achmadjuan16090Avatar border
TS
achmadjuan16090
SANGGAR CERITA:"GUBUK AJAIB"

PENA SAHABAT KKPK
Gubuk Ajaib
December 18, 2020 By Admin@Kkpk
karya: Cut Najwa Khairan
Mulai hari ini sampai tiga hari ke depan murid-murid SD Kuntum Mekar akan mengikuti kegiatan berkemah yang diadakan oleh sekolah mereka. Semua murid dan guru ikut serta di acara ini. Murid-murid antusias sekali, tidak terkecuali Zia dan dua sahabatnya yaitu Jenny dan Ocha.

“Indah banget pemandangannya, ya,” ujar Zia sambil meletakkan barang-barang bawaannya.

“Kita explore tempat ini, yuk. Kayaknya di dekat sini ada air terjun.”

“Ayo, ayo, ayo!” jawab Ocha penuh semangat.

“Eh! Jangan ke mana-mana, dong, nanti kita tersesat lho. Kita, kan, baru di tempat ini.” Jenny tidak setuju.

“Kalian inget, enggak? Kita pernah hampir ketinggalan rombongan saat field trip ke museum? Gara-gara, kita memisahkan diri dari rombongan untuk explore ruangan lain di museum itu!” kata Jenny mengingatkan teman-temannya.

“Aaah …, tidak apa-apa! Sebentar aja, kok, Jen. Suara airnya, tuh, kedengaran banget. Jadi, enggak mungkin jauh dari sini. Ayolah, Jen …,” ucap Zia sedikit memaksa.

“Setidaknya, kita pamit dulu ke Miss Lena,” kata Jenny.

“Hmmm … kalau Miss Lena tahu, kita enggak akan diizinkan, Jen,” kata Ocha..

Dengan terpaksa, Jenny pun mengikuti kedua sahabatnya itu. Benar saja ada air terjun di sana. Mereka bermain air dan membenam-benamkan kaki. Setelah 10 menit berlalu, tiba-tiba gerimis.

“Waduh, kita harus kembali ke perkemahan, nih!” kata Jenny.

Mereka berlarian menuju perkemahan, tapi hujan turun semakin deras.

“Zia! Ocha! Kita harus berteduh! Lihat, ada gubuk di sana!” teriak Jenny sambil menunjuk ke arah sebuah gubuk tua.

“Assalamu ‘alaikum, ada orang tidak?” panggil Zia sambil mengintip ke dalam gubuk lewat kaca jendela yang sudah berdebu.

“Sepertinya tidak ada orang di dalam,” kata Ocha sambil mencoba membuka gagang pintu. Ternyata pintunya tidak terkunci.

“Ayo coba kita masuk saja dan menunggu hujannya reda di dalam,” kata Ocha. Ketiga sahabat itu segera masuk dan beristirahat. Setelah 1 jam berlalu, hujannya mulai reda.

“Hujan mulai reda, nih! Ayo, kita harus cepat ke perkemahan, nanti Miss Lena cari-cari kita, lho!” kata Jenny.

“Oke, kita balik sekarang, ya,” kata Zia sambil membuka pintu.

“Lho? Kok, hutannya hilang?!” teriak Zia.

“APAAA?!” teriak Jenny dan Ocha bersamaan.

Benar saja, yang ada di hadapan mereka bukan lagi pemandangan hutan yang lebat tetapi sebuah perkotaan yang megah.

“Lho? Kita ada di mana nih? Kok, berubah jadi kota gini hutannya?” tanya Zia agak cemas.

“Iya. kita berada di sebuah taman di kota besar!” kata Ocha.

“Tunggu dulu. Sepertinya aku pernah lihat tempat ini. I … Ini, kan … Milenium Park!”kata Jenny.

“Apa itu Milenium Park?” tanya Zia dan Ocha bersamaan.

“Itu, lho, taman yang terkenal banget di Chicago, Amerika. Nah, bangunan seperti kaca besar itu namanya Cloud Gate.” Jenny menjelaskan.

“Wah, kamu, kok, tahu saja sih, Jen?” tanya Zia.

“Iya, karena aku sudah pernah ke sini, guys,” jelas Jenny lagi. “Om, tante, dan sepupuku tinggal di Amerika, tepatnya di negara bagian Indiana.” Jenny menceritakan.

“Kalau sekarang ini kita sedang berada di Chicago, hanya beberapa menit saja naik kereta ke rumah tanteku,” lanjut Jenny.

Zia dan Ocha hanya mengangguk-angguk.

Lalu tiba-tiba datang security sambil bertanya.

“Hai, Anak-Anak! Kalian sedang apa di sini? Tamannya sedang tutup karena perlu dibersihkan,” kata security itu dalam bahasa inggris.

“Ta … tapi kami …” Jenny mencoba menjelaskan.

“Kalian harus segera keluar dari sini. Taman ini baru buka lagi esok hari.” Security itu memotong kata-kata Jenny.

Tiga sahabat itu saling pandang. Mereka harus kembali ke dalam gubuk supaya bisa pulang ke perkemahan.

