Mbahjoyo911
TS
Mbahjoyo911 
Cahaya di Persimpangan

Satu Tujuan Pulang




Matanya menatap nanar pada sebidang tanah kosong di hadapannya. Tubuhnya bergetar hebat, segala emosi muncul menyeruak. Di tanah kosong itulah dulunya berdiri sebuah rumah megah, rumah orang tuanya. Sudah dua belas tahun Handry meninggalkan rumah itu.  Kini rumah itu sudah tidak ada lagi.

Kelebatan-kelebatan kenangan masa kecil berlalu-lalang di kepalanya. Memang dulu dia dilahirkan dan dibesarkan disitu, banyak kenangan tercipta  di rumah itu. Tapi kini semua musnah, tinggal tanah kosong ditumbuhi semak belukar.

"Dimana kedua orang tuaku dan adikku satu-satunya? Dimana mereka tinggal? Apakah mereka baik-baik saja?"

Berbagai pertanyaan berkecamuk di kepalanya. Sepanjang perjalanan menuju bekas rumahnya, semua warga yang berpapasan dengannya langsung pergi secepatnya. Mereka masih mengenalinya dan sangat takut padanya, hingga tidak ada yang bisa ditanyai tentang keberadaan keluarganya.

Akan tetapi dia sadar, semua itu adalah kesalahannya sendiri, Handry telah menghancurkan hidupnya, kebahagiaannya,  juga  orang-orang terdekatnya. Emosi meluruh, tergantikan penyesalan teramat dalam. Dia jatuh terduduk, menjelepok di tanah. Ingatannya menerawang jauh ….

Dulu keluarganya sangat disegani di kampung ini. Ayahnya adalah pensiunan polisi, dan dia sendiri pun mengikuti jejak ayahnya sebagai polisi. Handry adalah seorang polisi yang sangat tangguh, jago beladiri, baik memakai senjata ataupun tangan kosong. Dia lihai dalam penggunaan segala jenis senjata api. Ditambah otaknya yang sangat cerdik itu mampu memecahkan kasus yang sulit sekalipun. 

Pangkat terakhirnya sudah lumayan tinggi di Kesatuan Anti Narkoba, bahkan di kasus terakhir, karena keberhasilannya mengungkap kasus besar, dia akan diangkat jadi kepala satuan anti narkoba. Tapi semua hancur dalam satu malam saja.

"Seharusnya aku tidak pernah menyentuh barang haram itu ...."

Hembusan napasnya terasa sangat berat. Dia masih ingat dengan jelas. Dua belas tahun lalu, dia sudah memecahkan satu kasus besar narkoba, dan karena itu dia dipromosikan naik pangkat sebagai kepala di satuannya. Tapi entah apa yang ada di pikirannya saat itu, kesehariannya yang terus bergelut dengan narkoba membuatnya tergoda untuk mencicipi.

Saat dia menyerahkan barang haram itu ke Bagian Barang Bukti, otaknya dirasuki bisikan iblis, dia mengambil sedikit sabu-sabu itu untuk dirinya sendiri. Tapi ternyata rekannya mengetahui ini, rekannya mengancam akan melaporkan pada atasan. Tentu karirnya akan hancur saat itu juga. Sehingga bisikan iblis kembali bergema di kepala.

Dengan penuh emosi setan, dia menikam rekannya bertubi-tubi hingga meninggal seketika. Justru saat itulah teman kerjanya yang lain muncul dan memergoki perbuatannya. Maka dia pun mengubah satu target menjadi dua. Malam itu, dua nyawa melayang karena ingin menutupi kejahatannya. Orang yang dulunya sangat baik berubah jadi pembunuh berdarah dingin.

Pengadilan memvonisnya dengan hukuman penjara dua puluh tahun, ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut penjara seumur hidup. Selama menjalani pengasingannya, dia benar-benar bertobat, belajar agama secara lebih mendalam. Dan karena kelakuan baiknya, maka masa hukuman terus berkurang, hingga dia bisa bebas  remisi dalam waktu dua belas tahun saja.

