ajiqueenAvatar border
TS
ajiqueen
Ayana Part Tiga


Acara pernikahan Dila dengan Adam telah di mulai sejak beberapa jam yang lalu. Akad nikah di ucapkan secara lantang oleh Adam dengan maskimpoi alat sholat beserta dengan uang sebanyak satu juta lima ratus ribu rupiah di tambah dengan lantunan surah ar-rahman.

Raut bahagia jelas terpancar dari kedua belah pihak keluarga. Terlebih lagi kedua pengantin yang saling tertawa bahagia. Melihat sang sahabat yang tengah tertawa bersama dengan sang pasangan membuat Ayana menjadi ikut tersenyum bahagia.

Jodoh, maut, rezeki, kita semua tidak ada yang mengetahuinya. Dari sekian banyaknya lelaki yang di ceritakan oleh Dila, akhirnya kembalinya pada seseorang yang dulu pernah membantunya di saat motor milik Dila sedang mogok di jalan. Pertemuan yang hanya terjadi sekali dan langsung mengharap pada Sang Ilahi untuk menjadi pendamping sehidup dan mati, dunia serta surga.

Ingin rasanya Ayana berada di posisi seperti yang tengah di rasakan oleh Dila. Hampir semua teman yang sebaya dengan Ayana yang berada di desa sudah menikah. Namun ada beberapa juga yang belum menikah lantaran harus bekerja seperti yang kini tengah di alami oleh Ayana.Bedanya, jika teman sebaya Ayana hanya belum menikah hanya lantaran pekerjaan, Ayana belum menikah karena pekerjaan dan juga masa lalu yang masih menghampiri dirinya.

Semua orang saat ini tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ada yang berada di bagian dapur, ada yang bagian menyalami para tamu. Ada yang menghidangkan makanan, ada juga yang bagian berjaga souvenir di bagian depan rumah.Ayana saat ini tengah membantu beberapa ibu-ibu yang sedang mengantarkan makanan ke ruang depan. Sibuknya pekerjaan membuat Ayana tidak terlalu memerhatikan siapa saja yang hadir dalam resepsi tersebut. Hingga pada akhirnya di melihat sosok yang berdiri yang kini juga tengah memandangnya.

Tatapan yang sama. Sama seperti beberapa tahun yang lalu. Tatapan yang mampu membuat hati Ayana kembali berdesir tanpa di minta. Tatapan yang mampu membuat Ayana menjadi bahagia di saat sedang beradu senyum dengannya. Tubuh Ayana berdiri kaku menegang di hadapan lelaki yang berada di hadapannya saat ini. Tanpa sadar, laki-laki tersebut melangkah mendekati Ayana yang saat ini tengah berdiri mematung sembari masih menatap sosok yang berada di depannya dengan tatapan yang nanar.

Jarak Antara mereka berdua mulai menipis. Langkah demi langkah di tapaki oleh sang lelaki tersebut. Semakin dekat jarak mereka berdua, membuat kaki Ayana yang awalnya kaku menjadi melemas bak tanpa tulang. Jantung Ayana berdegub kencang. Berisiknya suara audio yang tengah di putarpun seakan tak mempengaruhi indra pendengaran mereka berdua.

Hanya satu yang mereka pikirkan. Apakah itu dia?

Deg.

Jantung Ayana berdebar begitu cepat seiring dekatnya antara dirinya dengan lelaki didepannya.

"D'ay," panggil lelaki tersebut memastikan.

Seakan terbangun dari lamunannya, Ayana langsung meninggalkan sosok lelaki tersebut. Sosok yang selama ini selalu dia tangisi. Sosok yang selama ini selalu dia rindukan. Sosok yang selama ini selalu berada di tiap lantunan do'anya.

Panggilan serta teriakan dari sang lelaki berusaha tak di dengarkan olehnya. Rasa kecewa, rindu, bahagia semua menyatu menjadi satu. Di tutupnya kedua telinga hingga menuju kamar tidur yang beberapa hari ini telah di tempatinya. Sesak tiba-tiba menyeruak dada. Nafas Ayana tercekat. Bibir tak lagi mampu terucap.