Belum sempat mereka lari, security itu sudah menyeret mereka agar segera keluar dari taman.

“Security-nya galak sekali,” sungut Ocha.

“Iya! Gimana kita bisa balik, nih, kalo gini caranya?” Zia menimpali.

Mereka berdua hampir menangis.

“Sepertinya hanya kita yang bisa melihat gubuk itu,” keluh Ocha.

“Tenang, guys, kita harus pantang menyerah supaya kita dapat jalan keluarnya!” Jenny menyemangati teman-temannya.

“Kita harus coba ke rumah tanteku. Siapa tahu, ia bisa menolong kita,” kata Jenny lagi.

“Tapi bagaimana caranya kita ke sana? Uangku ada di tas semua,” tanya Zia.

“Hmmm … di kantongku ada sedikit uang, mungkin cukup kalau kita tukar ke dolar,” jawab Jenny sambil merogoh kantong celananya.

Dan betapa terkejutnya ia ketika melihat uang yang ada di kantongnya telah berubah menjadi uang dolar!

“Wow! Gubuk itu memang benar-benar gubuk ajaib! Guys, lihat! Ini uangku berubah menjadi dolar. Ini, sih, cukup untuk sampai ke rumah tanteku.” Jenny mulai bersemangat.

“Huaaa … syukurlah! Semoga gubuk itu memberikan hal-hal ajaib lainnya sehingga kita bisa pulang.” Ocha pun mulai memiliki harapan.

Zia hanya diam dan mengikuti langkah teman-temannya menuju stasiun kereta api

Di dalam kereta ….

“Jenny, memangnya kapan terakhir kali kamu ke rumah tantemu?” tanya Ocha.

“Hmmm … kira-kira dua tahun yang lalu ketika sepupuku lahir. Aku dan orangtuaku datang untuk melihat bayi tanteku, sekalian berlibur juga,” jawab Jenny.

“Sudah lama juga, ya.” Ocha berkata lagi.

“Iya. Makanya, beberapa hari ini, aku ingiiin sekali bisa kembali ke sini karena aku kangen sepupu-sepupuku,” kata Jenny.

“Apa? Jangan-jangan …” Zia mulai bersuara.

“Jangan-jangan apa, Zia?” sahut Ocha dan Jenny hampir bersamaan.

“Yah, jangan-jangan, karena kamu ingin kembali ke sini, gubuk itu mengabulkannya,” jawab Zia.

“Wah, iya juga, yaaa ….” Mereka bertiga larut dalam pikiran masing-masing.

30 menit kemudian, kereta pun sampai di stasiun tujuan tiga sahabat.

“Akhirnya sampai juga …,” kata Jenny.

“Apakah rumahnya jauh dari sini, Jen?” tanya Zia.

“Lumayan, sih. Tapi, masih bisalah kita berjalan kaki saja. Kita harus menghemat uang, nih, guys,” jawab Jenny.

“Baiklah. Sungguh hari yang melelahkan.” Ocha sudah tampak lelah.

Ketika sedang berjalan, angin bertiup lumayan kencang, membuat para gadis kecil ini menggigil kedinginan.

“Brrr … brrr … kok, dingin banget, ya? Jen, apakah cuaca di sini … brrr … memang selalu seperti ini?” tanya Ocha.

“Brrr … iya. Di sini memang sering angin kencang dan … brrr … dingin!” jawab Jenny.

Setelah 15 menit mereka berjalan, sampailah mereka di sebuah rumah mungil yang terbuat dari kayu mahoni warna putih.

“Wah, rumah tante kamu bagus sekali, Jen,” puji Zia.

“Makanya aku suka ke sini. Lingkungannya juga bersih, kan?” jawab Jenny.

“Tante! Assalamu ‘alaikum! Ini Jenny!”

Jenny menekan bel dan mengetuk pintu berkali-kali, tapi tidak ada jawaban.

“Jangan-jangan tantemu tidak ada di rumah, Jen?” kata Ocha.

“Huaaa … bagaimana ini?” Zia mulai panik lagi.

“Hmmm …” Jenny yang amat tenang mulai berpikir.

“Aha! Aku ingat di mana kuncinya ditaruh kalau tanteku sedang pergi.”

Maka Jenny mengangkat salah satu pot bunga yang ada di teras rumah. Dan rupanya benar! Kunci tersebut ada di bawah pot bunga yang diangkat oleh Jenny tadi.

“Taraaa! Lihat, aku menemukan kuncinya!” kata Jenny sambil menunjukkan kuncinya.

Mereka bertiga sangat lega dan segera masuk ke rumah. Karena kelaparan, mereka mencoba mencari makanan yang ada.

“Guys! Ada sereal dan susu, nih! Lumayan, deh, buat mengisi perut,” kata Ocha.

Mereka segera makan dengan lahapnya. Namun, baru beberapa suapan, tiba-tiba gubrakkk! Terdengar suara yang mengagetkan mereka. Ternyata ada sebuah pohon yang tumbang di depan rumah tante Jenny karena tiupan angin yang makin kencang.