"Setan tidak bisa disalahkan …," gumamnya. "Aku sendirilah yang salah karena mau saja mengikuti bujukan setan ...."

Lalu mendadak satu bayangan gadis manis berjilbab muncul di kepalanya. Intan Ratna, cinta pertama dan terakhirnya, gadis yang dia pacari sejak masih SMA. Handry berniat menikahinya setelah kenaikan pangkat terakhir, dulu. Tapi dia sendiri yang menghancurkan impiannya. Saat ini cuma tinggal sesal menggunung yang menyesakkan dada.

"Bagaimana kabar dia sekarang? Mungkin sudah menikah dan punya anak ... semoga hidupnya bahagia selalu," gumam Handry dalam sesalnya.

Walaupun di penjara dia sudah bertobat dan bertekad akan selalu berbuat baik, tapi menurutnya itu belumlah cukup untuk menebus kesalahannya pada semua orang. Handry harus menemui mereka satu persatu untuk meminta maaf. Apapun tanggapan mereka, Handry harus menerimanya dengan lapang.

Hari berganti remang petang, tak terasa maghrib pun menjelang. Sudah dua jam dia berada di tempat itu. Tidak ada tempat yang bisa dia tuju, Handry tidak punya keluarga di sini. Jadi dia pun beranjak menuju ke masjid kampung, menjalankan ibadah Maghrib.

Bahkan saat sampai di depan masjid, Handry masih menunggu baris-baris terdepan terisi penuh, dia tidak mau kehadirannya membuyarkan kekhusyukan orang lain yang juga beribadah di masjid itu. Handry menempati baris terakhir, bahkan tidak mau melihat ke sekeliling agar tidak menakuti yang lain.

Selesai ibadah, Handri lanjut berdzikir sampai waktu ibadah berikutnya, jadi sekalian saja dia beribadah isya juga. Dia tidak tau apa yang harus dia lakukan setelah ini. Mungkin dia akan bermalam di masjid ini, itupun kalau diizinkan. Tidak disadarinya kalau masjid itu telah sepi, sampai salah satu jamaah mendekatinya.

"Nak Handry kan? Benar, ini nak Handry ..?"

Handry tegakkan kepala, dan dia sangat terkejut begitu melihat orang yang menyapanya. Handry mengenalinya sebagai Haji Ruslan. Orang terpandang dan dituakan di kampung ini, sekaligus ayah dari Intan Ratna, mantan calon mertuanya!

"Eh.. Pak Haji … iya, saya, Handry …." Kepalanya menunduk kembali seakan sudah tidak punya muka lagi.

"Apa kabar? Kapan keluar?" tanya Haji Ruslan.

"Alhamdulillah, baik, Pak ... baru tadi siang keluar …," jawab Handry.

"Cepat juga ya ... belum sampai dua puluh tahun …," kata Haji Ruslan.

"Iya Pak, dua belas tahun ... dapat pengurangan masa tahanan karena berkelakuan baik …," jawab Handry.

"Oiya? Alhamdulillah, kalau begitu …."

"Ada yang ingin saya tanyakan, Pak …," sambung Handry.

"Soal apa?" Pak Haji balik bertanya.

"Soal taubat …," lanjut Handry. "Selepas dari penjara, saya memutuskan untuk bertaubat dan berbuat baik. Tapi melihat tanggapan warga sini, saya jadi ragu, apakah pembunuh seperti saya ini masih diterima taubatnya ...?"

Pak Haji tersenyum.  "Yang berhak memutuskan diterima atau tidak itu cuma Tuhan, warga itu cuma manusia ... dan selama ruh masih ada di dalam tubuh, maka Allah akan menerima taubat dan memaafkan umat-Nya ...."