Tes.

Air mata Ayana mulai meluruh membentuk sungai kecil membasahi pipi.

"Kenapa kamu harus datang lagi Kak? Kenapa aku harus bertemu kamu untuk saat ini?" isak Ayana sembari memeluk foto yang berada di dalam ponselnya.

Foto seorang lelaki yang beberapa menit lalu dia temui secara langsung.Semua masih sama, tatapan kerinduan jelas terpancar dari keempat netra dua orang tersebut. Ayana tak bisa mengelak. Dia masih mencintai laki-laki tersebut. Ayana merindukannya. Sangat-sangat merindukannya.

"Kak," panggil Dila sembari mengetuk pintu kamar ayana.

"Aku masuk ya," tambahnya.

"Iya Kak, masuk aja. Nggak aku kunci kok," jawab Ayana serak. Dengan perlahan, Dila yang kini masih memakai baju pengantin mendekati Ayana dan duduk di sampingnya.

"Kenapa di sini Kak? Acaranya belum selesai kan?" tanya Ayana mencoba tersenyum pilu.

"Mana mungkin aku biarin sahabat aku nangis di sini sendirian karena ketemu masa lalu?" gemas Dila sembari menatap manik mata milik Ayana.

"Dih, siapa yang nangis. Aku nggak nangis kok," elak Ayana sembari terkekeh pelan menahan tangis. Dengan gerakan cepat, Dila menarik tubuh Ayana sehingga tubuh mereka berdua kini bertabrakan.

Dila membiarkan Ayana menangis begitu saja di bahu miliknya, tanpa memikirkan bahwa baju yang di kenakan akan berakibat basah akibat dari air mata milik Ayana. Bahu Ayana bergetar hebat. Sehebat rasa rindu yang amat membuncah di relung hatinya.

"Ke ... kenapa dia datang se ... sekarang Kak? Kenapa dia datang? Harusnya aku nggak begini. Seharusnya aku kuat saat aku ketemu sama dia. Kita udah lama nggak ketemu. Ta ... tapi kenapa rasanya sesak saat aku liat dia tadi? Kenapa dadaku sesak? Kenapa hidungku panas? Kenapa mataku perih saat aku liat dia di depanku tadi?" tanya Ayana sembari sesenggukan karena suaranya beradu dengan tangisan yang semakin lama semakin menjadi.

"Aku lemah ... aku nggak kuat Kak," lanjutnya dengan nada yang semakin lirih. Setelah sekian lama, akhirnya Ayana mampu mengeluarkan tangisannya secara leluasa. Segala keluh kesahnya dia utarakan, tanpa tau bahwa di luar kamar ada seseorang yang juga tengah mendengarkan tangisannya.

Dia adalah Harun Ahmadiyah. Seseorang yang selama ini di rindukan oleh Ayana. Seseorang yang kini tengah di tangisi olehnya. Seseorang yang kini juga merasakan sakit saat mendengar suara tangisan milik Ayana. Rasa sesak merasuk ke dalam jantungnya.

Hati Harun terasa remuk redam saat mendengar suara yang sangat tidak di sukai olehnya. Suara tangisan yang dulu pernah di dengar sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk saling berpisah walaupun tidak ada hubungan yang jelas di antara keduanya.

Dan kini, Harun harus lagi mendengar suara tangisan itu. Dan itu semua akibat dari dirinya lagi. Kebahagiaan yang di rasanya beberapa menit yang lalu berubah dalam waktu yang sangat cepat. Kini hanya ada sesak yang menggerogoti dadanya. Dadanya juga ikut sesak saat mendengar suara tangis milik Ayana.

Semuanya masih sama seperti beberapa tahun yang lalu. Rasa mereka berdua masih sama. Hati mereka terasa kosong saat mereka berdua memutuskan untuk berpisah. Hanya sesak yang mereka berdua rasakan. Ingin rasanya mencari pasangan baru untuk melengkapi hidupnya, namun semua kembali pada hatinya. Hati mereka sama-sama menolak.