“Waduh! Jangan-jangan akan terjadi tornado!” teriak Ocha

“Apa?!” pekik Zia dan Ocha kompak

“Tenang, rumah tanteku ada ruang bawah tanahnya, kok, untuk berjaga-jaga kalau ada tornado.” Jenny segera menarik kawan-kawannya ke ruang bawah tanah

Dari ruangan itu mereka bisa mendengar betapa menyeramkannya gemuruh angin, yang mulai menerbangkan benda apa saja di luar rumah. Suara jendela, pintu, dan atap bergetar seperti akan terlepas. Terjadi badai menyeramkan yang belum pernah mereka alami sebelumnya.

Zia mulai menangis. “Aku takut, guys ...”

“Tenang, enggak apa-apa, Zia. Semoga kita aman,” hibur Jenny

“Maafin aku, ya, telah menyebabkan kita mengalami ini semua. Ini gara-gara aku memaksa kalian ke air terjun,” tangisan Zia semakin kencang

“Enggak apa-apa, kok, Zia. Aku juga bersalah. Seharusnya aku ingatkan kamu juga agar tidak ke air terjun itu.” Ocha ikut merasa bersalah.

Jenny memeluk kedua sahabatnya.

Tidak lama kemudian, angin kencang itu mulai mereda. Tiga sahabat mulai tenang dan tak sanggup lagi berkata-kata sampai akhirnya mereka tertidur.

Keesokan paginya ….

“Ayo, Teman-Teman! Kita harus kembali ke Millenium Park!” kata Jenny.

“Apa kita tidak menunggu tante kamu dulu, Jenny?” tanya Zia

“Hmmm … Tanteku juga belum jelas kapan pulangnya. Takutnya, semakin lama kita di sini, kita tidak bisa pulang lagi,” jawab Jenny

Zia dan Ocha setuju. Mereka naik kereta api lagi menuju Chicago, dan akhirnya sampai di Millenium Park.

Untung saja tamannya sudah dibuka kembali. Mereka segera menyusuri taman itu dan berusaha mencari gubuk ajaib.

“Kemarin gubuk itu letaknya tepat di depan Cloud Gate,” kata Ocha.

“Nah, itu itu dia gubuknya!” tunjuk Zia.

Dengan penuh semangat mereka berlari ke arah gubuk. Membuka pintu lalu masuk dan berpegangan tangan. Mereka berdoa dalam hati agar mereka bisa kembali ke perkemahan.

Setelah 5 menit berlalu, dengan hati-hati mereka membuka pintu gubuk itu lagi. Begitu terkejutnya mereka ketika melihat pemandangan di depan mereka.

“Apa ini?” teriak Zia.

Jenny dan Ocha ikut kaget.

“Kita sepertinya ada di sebuah padang rumput luas” kata Jenny.

“Jangan-jangan ini di Afrika?!” Ocha menjadi panik. “Karena aku punya keinginan ke Afrika untuk melihat hewan-hewan liar secara langsung.”

“Apa?! Tidaaak …!” Mereka bertiga berteriak

“Kita enggak akan bisa kembali! Huaaa …!” Zia mulai menangis.

“Ssst …, Kawan-Kawan! Jangan ribut! Lihat, di sana ada seekor singa seperti sedang mengamati kita.” Jenny berkata pelan.

Mereka terdiam.

Ketakutan.

Tiba-tiba ….

“Ziaaa …” Terdengar suara yang sangat mereka kenal.

“Ochaaa …,” panggil suara itu lagi.

Mereka serempak menoleh ke arah suara itu.

“Jennyyy …” Kali ini Jenny yang dipanggil.

“Miss Lenaaa …!” teriak mereka bertiga.

Ternyata Miss Lena sedang berdiri di balik jendela gubuk ajaib. Miss Lena membuka pintunya. Zia, Ocha, dan Jenny pun segera berlari masuk lagi ke dalam gubuk. Mereka memeluk Miss Lena erat-erat.

Pintu gubuknya tertutup.

“Apa yang kalian lakukan di sini? Kami sudah satu jam mencari kalian!”

Mereka tidak menjawab dan hanya menangis.

“Ya sudah, sudah, jangan menangis lagi … Ayo, kita kembali ke perkemahan.”

Saat Miss Lena akan membuka pintu gubuk, tiga sahabat itu hanya bisa memejamkan mata dan tambah erat memeluk miss Lena. Mereka takut mereka akan berada di tempat lain lagi.

Pintunya sudah terbuka.

Terdengar suara kicauan burung yang indah dan suara gemuruh air terjun. Pelan-pelan mereka membuka mata, lalu berteriak kegirangan. “Akhirmya kita kembaliii! Terima kasih, Miss Lena!”

Tentu saja Miss Lena tidak mengerti maksud mereka. “Kalian ini kenapa? Ayo cepat kita kembali. Teman-teman sudah menunggu untuk makan siang.”

Ternyata, mereka pergi hanya satu jam, tapi terasa sudah seperti dua hari. Memang benar-benar gubuk yang ajaib
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
341
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.7KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.