P : Apa yang anda keluhkan sebagai pengusaha dengan omset sebesar itu?

F : Yang aku keluhkan cuman satu, masalah buruh. Jadi setiap mereka protes perlu aku tuduh pakai Komunis, biar masalah jadi berkurang dan lebih teredam.

P : Kalau harta anda terancam pelarian anda kemana?

F : Pelarian pengusaha seperti aku itu Kapitalisme, lebih menyenangkan. Kalau memang terancam dan terpaksa, aku dan hartaku pindah ke negara Kapitalis.

P : (dalam hati) Sudah kuduga.

 

Kemudian P berpamitan, dan melanjutkan wawancaranya dengan Buruh H tentang keluh kesahnya.

P : Apa yang anda keluhkan sebagai buruh dengan gaji yang minim seperti itu?

H : Yang pasti gaji kecil, apalagi? sudah tahu pakai tanya segala. Itu pengusaha kalau ga naikin gaji aku, aku tuduh pakai Kapitalis biar mereka kapok dan emosiku terlampiaskan.

P : Apakah setelah emosi terpiaskan dapat kenaikan gaji?

H : Ga mesti juga

P : Dengan situasi seperti itu pelarian anda biasanya kemana?

H : Pelarian hidup buruh kepepet itu Komunisme, biar bisa berbagi derita. Kalau perlu aku pindah ke negara Komunis biar dapat gaji lebih besar.

 

Setelah berpamitan, P segera mengunjungi seorang pemuka agama A setempat untuk berdiskusi tentang masyarakatnya.

P : Apa yang keluhkan tentang pengusaha dan buruh di lingkungan anda ?

A : Nak, disini tidak ada pengusaha dan buruh.

P : Kenapa bisa begitu ya?

A : Pengusaha kalau sedih larinya ke negara Kapitalis, sedangkan Buruh kalau sedih larinya ke negara Komunis, jadi ga ada pengusaha dan buruh.

P : Tumben larinya mereka kesana, bukan ke pemuka agama?

A : Kasih gaji mereka agak susah dan mahal, jadi kalau kesini aku suruh bikin bom bunuh diri buat mereka sendiri.

P : (dalam hati) Pantesan