Setelah di rasa Ayana mulai tenang, Dila harus kembali ke acara resepsinya menemani sang suami yang kini tengah menunggunya. Acara telah berjalan secara normal kembali setelah Dila kembali ke panggung tempat mereka mengadakan resepsi.Semua keluarga Dila juga sudah mengetahui apa yang telah terjadi. Semua maklum, karena sebelumnya Dila telah menjelaskan apa yang akan terjadi jika mengundang Ayana. Dan keluarga Dila-pun juga tidak masalah, karena mereka juga pernah merasakan jatuh cinta.

Tanpa Dila tau, bahwa sebenarnya Harun merupakan salah satu sahabat yang di miliki oleh Adam semasa di Pesantren dahulu. Itulah penyebab Dila tidak mengetahui kenapa Harun bisa datang di acara pernikahannya. Semua terjadi begitu cepat, rentetan kejadian dari awal bertemu hingga berakhirnya hubungan terus berputar-putar di kepala Ayana.

Dengan menguatkan tekad, akhirnya Ayana memutuskan untuk keluar dari kamar tempat dia berada. Beruntunglah Ayana yang tidak mudah membuat matanya menjadi sembab walaupun telah menangis selama semalaman. Hanya saja, mungkin mata dan hidung yang memerah yang di sebabkan oleh tangisan Ayana.

"Astaghfirullah," desah Ayana beristighfar karena mendapati Harun yang berdiri tepat di depan kamarnya.

"Dek," panggil Harun secara lirih. Rasa rindu semakin terasa kuat saat kembali menatap lekat wajah gadisnya. Ayana meremas gaunnya sembari menetralkan hatinya yang merasa sesak.

"Assalamualaikum," salam Ayana setelah beberapa waktu mereka berdiri tanpa suatu yang jelas sembari menundukkan pandangannya.

"Wa'alaikumussalam." Tatapan Harun masih tetap sama. Memandang wajah milik Ayana yang kini semakin cantik dan manis dari beberapa tahun kemarin.

"Bisa kita bicara?" lanjutnya.

"Aku belum siap," jawab Ayana. Tanpa dia sadari, suaranya menjadi tercekat. Tangisnya mulai meluruh kembali tanpa Ayana sendiri sadari apa yang telah terjadi.

"Dek," panggil Harun lagi.
"Maaf," jawab Ayana lagi sembari sesenggukan menahan tangisnya.

"Aku minta maaf."
"Aku belum siap Kak, jangan kayak gini," ujar Ayana meminta pengertian dari Harun.

"Maaf."
"Jangan nangis," tambahnya.

"Aku nggak nangis."

"Aku minta maaf," ujar Harun lirih.
"Jangan begini Kak, aku mohon. Aku belum sanggup. Sakit rasanya melihat kamu lagi setelah sekian lama." Ayana menangkupkan wajahnya menggunakan kedua telapak tangannya.

Ayana lagi-lagi terisak dalam tangisnya.

"Aku mohon pergi Kak," pinta Ayana dengan suara yang tercekat.

"Dek, kasih aku kesempatan untuk berbicara sama kamu. Aku nggak kuat lagi seperti ini.

"Keheningan tercipta, dengan air mata yang masih mengalir Ayana menganggukkan kepalanya secara perlahan.

Rasa sesak yang tadi sempat di rasakan oleh Harun sirna seketika saat melihat Ayana menganggukkan kepalanya, tergantikan dengan senyum tipis yang menghiasi wajah tampan miliknya.

-----o0o-----

Kesempatan itu ada. Hanya saja kamu mau mempergunakannya dengan baik, ataukah kembali menyalahan ego yang berada dalam diri. Perbaiki kesalahanmu, lepaskan egomu, dan gunakan kesempatan tersebut dengan baik. Sebaik kamu tak ingin kehilangan untuk yang kedua kalinya

-----o0o-----
0
229
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to HeartKASKUS Official
21.6KThread27.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.