Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

4inasalsa656Avatar border
TS
4inasalsa656
GADAI SYARI’AH (RAHN) DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM DAN FIQH MUAMALAH

        Perkenalkan nama saya ‘Aina Salsabiilaa, saya adalah salah satu mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan program studi S1 Manajemen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Malang. Pembuatan  artikel ini dilatarbelakangi oleh adanya tugas tambahan pada mata kuliah Ekonomi Islam yang dibimbing langsung oleh Drs. Adi Prasetyo, M.Si. Ak, CA. Namun, dalam  membuat artikel ini saya juga memiliki tujuan untuk berbagi informasi kepada masyarakat umum atas topik yang saya angkat mengenai Gadai syariah.
A. PENDAHULUAN:
Selama ini,  pegadaian  merupakan alternatif  sekilas lembaga yang memang terlihat sangat membantu dan tentu saja dengan menyuarakan motto “mengatasi masalah tanpa masalah”, lembaga ini berhasil menafsir dan mencitrakan dirinya di mata masyarakat sangat baik; Akan tetapi, disadari atau tidak ternyata dalam prakteknya lembaga ini belum dapat terlepas dari persoalan, dengan berkaca mata pada syari‟at islam, ketika perjanjian gadai ditunaikan terdapat unsur-unsur yang dilarang syariat. hal ini dapat terlihat dari praktek gadai itu sendiri yang menentukan adanya bunga gadai, yang mana pembayarannya dilakukan setiap hari sekali. Dan tentu saja pembayarannya haruslah tepat waktu karena jika terjadi keterlambatan pembayaran, maka bunga gadai akan bertambah menjadi dua kali lipat dari kewajibannya. Bukan hanya riba, ketidak jelasan (gharar) yang secara jelas terdapat kencenderungan merugikan salah pihak, memang hal tidaklah terlalu diperhatikan oleh masyarakat, tetapi ketika mereka terjebak dengan bunga yang membengkak serta ketidak sanggupan untuk membayarnya;
Paradigma pembangunan ekonomi saat ini didominasi system ekonomi konvensional yang berbasis bunga telah menggurita, mewarnai seluruh aspek ekonomi dan keuangan masyarakat, termasuk masyarakat  islam, ekonomi yang berbasis bunga tidak hanya dipraktekkan dalam lembaga ekonomi dan keuangan yang bernama bank tetapi juga mewarnai lembaga ekonomi dan keuangan non bank seperti pegadaian;
Oleh karena itu dibentuklah lembaga keungan yang mandiri yang berdasarkan prinsip syari‟ah. Adapun dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai pegadaian syariah mulai dari pengertian, dasar hukum, rukun, syarat, perbedaan dan persamaan gadai syariah dengan gadai konvensional dan lain-lain
Disini, saya akan menjabarkan satu per satu mengenai definisi, dasar hukum, rukun dan syarat aqad  rahn, persamaan dan perbadaan antara gadai dan rahn, dan batalnya rahn. 
B. DEFINISI DAN PENGERTIAN PEGADAIAN (RAHN):
Secara etimologis, kata rahn berarti ketetapan dan kekekalan, sebagaimana juga berarti penahanan; Dalam istilah hukum positif disebut dengan barang jaminan, agunan dan rungguhan;
Sedangkan secara terminologi Ar-rahn adalah menahan  salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya, dan barang tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperolah jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Jadi ar-Rahn adalah semacam jaminan utang atau lebih dikenal dengan istilah gadai;
Berdasarkan hukum Islam, pegadaian merupakan suatu tanggungan atas utang yang dilakukan apabila pengutang gagal menunaikan kewajibannya dan semua barang yang pantas sebagai barang dagangan dapat dijadikan jaminan. Barang jaminan itu baru boleh dijual/dihargai apabila dalam waktu yang disetujui kedua belah pihak, utang tidak dapat dilunasi oleh pihak yang berutang. Oleh sebab itu, hak pemberi piutang hanya terkait dengan barang jaminan, apabila orang yang berutang tidak mampu melunasi utangnya;
Secara syar’i; Menurut pandangan fiqh rahn (gadai) ialah menjadikan barang  menjadi jaminan atas utang, artinya menjadikan barang sebagai garansi yang akan dijual untuk dipakai pembayaran ketika gagal membayar hutang tersebut. Dalam fiqh, dikenal dua istilah rahn (gadai) yaitu:
1. Rahn Ju’li: ialah aqad gadai yang menjadikan barang rahn sebagai jaminan atas utang;
2. Rahn Syar’i: ialah rahn yang berkaitan dengan harta warisan, seperti orang meninggal yang meninggalkan utang yang belum dibayar, maka harta warisan orang tersebut secara hukum menjadi jaminan untuk melunasi utang-utangnya, sehingga ahli waris tidak diperbolehkan mempergunakan untuk kepentingan lain termasuk untuk membaginya; Gadai Syariah (Ar-Rahn) merupakan aqad perjanjian antara pihak pemberi pinjaman dengan pihak yang meminjam uang. Hal ini dimaksudkan untukmemberikan ketenangan bagi pemilik uang atau jaminan keamanan uang yang dipinjam. Oleh karena itu, gadai pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan utang piutang yang murni dan berfungsi sosial, sehingga dalam berbagai literatur fikih muamalah akad ini merupakan akad tabarru‟ (aqad derma) yang tidak mewajibkan imbalan. Praktik gadai ini telah ada sejak zaman Rasulullah Saw. Dan beliau sendiri pun pernah melakukannya.
B. DASAR HUKUM PEGADAIAN SYARI’AH:
Di Indonesia terdapat 2 (dua) lembaga pegadaian yaitu pegadaian konvensional dan pegadaian syari‟ah, dalam  artikel  ini yang di bahas adalah pegadaian syari‟ah;                                                    Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syari‟ah, maka landasan konsep pegadaian syari‟ah juga mengacu kepada syari‟at Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi Saw. Adapun landasan yang dipakai adalah:
1. Quran Surat Al Baqarah : 283                                                                                                               
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
2. Hadist:
Nabi Bersabda: Tunggangan (kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggung biayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat diperah susunya dengan menanggung biayanya. Bagi yang menggunakan kendaraan dan memerah susu wajib menyediakan biaya perawatan dan pemeliharaan (HR Jamaah, kecuali Muslim dan An Nasai)
Para ulama (Jumhur Ulama) tidak pernah mempertentangkan kebolehan gadai/rahn;  yang menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn diperbolehkan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Ketentuan Umum:
a. Murtahin (penerima barang) mempunya hak untuk menahan marhun (barang) sampai semua utang rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi;.
b. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin, pada prinsipnya marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali seizin rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatannya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan perawatannya;
c. Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban rahin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban rahin;
d. Besar biaya administrasi dan penyimpanan marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman;
e. Penjualan marhun:
1) Apabila jatuh tempo, murtahin harus memperingatkan rahin untuk segera melunasi utangnya;
2) Apabila rahin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhun dijual paksa/dieksekusi;
3) Hasil Penjualan Marhun digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan;
4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban rahin;
2. Ketentuan Penutup:
a. Jika salah satu pihak tidak dapat menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbritase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah;
b. Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari terdapat kekeliruan akan diubah dan disempurnakan sebagai mana mestinya;

