fadw.crtvAvatar border
TS
fadw.crtv
[COC CLBK] Yang Melingkar di Jari Manismu
Konten Sensitif

source



Spoiler for Note:




/* Pertemuan */



Wanita itu beranjak berdiri dari duduknya saat seorang pria menghampirinya. Senyumnya pun ikut terpancar untuk menyambut pria dengan pakaian formal yang rapi itu.


“Selamat siang, aku Andi,” ucap pria itu sambil menawarkan tangannya untuk bersalaman.


“Aku Nita.” Tangan kedua orang itu pun saling berjabat. “Silahkan duduk, Pak Andi.”


Sambil menuju duduknya, Andi berucap, “Jangan panggil ‘Pak’, saya masih kepala dua, kok.”


“Oh, begitu, tapi tidak apa-apa?”


“Di luar kantor jangan terlalu formal,” jawabnya sambil tertawa kecil.


Setelah pelayan kafe mengambil pesanan, mereka berdua pun sibuk dengan persiapannya masing-masing. Andi mengambil dan mempersiapkan laptopnya, sedangkan Nita mengambil berkas dokumen dari dalam tasnya.


Nita melihat lembaran dokumen ditangannya sambil mencuri pandang ke arah wajah Andi. Dia seolah tak asing dengan wajah itu, tetapi dia tak tahu kapan dan dimana dia pernah bertemu dengannya. Entahlah, mungkin juga itu perasaannya.


Begitu pun Andi, dia mencuri pandang ke arah Nita, tetapi dia hanya berani melihat tangan Nita yang tengah menggenggam berkas-berkas yang cukup tebal. Hanya itu yang menarik perhatiannya.


“Jadi bagaimana?” ucap Andi memulai pertemuan hari itu.


Nita pun memberikan beberapa lembar dokumen dari tangannya, sebagian lagi masih dia pegang. “Jadi seperti ini, Mas...”


Nita mempresentasikan dari a sampai z, dari lembar ke lembar. Andi sesekali menatap ke arah Nita, sesekali pula melihat dokumen yang dia letakan di atas meja, tak jarang, tangannya menari di atas papan ketik laptopnya mengetikan hal-hal penting.


Di tengah-tengah percakapan mereka, pelayan datang membawakan pesanan. Hanya dua cangkir kopi tanpa cemilan. Kini aktivitas mereka diselingi meminum dari cangkir masing-masing.


“Kalau seperti itu sepertinya kurang, harus sedikit ada yang diubah, Mbak,” ucap Andi tatkala ada sesuatu yang kurang tepat.


Nita hanya bisa menulis di memo kecilnya agar tak lupa. Sesekali pula Nita memberikan saran jika ada hal kecil yang masih bisa ditoleril. Hari berjalan seperti biasa di kafe itu.



/* Coffee break*/



Di tengah tugas yang mereka emban, tak jarang obrolan ringan pun terselip. Mulai dari hal pekerjaan biasa, sampai hal-hal pribadi yang masih bisa dibagikan.


“Oh, kamu asalnya dari kota A, ya? Aku juga pernah waktu kecil tinggal di sana,” ucap Andi setelah mendengar jawaban dari pertanyaan yang dilontarkan sebelumnya.


“Iya, aku waktu kecil juga pernah punya temen, sih, namanya Andi juga,” ucap Nita tertawa kecil seolah membayangkan kembali potongan-potongan kenangan di masa kecilnya.


“Lalu sekarang kabar dia bagaimana?”


“Entahlah, Mas. Kami cuma sering bertemu selama setengah tahunan sampai dia pergi ke kota lain.”


Tarian jari Andi seolah terhenti. Dia menatap ke Nita, bibirnya seolah ingin berucap, tetapi terhenti saat dia menatap ke satu titik yang mengurungkan niatnya.


“Ka-kamu kangen sama dia?” tanya Andi.


