• Beranda
  • ...
  • Buku
  • Skandinavia: Negara Paling Tidak Religius, tetapi Paling Sejahtera

cangkeman.netAvatar border
TS
cangkeman.net
Skandinavia: Negara Paling Tidak Religius, tetapi Paling Sejahtera


Cangkeman.net - Sebagai orang yang sering nganggur, berselancar di media sosial adalah pilihan yang paling sering saya lakukan. Khususnya di twitter. Selain dapat memantau perkembangan seputar dunia yang brengsek ini, acapkali beranda twitter juga menyajikan hal-hal yang berguna.

Misal, kadang saya menemukan postingan buku-buku yang berada di luar radar daftar buku yang akan saya beli. Ini yang saya alami bulan lalu ketika melihat postingan dari Kang Maman di twitter tentang buku bersampul merah ini beserta kutipan dahsyat yang ada di dalamnya.

Dari sana, saya langsung tertarik untuk membeli dan membacanya. Apalagi judul buku ini memang cukup “nendang”. Setidaknya bagi saya.

Buku dengan judul “Masyarakat Tanpa Tuhan”, merupakan buku terjemahan yang diterbitan oleh penerbit Basabasi dengan 464 halaman dan ditulis oleh Phil. Zuckerman.

Secara keseluruhan, ada 9 bab pada buku ini yang dikemas dan disajikan dengan cukup rapi dan sadis. Semua bab tersebut berisi hasil wawancara terhadap masyarakat Skandinavia, khususnya Denmark dan Swedia yang ditemui oleh penulis.

Premis utama dari buku ini adalah, "Mayoritas negara paling tidak religius merupakan negara-negara paling sejahtera dan sukses di dunia." Sebuah premis yang cukup menarik. Setidaknya bagi saya.

Kalau dari data dan hasil survey, negara-negara Skandinavia adalah negara yang tidak terlalu religius, tapi selalu menempati urutan atas sebagai negara paling bahagia, paling layak ditinggali, paling literasi, dan paling-paling lainnya. Lah, kok isooo?

Mengutip kalimatnya Sir Muhammad Iqbal, kurang lebih begini, “Di Eropa, saya melihat Islam tapi tidak menemukan Muslim. Dan di Mesir (Timur Tengah), saya melihat Muslim tapi tidak melihat Islam.”

Dalam asumsi saya, Eropa yang dimaksud blio adalah Skandinavia, karena di sana menerapkan masyarakatnya memiliki budaya untuk melakukan hal-hal baik dalam kehidupan, persis seperti ajaran sebuah agama. Dalam hal ini adalah Islam.

Masyarakat Skandinavia memang cukup membuat kagum banyak orang, khususnya saya. Ya, gimana, kok bisa ada negara dengan tingkat kesejahteraan paling tinggi, tapi tidak menerapkan pemahaman keagamaan.

Hal tersebut dijelaskan di buku ini, bahwa mayoritas masyarakat Skandinavia adalah kristen, hanya saja sekadar agama formalitas saja tanpa melalui ritual dan keyakinan yang utuh. Mereka memang terkadang pergi ke gereja. Namun, hanya untuk menikah atau menghadiri pernikahan saja. Karena itu, buku ini diberi judul “Masyarakat Tanpa Tuhan”, bukan “Masyarakat Tanpa Agama”.

Buku ini selain membahas hubungan antara agama terhadap kesejahteraan penduduknya, buku ini juga menjelaskan bagaimana pandangan orang yang tidak percaya Tuhan terhadap kematian, serta bagaimana cara mereka memaknai sebuah kehidupan. Ini bab yang cukup menarik bagi saya, karena awalnya saya berpikir kenapa orang yang tidak percaya Tuhan tetap melakukan kebaikan? Bukankah mereka tidak percaya konsep balasan di akhirat?

Awalnya saya mengira kalau buku ini akan membahas konsep masyarakat ideal dengan tanpa Tuhan. Ternyata tidak demikian. Alih-alih mengatakan kalau masyarakat ideal adalah tanpa Tuhan, buku ini lebih mengatakan kalau ada sebuah masyakarat yang sejahtera, dan tidak menerapkan pola kehidupan religius.

Yah, seakan-akan buku ini ingin mengatakan kalau masyarakat ideal itu bukan dipengaruhi oleh ber-Tuhan atau tidak, melainkan disebabkan oleh budaya dan filosofi yang dianut oleh masyarakatnya.

Salah satu kutipan yang menarik bagi saya adalah, “Saat hidup menjadi sulit, orang-orang beralih ke agama untuk mendapat kenyamanan”. Terlepas dari setuju atau tidak dengan isi buku, tapi sudut pandang tersebut sungguh cukup membuat saya geleng-geleng, ngangguk-ngangguk, sampai cengar-cengir.

Mengutip Alm. Buya Syafii Maarif, “Kalau iblis menulis buku, pasti akan saya baca juga.” Karena membaca sebuah pandangan memang bukan berarti setuju akan pandangan tersebut.

Yah, benar-benar definisi sebuah buku yang bagus. Terjemahannya juga mantaps. Bacalah! Setidaknya biar nggak gampang kagetan kalau ada orang yang pemikirannya yang berbeda dengan kita. Dan tentu saja, biar pas ditanya dedek Maba, rekomendasi buku bacaan nggak cuma Madilog saja.

Satu lagi, jangan beli buku bajakan!

Tulisan ini ditulis oleh Afiqul Adib di Cangkeman pada tanggal 28 Agustus 2022.
kopolakAvatar border
kopolak memberi reputasi
-1
928
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
BukuKASKUS Official
7.7KThread4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.