG!!” Topan sok-sok-an kaget. Tangannya menutup mulutnya yang menganga.

“Lo bisa diem, nggak?”

“Padahal gue cuma nanya nama.”

Gio menoleh, menatap Topan tajam. Ia tidak suka jika ada yang mengganggunya, apa lagi di tengah jam pelajaran seperti ini. Jangankan Topan, Jae saja sahabatnya ia suruh pindah karena sering berisik. Tapi hari ini bangku kosong di sebelahnya malah membuat kesialan bagi Gio. Ia harus sebangku dengan gadis berisik seperti Topan sekarang.

“Kalau lo nggak bisa diem, mending lo jauh-jauh dari gue!”

Topan meringis. Tatapan Gio yang dingin membuat darah topan serasa berhenti mengalir. Topan menghela nafas.

“Galak banget, sih! Pantesan duduknya sendiri, orang modelnya kayak begini,” gumam Topan sembari mengeluarkan bukunya dari dalam tas.

“Ngomong apa, lo? nggak usah bisik-bisik!”

Topan tersentak, ternyata ucapannya yang lirih masih terdengar, “eng-enggak kok, gue mau nulis ini,” Topan berkilah. Gio malah berdecak.

“Gue Jae, cowok tertampan seantero sekolah ini,” Jae tiba-tiba memutar badannya, mengulurkan tangannya pada Topan. Topan tersenyum kikuk.

Siapa juga yang nanya nama lo?

Suara Jae yang terlalu kencang membuat sebuah kapur melayang pada kepalanya. Jae kontan meringis. Mengusap kepalanya.

“Jaenudin!!! Mau saya yang menjelaskan atau kamu yang menjelaskan? Biar saya yang duduk disitu,” Bu Meli berseru kesal. Matanya melotot. Beliau tidak suka jika ada muridnya yang tidak sopan dalam kelasnya.

“Ibu aja, saya orangnya gampang gugup, Bu,” jawab Jae sekenanya.

Kelas kontan bergemuruh. Seluruh siswa malah tertawa. Ada juga yang meneriaki Jae.

“DIAM SEMUANYA!!!”

Kelas kembali hening. Seluruh siswa dibuat bungkam oleh teriakan maut Bu Meli.

Gio kembali fokus pada papan tulis, lalu mencatat apa yang di tulis oleh Bu Meli. Sementara itu, gadis di sampingnya mencondongkan badannya kedepan, melirik dada sebelah kiri Gio, guna mencari tahu nama cowok galak di sampingnya.

“Gio Arr ... iyy ... an, oh Gio Arriyyan,” Topan terbata-bata, lirih membaca name tag di dada sebelah kiri Gio. Topan mengangkat wajahnya, ia sedikit tersentak ketika mendapati Gio yang sudah menangkap basah kegiatannya itu.

“Lo ngapain, sih? Pecicilan banget jadi cewek!” Gio ketus. Topan tersenyum kikuk, menggaruk kepalanya yang tak gatal.

“Salah lo nggak mau nyebutin nama. Jadi ya gue cari tau sendiri,” balas Topan tenang, membenarkan lagi duduknya.

“Dasar angin nggak jelas!” Cibir Gio.

“EMANG LO BISA HIDUP TANPA ANGIN??” tak sengaja Topan berteriak. Ia segera menutup mulutnya dengan kedua telapak tangannya. Seluruh pasang mata siswa beserta Bu Meli menatapnya saat ini.

“CIEEEEEEEEE!!!” Kelas kembali bergemuruh.

“ADA YANG LAGI BELAJAR HIDUP BARENG NIH,” salah satu siswa berteriak. Membuat gelak tawa kembali membuncah.

“DIAM!!!” Bu Meli berseru, “Topan, kalau kamu mau pedekate sama Gio, jangan di waktu KBM!!!” Lanjut Bu Meli kemudian.

Wajah Topan memerah, “Enggak Bu, siapa juga yang mau pedekate sama cowok galak kayak dia!!”