"Tapi dosa saya sangat besar, Pak ... belum lagi kesalahan pada banyak orang …," Sampai saat itu Handry masih menunduk dalam.

"Allah itu Maha Pengampun, insya Allah taubat pasti diterima …," kata Haji Ruslan. "Nak Handry, sudah taubat nasuha?" 

"Sudah, Pak ... waktu di penjara, dibawah bimbingan ustad yang khusus buat napi. Saya sudah mengucap dua kalimat syahadat, saya bahkan banyak belajar dan memperdalam ilmu agama ...."

"Alhamdulillah ... kalau begitu sudah tidak ada masalah, 'kan ... teruskan saja ibadahmu dan tentunya, orang yang bertaubat tidak akan kembali ke jalan yang salah lagi …."

"Saya ini banyak dosanya, Pak ... saya orang jahat …," kata Handry.

"Saya yakin, nak Handry bukan orang jahat …," kata pak Haji. "Nak Handry cuma sedang goyah, dan disitulah setan memanfaatkannya ... ini juga merupakan ujian buat nak Handry …."


Mereka ngobrol sampai larut malam. Handry mau bertanya soal Intan Ratna, tapi dia sudah tidak punya nyali lagi, kesalahannya terlalu besar untuk sekedar menanyakannya. Handry juga menanyakan soal keluarganya. Melalui  keterangan Haji Ruslan, Handry pun tahu kalaau keluarganya telah pindah ke rumah kakek-neneknya. Hingga saatnya Pak Haji harus pulang. Dia bahkan menemui pengurus masjid dan meminta agar Handry diperbolehkan bermalam di masjid.


---ooOoo---



Selama beberapa hari itu Handry bermalam di masjid. Kesehariannya cuam beribadah dan membantu membersihkan dan merawat masjid, meskipun sampai saat itu bapak pengurus masjid masih takut-takut padanya. Handry hidup dari sisa-sisa tabungannya di bank dulu sebelum dia masuk ke penjara.

Tapi lama-lama tabungannya akan habis juga, mau nggak mau Handry harus mencari pekerjaan. Akan tetapi siapa orang yang mau menerima seorang residivis sebagai karyawan? Hal ini tampak mustahil bagi Handry.

Lalu dia teringat Haji Ruslan. Selama di kampung ini, Handry cuma berbicara dengan pengurus masjid dan Pak Haji Ruslan. Handry tau, Pak Haji adalah orang yang kaya raya dan memiliki banyak usaha. Bahkan beliau memiliki perkebunan kelapa dan tebu. Jadi mungkin dia bisa dipekerjakan di perkebunan itu. Maka suatu malam selepas isya, Handry menemui Haji Ruslan sebelum dia pulang dari masjid itu.

"Maaf, Pak ... saya ingin bertanya," kata Handry.

"Soal apa?" tanya pak Haji.

"Tabungan saya menipis, jadi saya butuh pekerjaan ... tapi tentunya tidak ada yang mau menerima residivis seperti saya …," kata Handry. "Kalau diizinkan, apakah di tempat bapak ada lowongan ...."

Paka Haji tampak berpikir sesaat sebelum menjawab. "Nak Handry punya keterampilan apa ...?"

"Saya tidak punya keahlian apa-apa, Pak ... tapi, saya mau kok, kerja apa saja, serabutan, atau buruh perkebunan juga nggak papa …," kata Handry.

Kembali Pak Haji tampak berpikir. "Sebenarnya di kebun tebu masih kekurangan orang ... apa nak Handry, mau?"

"Mau, Pak ... saya mau …!" Secercah harapan muncul bagi Handry.

"Kalau begitu, besok pagi nak Handry langsung ke kebun tebu itu saja, nanti saya akan ada di sana …," jawab Pak Haji.

"Jadi, Bapak menerima saya sebagai karyawan?" tanya Handry masih tak percaya.

