TS
tjapkijang
du du du du
angin yang aku tunggu tiba di depan jendela, memeluk daun dengan jemari yang halus. aroma tanah yang khas, sisa hujan beberapa hari yang tak kunjung pergi, hamparkan sajadah hijau di bibir semesta. senyumku tiada tergambar, tertawa ku diam laksana batu, sudah berapa lama aku menunggu, sudah berapa jauh aku pergi, untuk duduk disini. doa sebelum menutup mata, mensucikan isi kepala sebelum terhina, membasuh peluh penuh keluh nan keruh. pena dan meja, buku dan laku, memerankan sebagai saksi kunci, sedang aku masih sama menjadi tersangka.
di kamarku tiada kasur, apalagi kursi,hanya ada pintu besi, dan tangga yang menjalar ke bumi. hiasan dinding warna merah seperti sirih, menutupi lukisanku merekatkan akar jantungku. lembaran kertas menjadi obat, memaksakan kata untuk berkata, memendam diam semakin diam, biar tangan yang menyambut angin di peluk jendela. semakin tua semakin ..... bergairah, menjarah dunia menjadi pustaka, menyeka airmata, merangkai keranda ...
tbc
di kamarku tiada kasur, apalagi kursi,hanya ada pintu besi, dan tangga yang menjalar ke bumi. hiasan dinding warna merah seperti sirih, menutupi lukisanku merekatkan akar jantungku. lembaran kertas menjadi obat, memaksakan kata untuk berkata, memendam diam semakin diam, biar tangan yang menyambut angin di peluk jendela. semakin tua semakin ..... bergairah, menjarah dunia menjadi pustaka, menyeka airmata, merangkai keranda ...
tbc
dakshibangalore memberi reputasi
1
347
1
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Poetry
6.1KThread•5.8KAnggota
Urutkan
Terlama
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru