- Beranda
- Stories from the Heart
WARKOP MBAK NDUT : Satu Warkop Berjuta Cerita
...
TS
indri507
WARKOP MBAK NDUT : Satu Warkop Berjuta Cerita
Spoiler for :
WARKOP MBAK NDUT :
Satu Warkop Berjuta Cerita
Satu Warkop Berjuta Cerita
pic : pinterest
Part 1 : Pelanggan Istimewa
Pagi itu, seperti biasanya, setelah menyelesaikan segala tetek bengek pekerjaan rumah tangga dirumah, aku bergegas menuju ke arah warung kecil yang berjarak tak begitu jauh dari rumahku. Sebuah warung kopi kecil di pinggir jalanan kampung yang tak begitu ramai, tempatku sehari hari mengais rezeki untuk sekedar menambah penghasilan suamiku.
Jam tujuh pagi kurang lebih, akupun sampai di warung itu. Buka rolling door, beres sana beres sini, bersih bersih, dan menyiapkan segala sesuatu yang kuperlukan, termasuk menyiapkan semua dagangan yang akan kujual, sudah menjadi rutinitasku di setiap pagi.
Satu dua pelanggan mulai datang, untuk sekedar menikmati secangkir kopi dan cemilan sebelum mereka memulai aktifitasnya di hari itu. Rata rata mereka adalah pelanggan tetapku, para driver ojol, karyawan pengrajin pintu dan kusen kayu yang berada diseberang jalan warungku, juga para mahasiswa mahasiswi yang banyak ngekost di perkampungan belakang warungku.
Harusnya aku senang, sepagi itu sudah ada pelanggan. Namun entah mengapa, ada rasa yang sedikit mengganjal di hatiku. Beberapa kali aku melirik ke arah jalanan depan warungku, lalu di lain waktu kulirik jam yang menempel di dinding warungku. Sudah jam sembilan lewat. Biasanya....
"Kenapa to Mbak? Pagi pagi begini kok kelihatannya sudah resah gitu?" pertanyaan yang diajukan oleh Mas Parlan, salah satu driver ojol yang sering mangkal di warungku, sukses membuyarkan lamunanku.
"Ah, enggak kok Mas," sahutku sambil berusaha menutupi rasa terkejutku. "Cuma ini lho, perasaan beberapa hari ini kok aku nggak lihat Nek Sumbi (bukan nama yang sebenarnya)ya?"
"Oh, Nek Sumbi toh?" sahut, Mas Rehan, driver ojol juga, sambil mencomot sepotong pisang goreng dan menggigitnya. "Iya. Perasaan sudah beberapa hari ini aku juga nggak lihat tuh."
"Makanya itu Mas," ujarku. "Padahal biasanya jam segini dia sudah datang buat ngeteh disini."
Ya. Nenek atau Nek Sumbi, adalah 'pelanggan' setia di warungku. Aku bilang pelanggan dalam tanda kutip, karena nenek yang satu ini adalah pelanggan yang istimewa bagiku.
Nek Sumbi, adalah seorang (maaf) ODGJ yang sering berkeliaran disekitar lingkungan tempat tinggalku. Usianya sudah sangat tua, mungkin sekitaran 60-an tahun. Penampilannya, yach, tak perlu kujelaskan secara mendetail, agan dan sista pasti bisa membayangkan penampilan sosok orang seperti beliau ini seperti apa.
Dan, semenjak pertama kali aku membuka warung kopi di kampung ini, Nek Sumbi sudah menjadi pelanggan setiaku. Hampir setiap pagi, kisaran jam jam delapan sampai jam sembilanan gitu, Nek Sumbi selalu datang ke warungku, minta segelas teh manis anget dan dua potong gorengan. Hanya dua potong, tak pernah kurang dan tak pernah lebih. Dan selalu gorengan, tak mau makanan yang lain. Aku ingat betul, dia paling suka tahu isi. Itu kalau ada, kalau belum ada, gorengan apapun juga dia mau. Yang penting gorengan, dan jumlahnya dua biji.
Caranya memintapun sedikit unik. Tak langsung serta merta datang dan minta, tapi terlebih dahulu menunggu sampai ada pelanggan di warungku. Kalau sekiranya ia melihat belum ada pelanggan di warungku, ia akan menunggu, duduk di depan gerbang rumah kosong yang berada di seberang jalan. Dan kalau sudah kuberi segelas teh dan dua potong gorengan, ia juga akan membawanya ke depan gerbang rumah kosong itu dan menikmatinya disana, tak pernah dimakan dan diminum di dalam warungku, seolah takut mengganggu para pelangganku. Setelah habispun, ia akan mengembalikan gelas dan piring kecil ke warungku, sambil tersenyum seolah mengucapkan terimakasih.