"Beberapa hari ini saya melihat kesungguhan nak Handry dalam berhijrah ... saya sangat menghargai kesungguhan orang. Jadi tidak ada salahnya kalau saya memberi kesempatan pada nak Handry …."

"Terima kasih, Pak ... terima kasih banyak …!"


Handry menyalami dan mencium punggung tangan Pak Haji, matanya terasa sangat panas akibat air mata haru yang berusaha mendobrak keluar. Beribu ucapan syukur Handry panjatkan, ternyata masih ada orang sebaik Pak Haji Ruslan.


---ooOoo---



Hari-hari selanjutnya mulailah Handry bekerja di perkebunan tebu milik Haji Ruslan. Semula dia disuruh tinggal di salah satu rumahnya Pak Haji, tapi Handry menolak dan lebih memilih tinggal di gubuk penjagaan  perkebunan tebu. 

Handry merasa kalau kebaikan Pak Haji sudah terlalu banyak, jadi dia tidak berani menerimanya. Selain itu, Handry juga takut kalau nantinya akan  bertemu dengan Intan Ratna, karena Handri sudah tidak punya muka lagi untuk bertemu dengannya. 

Diterima bekerja disitu saja sudah merupakan anugerah baginya, Handry berpikir kalau Allah telah memudahkan jalan hidupnya, hingga rasa syukur tak henti-hentinya dia panjatkan. Tapi ternyata bukan cuma itu saja jalan mudah baginya.

Suatu sore, saat Handry sedang beristirahat di depan gubuk kebun tebu itu, datanglah sebuah motor matic yang dikendarai seorang perempuan berjilbab, perempuan itu sangat manis dan berlesung pipit. Dia adalah Intan Ratna!

Handry cuma berdiri mematung menatap Intan, tak pernah terlintas di pikirannya kalau akhirnya Handry akan bertemu dengan Intan. Saat itu Intan Ratna membawa jatah makanan buat Handry, jatah makanan yang biasanya diantar oleh salah satu pegawai Pak Haji.

"Malah bengong aja .... Kok, sekarang tambah item sih, Mas ...?" sapa Intan dengan ceria.

"Intan? Ke-na-pa ... kenapa kamu bisa sampai di sini?" lidah Handry terasa kelu ketika menyebut nama panggilan buat mantan calon istrinya itu.

"Yee ... kok gitu, nanyanya ...? Nggak boleh ke sini, ya? Yaudah, aku pulang lagi …," tukas Intan sambil berlagak mau pergi.

"Eh ... he-he-he. Bukan gitu ... sini, masuk dulu …," ajak Handry gelagapan.


Mereka pun masuk ke bangunan penjagaan kebun tebu itu. Keduanya duduk bersebelahan, tapi suasana terasa sangat canggung dan kaku. Rasa bersalah Handry terlalu besar untuk memulai sebuah percakapan. Lagi pula, Handry tidak habis pikir, bagaimana Intan bisa bertingkah seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa? Sepuluh menit berlalu dalam hening. Sampai akhirnya Handry memulai bicara ….

"Intan ... maafin aku ya ... aku sudah …."

"Sudahlah, Mas …," potong Intan. "Itu cuma masa lalu …."

"Tapi, aku sudah banyak berbuat kesalahan sama kamu …," kata Handry.

"Mas Handry ... Aku sudah melupakannya ... dan aku sudah memaafkan Mas …," jawab Intan.

"Benarkah …?" Handry tak percaya.

"Kalau aku masih marah, tentu saat ini aku tidak berada di sini …," hibur Intan. "Mas makan dulu aja ... keburu dingin, ntar ...."

"Terima kasih ... hatimu sungguh seluas samudera ...."


Senyum manis Intan Ratna terkembang, terlihat sangat indah di mata Handry. Lalu dia mulai membuka ransum makanan itu dan memakannya. Suasana kembali hening, tidak ada percakapan sama sekali. Bahkan sampai makanan itu habis, mereka masih terdiam. Handry pun merasa dia  lah yang harus mencairkan suasana itu.