“Kadang iya, tapi kalau dipikir-pikir, kalau kangen juga mau apa aku tidak tahu. Kalau ketemu pun aku enggak terpikir mau bagaimana.” Tatapan Nita mengarah ke langit-langit, seolah membayangkan kenangannya dulu.


“Kamu suka?” tanya Andi setengah bercanda.


Nita menatap Andi sambil tertawa malu. Setelahnya dia berucap, “Kami kenal waktu masih kecil, loh, Mas. Kalau suka, ya, bukan yang suka kaya orang dewasa.”


Andi lanjut kembali mengetikan sesuatu di laptopnya dan Nita meminum seteguk kopi dari cangkirnya.


Di satu sisi, Andi ingin memastikan dua hal, tapi di sisi lain, dia takut akan merusak sesuatu yang dia tak yakin itu apa.



/* Sepotong kenangan */



Andi menengok ke arah jam tangannya yang menunjukan pukul 12.08 siang. Pekerjaan mereka saat itu telah usai, tetapi masih akan berlanjut selepas mereka kembali ke kantor masing-masing tempat mereka bekerja.


“Bagaimana? Mau lanjut makan siang atau kita akhiri pertemuan kali ini?” tanya Andi sambil membereskan perlengkapannya di atas meja.


“Kalau kamu mau akhiri, ya, sudah, Mas,” ucap Nita membalikan penawarannya.


“Aku jadi teringat seorang wanita dulu yang pernah aku kenal.”


“Pacar?”


“Bukan, teman biasa.”


“Lalu?”


“Setiap aku menawarkan sesuatu, dia pasti menjawab dengan sama persis seperti kamu tadi,” ucap Andi dilanjutkan dengan senyumannya. “Misalnya saat aku tawari makanan, ‘kalau kamu mau makanan, ya, sudah, buat kamu.’ jawabnya begitu.”


Nita tersenyum, dia pun merasakan hal yang sama.


“Aku tahu itu artinya dia mau tapi tanpa bilang mau.”


“Kenapa bisa mengartikan seperti itu?”


“Karena saat aku mengikuti keinginannya, pasti mukanya langsung cemberut.” Tawa Andi menyambut pelan.


Senyum dari wajah Nita seolah menyepelekan sambil matanya melirik ke arah kiri.


"Kamu yakin?” ucap Nita menantang.


“Yakin. Kalau begitu, kita akhiri, ya, pertemuan ini.”


Dengan spontan dan tanpa sadar, ekspresi kecewa dari wajah Nita pun terpancar. Andi pun tertawa, tawanya memelan, hingga dia diam. “Kamu?”



Quote:




/* Hari itu */



“Aku mau pergi jauh, Ta,” ucap bocah laki-laki kecil kepada seorang gadis kecil.


“Kamu mau pergi kemana?,” tanya gadis itu sambil menahan perasaan sedihnya. Wajah cengengnya tak bisa disembunyikannya.


“Aku juga enggak tahu, tapi kata mama, aku mau pergi ke tempat aku yang dulu, sebelum aku pindah ke sini.”


“Terus nanti aku main sama siapa?”


Bocah itu menggeleng tanda tak tahu. Dia pun tersenyum, kemudian dengan polosnya berucap, “Mungkin aku akan kembali ke sini nanti, sama seperti aku datang ke sini kemarin.”


“Janji?”


“Janji.”


Wajah gadis itu berubah menjadi wajah Nita dewasa yang sekarang tengah berada dalam pandangan Andi.


“Kamu tak berubah, ya, Nit.”


“Kenapa?”


“Masih sama-sama cengeng seperti dulu,” ucap Andi yang dibalas pukulan oleh Nita.


Mereka kini telah duduk bersampingan, tak lagi berhadapan. Entah mengapa Nita tiba-tiba saja pindah dan memeluk Andi selepas Andi memastikan satu dari dua hal yang menjadi pertanyaannya.


“Selepas kamu pergi, aku menunggu kamu, loh.”


“Sampai kapan?”