Hal seperti itu sudah cukup lama terjadi, dan para pelangganku juga sepertinya sama sekali tak merasa terganggu dengan kebiasaanku memberi teh dan gorengan kepada nenek itu, karena mereka tau, aku selalu menggunakan gelas dan piring khusus yang memang telah kusiapkan untuk Nek Sumbi.
Tak heran, setelah beberapa hari ini aku tak melihat kehadiran Nek Sumbi, hatiku merasa sedikit resah, seolah ada sesuatu yang hilang dari hidupku. Hati kecilku mengatakan bahwa ada sesuatu...., ah, Nek Sumbi, dimanapun engkau berada saat ini, mudah mudahan kau dalam keadaan baik baik saja.
Sampai malam menjelang, dan aku menutup warungku, rasa resah yang kurasakan belum juga hilang. Namun rasa resah itu sedikit sirna, saat sekilas, waktu aku diboncengkan oleh suamiku yang selalu setia menjemputku setelah ia pulang kerja, aku melihat sekelebatan bayangan yang melintas dan berbelok masuk ke gang kecil yang menuju ke arah rumahku. Aku hafal betul, itu adalah sosok Nek Sumbi. Maka akupun meminta suamiku untuk sedikit menambah kecepatan motornya.
Namun sayang, saat motor yang dikendarai oleh suamiku itu berbelok masuk ke gang, sosok Nek Sumbi ternyata sudah tak kelihatan lagi. Sedikit mengherankan, karena gang menuju ke arah rumahku itu lurus saja, tak ada belokan, dan tak ada gang gang lain yang bersimpangan. Hanya lurus hingga tembus ke jalan raya beberapa puluh meter di depan sana. Cara berjalan Nek Sumbi juga tak terlalu cepat. Mustahil kalau ia bisa menghilang secepat itu.
Ah, mungkin aku salah lihat, batinku waktu itu. Akupun tak mau membahasnya dengan suamiku yang kelihatannya sudah sangat lelah setelah seharian bekerja. Sampai dirumah aku langsung beberes, lalu istirahat.
Sampai beberapa hari, sosok Nek Sumbi tak kunjung muncul juga. Akupun semakin resah. Perasaan tak enak, bahwa telah terjadi sesuatu hal yang buruk terhadap Nek Sumbi, semakin jelas. Apalagi sudah beberapa kali, setiap malam saat pulang dari warung, aku seperti melihat sosok Nek Sumbi ini entah itu sedang berjalan atau duduk duduk di pinggir jalan. Hanya sekilas, dan saat kuperjelas pandanganku, sosok itu sudah menghilang.
Hingga pada suatu hari, rasa resahku itu terjawab sudah. Saat itu hari Minggu, seperti biasa suamiku yang libur kerja mengantarku ke pasar untuk berbelanja kebutuhan warungku. Saat melintas didepan sebuah kebun kosong yang dipenuhi oleh pepohonan liar, kulihat banyak orang berkerumun disana.
Karena penasaran, aku meminta suamiku untuk menepikan motornya dan bertanya kepada salah seorang yang berkerumun itu. Dan, betapa terkejutnya aku saat orang itu menjawab bahwa baru saja ditemukan mayat yang hampir membusuk di kebun kosong itu. Dan mayat itu adalah mayat Nek Sumbi.
Air matakupun tak mampu kubendung lagi. Rasa sakit yang teramat sangat kurasakan didalam hatiku. Rupanya ini yang membuatku resah beberapa hari belakangan ini. Nek Sumbi, dia telah pergi, bahkan tanpa sempat pamit kepadaku.
Sempat aku memaksa untuk melihat jasad itu, namun suamiku yang melihat aku mulai histeris menahanku. Hingga polisi tiba dan membawa jasad Nek Sumbi, aku tak punya kesempatan untuk melihat jasad nenek itu untuk terakhir kalinya.
Kini, tak ada lagi pelanggan istimewaku. Tak ada lagi pelanggan yang setiap pagi selalu minta segelas teh manis hangat dan dua potong gorengan ke warungku. Dan gelas serta piring khusus yang selama ini digunakan oleh Nek Sumbi, sampai saat ini masih kusimpan di warungku, untuk mengenang seorang pelanggan istimewa yang kini telah pergi.
Selamat jalan Nek Sumbi, semoga engkau telah menemukan kebahagiaan di alam sana, dan disini, aku, cucumu ini, akan selalu mengenang dan mendoakanmu.
*****
kulipriok dan 51 lainnya memberi reputasi
52
6.3K
135
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.2KThread•46.3KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya