Seorang murid D berkonsultasi dengan Gurunya C tentang segala hal.

D : Guru, apa yang perlu saya ketahui tentang takdir ?

C : Mari berkaca kepada Nabi dulu, misal tentang pertahanan : Rasul berdo'a/bertawakal dan berusaha menggunakan bukit dan menggali parit di sekitar madinah untuk bertahan dari serangan musuh. kalau sebagai umat kita?

D : Cukup berdo'a saja, karena berusaha itu hanya dibutuhkan Nabi.

C : Hebat umat jaman sekarang, sekarang tentang militer : Nabi Daud/Sulaiman adalah seorang ahli militer dan suka bertawakal/do'a. kalau kita sebagai umat?

D : Cukup berdo'a saja, karena keahlian militer hanya dibutuhkan Nabi saja.

C : Kalau Nabi Yusuf dalam kesusahan dan sebelumnya didzolimi pun masih mu membantu secara ekonomi dengan mengembangkan pertanian di sebuah negara. Kalau kita ?

D : itu kan hanya masalah mitigasi, Guru. Kita juga bisa dan pernah praktek, walaupun kita tetap import pangan.

C : Jaman dulu pertanian itu temuan teknologi paling canggih di jamannnya. Kalau kita ?

D : Cukup berdo'a saja, karena teknologi canggih hanya dibutuhkan Nabi saja.

C : Muridku satu ini makin hebat saja. Kalau Nabi perlu bertawakal/do'a dan usaha mempunyai takdir yang lebih baik. kalau kita ?

D : Cukup berdo'a saja, karena do'a umat lebih ijabah dari Nabinya. Jadi umat tanpa usahapun takdirnya bakal lebih baik dari Nabinya, berkhusnudzon dong Guruku...!!! 

C : Mosok ???


D : (dalam hati) punya Guru kok sok tahu tentang takdir. Sambil berpamitan