"Gimana kabarmu? Baik-baik aja, 'kan ...?" 

"Alhamdulillah, baik ... gimana dengan Mas sendiri..?" Intan balik bertanya.

"Aku juga baik saja …," balas Handry. "Tentunya sekarang kamu sudah berkeluarga, ya ... anakmu sudah berapa?"

"Boro-boro punya anak ... nikah aja belum …!" jawab Intan.

"Lah ... kok ...? Kenapa bisa gitu?" Handry terkejut.

"Setelah sama Mas dulu, berat buatku untuk memulai lagi, rasanya malas untuk bisa sayang sama seseorang …," jawab Intan.

Rasa bersalah kembali menggunung di kepala Handry. "Maafkan aku ... semua ini memang salahku ..."

"Sudah, Mas ... sudah berlalu juga …," hibur Intan. "Aku pulang dulu ... keburu maghrib ...."

"Iya ... makasih banyak, ya … hati-hati di jalan …," ujar Handry. "Apa perlu kuantar?"

"Emangnya, Mas mau?" sahut Intan.

"Ya pasti mau, lah …!" jawab Handry.

Intan tersenyum. "Tidak usah ... aku berani pulang sendiri, kok ...."


Merekapun beranjak keluar bangunan itu. Sekali lagi senyum berlesung pipit itu kembali dilemparkan buat Handry. Senyum yang tiba-tiba saja mampu melelehkan hati Handry yang semula padat membatu akibat tempaan kerasnya kehidupan di penjara. Intan tidak pernah berubah, senyumnya masih menawan, keceriaan selalu bisa menghidupkan suasana. Tapi Handry masih saja dipenuhi rasa bersalah.


---ooOoo---



Sejak sore itu, hampir tiap hari, Intan, lah, yang membawakan ransum makanan buat Handry. Jadi hampir setiap hari mereka bertemu, dan senyum lesung pipitnya intan telah membawa suatu kedamaian tersendiri bagi Handry.

Perlahan tapi pasti, rasa cinta Handry pada Intan yang telah dua belas tahun terkubur mulai tumbuh dan berkembang lagi, seakan disiram dengan sejuknya air pegunungan. Handry menyadari itu, tapi dia merasa sangat tidak pantas untuk mencintai Intan lagi, jadi semua rasa itu dia pendam saja dalam-dalam. Hingga beberapa bulan berlalu.

Namun begitu, seiring dengan pertemuan demi pertemuan itu, rasa cinta yang Handry pendam malah makin bertumpuk dan kian menebal saja. Dadanya seolah mau meledak karena menahan semua itu. Hingga akhirnya di suatu sore, saat yang ke sekian puluh kalinya  mereka bertemu, Handry bertekad mengutarakan semuanya pada Intan, apapun resikonya.

"Intan ... aku mau ngomong, tapi sebelumnya aku minta maaf kalau ada yang tidak berkenan di hatimu ...."

"Mas kebanyakan minta maaf nih …!" goda Intan dengan gayanya yang ceria.

"Aku memang banyak salah  .. jadi harus banyak minta maaf …," jawab Handry.

"Ya nggak gitu juga, kaliii …," sahut Intan.

"Kamu tau kalau aku adalah mantan residivis, pembunuh sadis, orang jahat yang sedang berusaha menjadi baik …."

"Mas, ngomong apa sih ...?" sahut Intan. "Aku nggak suka, kalau Mas ngomong kayak gitu …!"

"Iya deh ... maaf …," kata Handry pada akhirnya. "Sejak pertemuan-pertemuan kita akhir-akhir ini, aku merasa ada yang tumbuh dan berkembang kembali di hatiku, rasa cinta dan sayang sama kamu, seperti dulu waktu kita pacaran. Rasa ini jauh lebih hebat dari yang dulu. Sudah beberapa bulan ini aku pendam saja, karena aku merasa tidak pantas. Tapi aku sudah tidak kuat memendamnya lagi, jadi hari ini aku utarakan saja ... dan aku siap menerima apapun jawabanmu ...."