Sorak-sorai seluruh siswa kembali membuncah. Gio mengusap wajahnya. Mimpi apa dia semalam sampai harus bertemu dengan gadis seperti Topan?

***

Adalah tempat paling istimewa bagi seluruh siswa SMA Kencana, yaitu kantin, yang sudah sesak oleh semua siswa. Setiap mejapun sudah di penuhi siswa-siswa yang kelaparan. Makan sambil berbincang dengan teman. Tertawa riang canda.

“Nih makanan lo,” Jae menaruh piring berisi batagor di atas meja, itu milik Gio. Sementara jae lebih memilih bakso untuk mengisi perutnya kali ini. Jae segera duduk, berhadapan dengan Gio.

“Eh yo, Topan jangan lo galakin, sayang. Harusnya cewek cantik kayak gitu tuh di sayangin dengan tulus.” Jae sok dramatis.

“Lo aja sana, gue nggak minat.”

“Gue udah ada Dona, nggak mungkin gue berpaling,” jawab Jae sok bijak.

Gio yang sibuk menyuap batagor ke mulutnya segera menghentikan aktifitasnya. Ia menatap Jae kali ini, meremehkan, “mohon maaf, ‘udah ada Dona’? bukannya di tolak mentah-mentah terus, ya?”

Jae kontan tersedak, ia segera menenggak es tehnya hingga habis seperempat, “lo bukannya doain teman yang baik-baik malah ngehina!! Sialan!!”

Bagaimana tidak, dari sepuluh eksekusi menembak, semuanya di tolak. Nggak ada satupun yang berakkhir dengan jawaban “iya”, atau paling sedikitnya anggukan. Mungkin karena wajah Jae yang di bawah Rata-rata kali, ya? Berbeda dengan Gio yang memiliki wajah tampan dan perawakan yang cukup bagus.

“Hai kalian!!” Seorang gadis memotong pembicaraan Gio dan Jae. Pasang mata mereka segera menatap gadis itu, Topan.

“Boleh ikut gabung, nggak?” Tanya Topan, tangannya memegang kotak makanan.

“Boleh dong. Sini gabung Pan!” Jae mengiyakan, tertawa lebar. Gio mendengus. Mau apa lagi gadis cerewet ini?

Topan segera duduk di samping Gio. Membuka kotak makanan yang ia bawa tadi. Dua potong roti dengan selai kacang. Ia sama sekali tidak memperdulilkan Gio yang risih atas kehadirannya itu.

“Lo emang suka bawa bekal ya, Pan?” Jae bertanya dengan mulutnya yang masih di penuhi bakso. Kebayangkan kedengarannya kayak apa?

Topan mengangguk, “nyokap gue yang bawain terus. Biar sehat katanya,” jawabnya polos.

“Udah berisik, manja juga ternyata,” sahut Gio meremehkan. Sepertinya cowok itu benar-benar kesal dengan Topan. Topan menoleh, menatap Gio tajam.

“Heh! Mau gue berisik kek, manja kek, emang masalah buat lo?”

“Banget!!”

“Ya udah, derita lo. Emang gue pikirin?” Topan kembali fokus pada makanannya. Sementara Jae menundukan kepalanya karena penghuni kantin memperhatikan mereka saat ini. Suara mereka berdua cukup keras.

“Sinting!!!”

“Biarin gue sinting!”

“Gila!!”

“Yang penting gue cantik!”

Gio berdecak. Nggak ada gunanya berdebat dengan gadis gila macam Topan, hanya menghabiskan energi saja. Gio memilih diam sekarang.

Sejurus kemudian, empat orang cowok menghampiri mereka dengan wajah yang merah padam, marah.

“EH TAI, BERANI-BERANINYA LO MUKULIN ADIK GUE!!!” Tanpa ba-bi-bu, salah satu dari cowok itu menendang perut Gio. Gio jatuh tersungkur.
Diubah oleh pemujaseblac 06-02-2023 06:27
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
344
0
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.7KAnggota
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.