Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

anus.baswedanAvatar border
TS
anus.baswedan
Konflik Tambang, Media, LSM dan SJW




Tidak semua jurnalis dan awak media besar – notabene rekan seprofesi – menjalankan tugas suci jurnalistiknya. Sebagian dari mereka dengan kesadaran sepenuhnya, menjadi kepanjangan korporasi dan politik lokal, nasional dan global – tentu saja dengan imbalan. Juga dimanfaatkan para politisi dan mafia – untuk mengacak wilayah, negara dan juga mengacak dunia.
Kasus Irak, Libya dan Suriah merupakan contoh paling kasat mata.

Gedung Putih diam diam mengirim awak media untuk “inspeksi lapangan” di Irak terkait rumour pengembangan senjata biologi. Lalu jurnalis senior dari media kredibel Amerika membuat liputan dan siaran langsung serta analisa bernada investigasi, dengan target “memang ada labolatorium biologi”, yang disambut pejabat Gedung Putih, “Saya percaya pada liputan media itu! ”, hingga mereka terus saling “berbalas pantun” – sahut- menyahut – yang muaranya penyerbuan pasukan koalisi ke Irak. Dan negeri itu pun luluh lantak.

Sampai perang berakhir, laboratorium pengembangan senjata biologi tidak ditemukan. Karena memang tidak ada. Tapi Irak, Libya dan Suriah sudah hancur. Porak poranda. Sadam Hussen sudah digantung, Moammar Khadaffi sudah tewas mengenaskan di jalanan.

Di Indonesia dicoba pola dan modus yang sama. Ramai disuarakan “komunis bangkit”, “Cina menjajah”, “ekonomi dikuasai asing dan aseng” – “hutang negara membumbung” – “kader Komunis yang dendam siap merebut negara”, “ulah oligarki” dan seterusnya. Opini terus dibangun bahkan oleh pejabat sekelas jendral.

Pada kenyataannya, sampai panglima TNI meyelesaikan tugasnya dan pensiun, tak ada seorang pun terduga komunis ditangkap. Apalagi diproses.

Karena memang isu gorengan. Isu pepesan kosong.

KONFLIK pertanahan dan tambang di marak tanah air juga bernuansa seperti itu. Sejak sejumlah korporasi global hengkang, tak diperpanjang kontraknya, mafia migas digulung – banyak pejabat lokal yang kehilangan uang sogokan, dari modal ongkang ongkang kaki. Kini mereka membikin rusuh.

Dalam skala kecil para pemainnya bukan hanya kaki tangan bupati atau lawannya, didukung awak media, LSM, dan sosok baru bernama “Sosial Justice Warrior” (SJW) – orang orang cerdas yang galak di media sosial; lantang menghimpun opini dan gigih kampanye.
Di belakang mereka tentulah ada sponsor. Ujung ujungnya minta konsesi, minta bagian, jatah preman dan main peras.

Sebagian awak media, LSM, SJW sama saja kelakuannya. Modusnya: memanfaatkan konflik pertanahan dan pertambangan untuk keuntungan sendiri, jadi organ politisi dan pemodal.

Di Jakarta, sementara itu, para oposan “main bola” dengan melemparkan tendangan ke presiden dan istana. Menyalahkan rezim.

Konflik di desa Wadas, yang sedang viral – terjadi akibat ‘gesekan’ antar warga desa, yang pro dan kontra – atas penolakan proyek Bendungan Bener yang berlokasi di Purworejo, Jawa Tengah. Mereka masih menggunakan pola itu dan kini tengah digoreng sebagai politik nasional.

Dalam setiap serangannya, membidk politik pusat, istana presiden. Karena sasaran oposan dan LSM memang presiden.

Proyek bendungan itu sudah dimulai sejak 2013 dan akan menjadi bendungan tertinggi di Indonesia. Pembangunan bendungan ini akan mengaliri 15.519 hektare lahan sawah petani yang sangat dibutuhkan saat kemarau agar tidak gagal panen dan menjadi sumber pemenuhan air baku bagi masyarakat di Purworejo dan Kulonprogo .

Selain itu, Bendungan Bener akan menjadi pembangkit listrik di Kabupaten Purworejo dengan daya sekitar 6 Mega Watt. Sebagaimana diungkap situs resmi Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak.

Bendungan ini juga diklaim akan mengurangi potensi banjir di Kabupaten Purworejo dan Kabupaten Kulonprogo dengan nilai reduksi banjir 8,73 meter kubik. Pemerintah juga mengklaim bendungan ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar melalui pengembangan pariwisatanya.

Bagi oposan proyek itu harus gagal. Harus mangkrak. Juga bagi mereka yang tidak kebagian. Maka rakyat yang lugu diprovokasi. Dihasut.

LSM dan SJW pun segera memasang corongnya dan teriak: Tindakan represif polisi terhadap masyarakat Wadas dilakukan “secara terencana” – tindakan aparat “membabi buta” dan merupakan bentuk “penyelewengan”. Represif. Sebagiannya sudah hapalan.
Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan apa yang terjadi di Desa Wadas, Jawa Tengah adalah gesekan antara warga yang setuju dan menolak pembangunan proyek pertambangan dan bukan gesekan dengan aparat.

PROKLMATOR Ir. Soekarno – Hatta tidak meminta persetujuan seluruh rakyat ketika memerdekaan Indonesia di Pegangsaan. Hanya para petinggi yang berjuang dan mengerti. Sebagian elite malah jadi kaki tangan Belanda dan Jepang.

Rakyat masih dalam kebingungan ketika Soekarno berhasil merebut Irian Barat. Soeharto juga tidak menanyakan rakyat ketika meluncurkan satelit Palapa.

Tidak semua memahami proyek strategi nasional dan selalu ada yang menghambat, karena tidak memahami – tidak mau mengerti, dan dimanfaatkan oleh para petualang politik, LSM dan kini SJW yang cari makan dengan membuat rusuh.

Mereka asal menentang. Asal protes. Ujung-ujungnya minta bagian. ***

https://www.google.com/amp/redaksiin...an-sjw%3famp=1









yellowmarkerAvatar border
jazzcousticAvatar border
muhamad.hanif.2Avatar border
muhamad.hanif.2 dan 2 lainnya memberi reputasi
3
897
6
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.7KThread41.4KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.