D. RUKUN DAN SYARAT AQAD RAHN:
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah (KHES) Adapun rukun aqad  rahn terdiri:
1. Orang yang menggadaikan (Rahin);
2. Barang yang digadaikan (Marhun);
3. Orang yang menerima gadai (Murtahin);
4. Utang (Harga) dan
5. Perjanjian (Aqad);
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari‟ah (KHES) perjanjian (aqad) tersebut boleh secara lisan, tulisan atau isyarat;
Dalam Fiqhi Sunnah adapun syarat aqad rahn ialah:
1. Berakal;
2. Baligh;
3. Keberadaan barang yang digadaikan saat aqad, meskipun merupakan barang milik persekutuan;
4. Diterimanya barang oleh penggadai atau wakilnya;
Dalam pelaksanaannya, gadai (rahn) mempunyai aqad yang bermacam-macam yaitu:
1. Rahn ‘Iqar/Rasmi (Rahn Takmini/Rahn Tasjily):
Merupakan bentuk gadai, dimana barang yang digadaikan hanya dipindahkan kepemilikannya, namun barangnya sendiri masih tetap dikuasai dan dipergunakan oleh pemberi gadai;
2. Rahn Hiyazi
Bentuk Rahn Hiyazi inilah yang sangat mirip dengan konsep gadai baik dalam hukum adat maupun dalam hukum positif, jadi berbeda dengan Rahn „Iqar yang hanya menyerahkan hak kepemilikan atas barang, maka pada Rahn Hiyazi tersebut, barangnya pun dikuasai oleh Kreditur

Jadi, prinsip pokok dari Rahn adalah:
1. Kepemilikan atas barang yang digadaikan tidak beralih selama masa gadai;
2. Kepemilikan baru beralih pada saat terjadinya wanprestasi pengembalian dana yang diterima oleh pemilik barang. Pada saat itu, penerima gadai berhak untuk menjual barang yang digadaikan  berdasarkan kuasa yang sebelumnya pernah diberikan oleh pemilik barang;
3. Penerima gadai tidak boleh mengambil manfaat dari barang yang digadaikan, kecuali atas seijin dari pemilik barang. Dalam hal demikian, maka penerima gadai berkewajiban menanggung biaya penitipan/penyimpanan dan biaya pemeliharaan atas barang yang digadaikan tersebut;
E. PERSAMAAN DAN PERBEDAAN ANTARA GADAI DENGAN RAHN:
Persamaan dan perbedaan antara gadai dengan rahn sebagai berikut:
1. Hak gadai berlaku atas pinjaman uang;
2. Adanya agunan sebagai jaminan utang;
3. Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan;
4. Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh pemberi gadai;
5. Apabila batas waktu pinjaman uang telah habis, barang yang
6. digadaikan boleh dijual atau dilelang;
Perbedaan:
1. Rahn dalam hukum Islam dilakukan atas dasar tolong menolong tanpa
2. mencari untung;
3. Rahn berlaku untuk barang bergerak maupun tidak bergerak;
4. Rahn tidak ada bunga;
5. Rahn dapat dilakukan tanpa lembaga;
F. BATALNYA PENGGADAIAN/RAHN:
Dalam Piqhus Sunnah disebutkan batalnya Penggadaian apabila gadaian kembali ketangan penggadai dengan kehendak penggadai tersebut;
0
965
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Perencanaan Keuangan
Perencanaan KeuanganKASKUS Official
9.1KThread5.8KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.