Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Refleksi Sederhana Tradisi Membaca Dan Diskusi Di Kalangan Mahasiswa

cyber.police707Avatar border
TS
cyber.police707
Refleksi Sederhana Tradisi Membaca Dan Diskusi Di Kalangan Mahasiswa
Pernahkah Anda nongkrong di sebuah kafe? Bila pernah, pernahkah Anda memperhatikan sekeliling? Kira-kira, pernahkah Anda menemukan orang yang sedang membaca buku atau minimal di mejanya tergeletak buku? Baik. Pertanyaan ini mungkin bisa memberikan gambaran kasar seberapa “tinggi” daya membaca masyarakat di wilayah itu.


Pertanyaan selanjutnya masih sama, hanya saya geser tempatnya. Pernahkah Anda nongkrong di kantin atau taman sebuah universitas? Bila pernah, kira-kira adakah orang, atau tepatnya mahasiswa, yang sedang membaca buku atau minimal di sampingnya tergeletak buku sejauh Anda amati? Bila iya, itu wajar dan biasa saja. Bila tidak, bukankah ini bahaya, krisis, dan darurat?

Saya pernah mendapat tanggapan, “memangnya membaca cuma harus dari buku? Hari gini udah modern, zaman digital!”. Benar, saya setuju. Tapi benarkah kita memiliki kemampuan memilih dan memilah “bahan bacaan” yang dapat dipertanggungjawabkan?—itupun bila memang benar gawai yang digunakan 7/24 jam itu ditujukkan untuk membaca.




Baca Buku gan Biar pinter


Perdebatan bahan bacaan konvensional (buku cetak) dan bahan bacaan digital (e-book) bisa kita bahas lain kali. Persoalannya bukan itu, tetapi adakah tradisi membaca masih hidup di masyarakat kita, khususnya di kalangan mahasiswa yang memiliki tanggung jawab sebagai “spesies” yang diharapkan jauh lebih cerdas dari yang bukan mahasiswa?

Bila perguruan tinggi, yang isinya dihuni oleh masyarakat akademis, tidak lagi akrab dengan tradisi membaca, lantas apa yang diharapkan dari masyarakat umum? Dengan ini saya tidak bermaksud merendahkan masyarakat umum sebagai manusia yang kecerdasannya ada di bawah mahasiswa—toh tidak sedikit masyarakat umum yang justru jadi pioneer dari ruang-ruang alternatif yang justru erat dengan tradisi intelektual dan progresif. Namun permasalahannya adalah, kenapa mahasiswa sendiri tidak demikian?

Kritik ini mungkin akan ditepis oleh sebagian (kecil) mahasiswa yang memang tidak termasuk ke dalam kategori yang saya maksud sebelumnya, tetapi apabila komposisi mahasiswa yang masih menjaga tradisi membaca kurang dari 5% dari keseluruhan, apakah proses emansipasi masyarakat yang termarjinalkan menjadi mungkin? Saya pesimis.

Dari ketidakakraban mahasiswa dengan tradisi membaca, kemudian muncul sebuah asumsi imajinatif dalam kepala saya bahwa dewasa ini mahasiswa dan masyarakat umum tidak berbeda sama sekali, kecuali bahwa mahasiswa itu punya jas almamater dan ka-te-em. Perasaan cemas juga hadir dalam diri saya ketika banyak bermunculan program yang berbau literasi tetapi letupannya tidak lebih dari sekadar program aksidental, yang tidak memiliki konsistensi, keseriusan substantif, dan visi emansipatoris yang aktual.

Selain para mahasiswa memerlukan pertalian erat dengan tradisi membaca, mereka juga perlu menindaklanjuti bahan bacaan (red: wacana) tersebut ke ruang publik. Bagaimana semestinya perbendaharaan pengetahuan itu dikebumikan kepada masyarakat umum, untuk kemudian menjadi pemandu dalam melihat cakrawala problematika hidup. Ini mungkin klise, tetapi hal ini perlu didengungkan ulang, dengan lebih nyaring!

Selengkapnya disini gan
Polling
0 suara
Suka Pada Baca Buku Enggak?
0
515
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.1KThread83.4KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.