Intan menatap Handry dengan dua bola matanya yang bundar dan bening itu. Beberapa saat berlalu hanya dengan saling pandang. Sementara jantung Handry sudah kebat-kebit tidak karuan, segala kekuatiran muncul tanpa diundang.

"Mas .…" Suara lembut Intan memecah keheningan. "Mantan orang jahat itu jauh lebih baik dari mantan orang baik, apalagi Mas selalu berusaha keras untuk menjadi orang baik. Jadi hilangkan rasa rendah diri Mas ... jangan pernah mengungkit masa lalu Mas yang kelam ...."

"Jadi …." Kata-kata Handry terhenti di ujung.

"Aku sudah bilang kalau dari dulu aku sudah memaafkan Mas ... apakah Mas tidak tahu, kenapa setelah dua belas tahun kita berpisah, aku tidak juga mencari pendamping lagi ...?"

"Karena kamu takut terluka lagi …?" Jawab Handry.

"Tidak, bukan itu. Karena aku masih menunggu Mas …," kata Intan dengan mantap. "Dulu aku sudah berjanji pada diri sendiri, aku akan menunggu mas selama dua puluh tahun, sampai Mas keluar dari penjara. Tapi baru dua belas tahun, Mas sudah keluar ... itu adalah suatu berkah bagiku. Karena dari dulu rasa sayangku ke Mas Handry tidak pernah berubah ...."


Handry terdiam kelu, jantungnya seakan berhenti sesaat. Jawaban Intan ternyata berbeda seratus delapan puluh derajat dari yang dia pikirkan. Tubuhnya terasa menggeletar hebat oleh rasa yang campur aduk, menggelegak dahsyat di seluruh urat syaraf dan pembuluh darahnya.

"Jadi ... jadi-kamu- menerimaku, Intan …?" 

"Iya, Mas ... aku menerimamu dengan hati, jiwa dan raga yang masih utuh seperti dua belas tahun yang lalu ...."

"Terima kasih,  Intan … terima kasih banyak ... Alhamdulillah …!"

"Aku juga berterima kasih sama Mas, akhirnya Mas mengungkapkannya juga …," jawab Intan.


Handry meraih tangan Intan dan menggenggamnya dengan erat, dua pasang tangan menggeletar hebat. Air mata yang selama ini Handry tahan, seketika jebol saat itu juga. Pelukaan hangat tercipta oleh dua raga yang terpisah sangat lama, diiringi tangis keharuan. Handry seakan bisa mendengar untaian bait-bait puisi menggema dalam benaknya ….

Quote:



Lima menit mereka tenggelam dalam pelukan, seakan menumpahkan segala kerinduan yang terpendam selama dua belas tahun. Handry sadar, tidak ada perempuan lain di hatinya selain Intan Ratna, cinta pertama dan terakhirnya. 

"Maaf, sudah membuatmu menunggu sedemikian lama …," kata Handry. "Mulai saat ini, aku tidak akan membiarkanmu menunggu lagi ... aku akan memenuhi janjiku dua belas tahun yang lalu, aku akan menikahimu secepatnya …!" tegas Handry dengan mantap.

Bangunan pos penjagaan kebun itu kembali dipenuhi isak tangis haru, bahagia dan penuh kelegaan. Semua beban telah terangkat begitu saja. Handry seakan telah menemukan sebuah cahaya terang di persimpangan jalan hidupnya untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi.



TAMAT


Diubah oleh Mbahjoyo911 06-07-2022 12:39
fakhrie...cotel79itkgid
itkgid dan 27 lainnya memberi reputasi
26
3.5K
111
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
icon
31.3KThread40.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.