jenakarangAvatar border
TS
jenakarang
SISTEM ZONASI: ADIL MERATA USIA DAPAT SEKOLAH

Pernah punya impian bila semua anak Indonesia bersekolah? Pernah ada cita-citakah ketika putra-putri di Tanah Air kita ini tidak ada yang gagal sekolah? Pernah terbersit asa jika seluruh generasi masa depan negeri kita tercinta ini dapat merasakan jenjang pendidikan dari SD hingga SMA/SMK?


Kalau ada hal itu semua: berarti kita –terutama yang membaca tulisan ini—masih waras. Cara pikirnya ‘sehat’.

Supaya ekspektasi meratanya semua anak Indonesia dapat merasakan pendidikan dari SD sampai SMA, maka disusunlah salah satunya skema zonasi oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Selain juga ada sistem prestasi dan perpindahan.

Nah, dalam sistem zonasi itu kan diatur jelas bahwa calon murid yang lokasi tempat tinggalnya terdekat dengan sekolah dituju bakal diprioritaskan. 

Itu sudah benar. Agar calon murid dari lokasi lain yang jauh rumahnya tidak menumpuk di satu sekolah tertentu. Akibatnya calon murid yang lokasinya dekat dengan sekolah malah kesulitan akses pendidikan.

Selain itu dalam sistem zonasi ternyata diutamakan siapa calon murid umur tertua dulu.

Lhaa kenapa masalah calon murid umur tertua ini diributkan? Sepertinya jadi aneh orang-orang yang heboh dan bersuara bising tersebut.

Bayangkan ketika ada anak Indonesia yang usianya sudah memenuhi kriteria bersekolah tapi belum juga masuk sekolah. Ia tidak bisa membaca, menulis, berhitung. Pikirannya masih diliputi nol pengetahuan. Masih ada anak Indonesia yang waktunya harus bersekolah namun justru tidak tahu apa-apa.

Miris! Begini, coba cerna baik-baik ya, ketika jumlah anak Indonesia yang belum juga bersekolah lebih besar –padahal umurnya sudah sesuai syarat—ketimbang yang masih usianya dalam ambang batas minimal. 

Akhirnya: angka anak Indonesia yang tidak sekolah terus saja membludak! Indonesia tetap bangsa yang tertinggal dalam hal sumber daya manusia (SDM) berpendidikan!

Misalnya saja ada anak tetangga kita usianya telah 10 tahun. Namun ia masih tidak sekolah dasar (SD). Tidak dapat baca, tulis, hitung. Tidak mengerti apa pun. Pikirannya tidak berkembang. Kesehariannya asyik bermain saja.

Itu baru 1 anak. Dapat membayangkan jika fenomena seperti itu terjadi pada jutaan anak Indonesia lainnya? Pada akhirnya Indonesia bertahan dengan predikat: negara dengan angka anak sekolah sangat banyak!

Lagi pula soal zonasi dengan menilik usia calon murid ini tidak sepenuhnya diterapkan pada satu sekolah. Ada batasan juga. Nyatanya calon murid yang umurnya sudah sesuai syarat sekolah dan belum dianggap ‘tua’ tetap mendapat perhatian utama kok...

Tidak pula semua murid di suatu sekolah menerima murid yang umurnya sudah melebihi batas layak sekolah. Bukan begitu juga. Tetap ada persentasenya berapa banyak yang diterima. Prioritas utama masih ke calon murid yang telah memenuhi syarat usia.

Penjelasan sederhananya: ada keadilan. Calon murid yang umurnya sudah melewati ambang batas dapat sekolah, lalu yang belum juga dapat sekolah. Jadi sama-sama merata semua anak Indonesia bisa merasakan jenjang pendidikan.

Dengan begitu semua anak Indonesia ke depannya diharapkan dapat menempuh jenjang pendidikan SD sampai SMA. Sesua amanat konstritusi bahwa semua warga negara Indonesia berhak mendapatkan pengajaran.

Jadi tak perlu protes sana sini. Bila memahami konteks tujuan dan skema aturannya. Bukan asal bersuara saja tetapi sebetulnya kurang memperoleh informasi. Itu namanya: bacot....***


0
171
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Education
EducationKASKUS Official
22.5KThread13.4KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.