“Sampai hari ini.”


Andi menghela napas seolah merasakan beratnya sesuatu yang dirasakan oleh Nita.


Lambaian tangan gadis kecil itu seolah membayangi pikiran Andi, tangan kecil yang semakin jauh semakin mengecil dan hilang, tangan kecil yang kini telah tumbuh dewasa dan menggenggam tangannya.


“Kamu yakin tidak apa-apa sedekat ini?” tanya Andi sedikit khawatir.


“Memang kenapa? Kamu keberatan?” tanya Nita kembali.


“Aku takut.”


“Takut kenapa? Aku seolah jadi anak kecil lagi hari ini,” ucap Nita bercanda.


Andi tidak berucap apapun, dia hanya mengangkat tangannya yang digenggam Nita, sembari membalikkannya, membuat tangan Nita menjadi di atas.


"Kenapa?” tanya Nita tak paham.


Andi hanya menunjuk satu jari Nita, jari di mana ada sesuatu yang tak ada di jari yang lainnya.



/* Yang melingkar di jari manismu */



Sebuah mobil minibus berwarna hitam mengepulkan asap dari knalpotnya di depan sebuah rumah. Bagasi belakangnya penuh oleh barang-barang, pintu belakang samping kanannya terbuka.


Seorang gadis kecil tengah berdiri dengan wajah sendunya sambil memeluk sebuah boneka. Tatapannya mengarah ke mobil itu.


“Andi cepat, ayo, kamu lagi ngapain, sih?” teriak ibu Andi yang terdengar oleh gadis itu.


Seorang pria dewasa yang baru dilihat gadis itu pun keluar dari dalam rumah dan masuk ke dalam mobil itu, masuk tepat di pintu kemudi.


Tak lama berselang, Andi keluar dan digandeng ibunya. Dia terlihat menarik lengan ibunya lalu membisikan sesuatu ke telinga ibunya yang sudah merendahkan badannya. Wanita itu pun melepaskan pegangannya dan membiarkan bocah laki-laki itu berlari ke arah gadis yang masih berdiri mematung.


Tepat di hadapannya, Andi lalu meraih dan menarik tangan gadis itu. Dia lalu merogoh kantong sakunya dan menaruh apa yang dia genggam di atas telapak tangan yang terbuka.


“Ini apa?” ucap gadis itu.


“Kata ibuku, ini yang mengikat ibu dan ayahku saat mereka sedang jauh.”


Gadis itu melihat benda berbentuk lingkaran berwarna emas di atas telapak tangannya.


“Kamu jangan khawatir, ya, nanti aku bakal kembali ke sini.” Andi pun berlari ke arah mobil, masuk dari pintu yang terbuka dan mobil itu pun pergi selepas pintu tertutup sempurna.


Gadis itu pun mengambil benda yang ada di tangannya, melihat di antara lubang, membolak-balikannya, sampai dia mencoba memasangkan benda tersebut ke jari tangannya.


Tangan dengan cincin di jari manis itu pun diangkatnya. Dibolak-balinya telapak tangan itu hingga kini berubah menjadi tangan gadis dewasa.


“Ini? Cincin ini maksud kamu?” tanya Nita pada Andi atas satu hal terakhir yang ingin dia pastikan.


Andi mengangguk, seraya berkata, “Itu cincin nikah, kan? Kamu sudah nikah, sudah punya suami, apa tidak takut?”


Nita tertawa lepas, seolah menertawakan sebuah gurauan.


“Ini cincin pemberian dari seorang anak laki-laki yang berjanji untuk kembali. Dia memberi ini untuk mengikat aku dan dia,” ucapnya sambil mencoba menahan tawa. “Kamu lupa?”


Andi hanya mengangguk.


Dengan senyum, wajah memerah malu, Nita memaksakan untuk berkata, “Kamu mau mencoba memulai kembali sesuatu yang pernah kamu ikat, namun sempat terputus?”
/***/


bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
4
574
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.