rani640Avatar border
TS
rani640
Filsafat Islam
Oleh : Ilham Imansyah Utama, May rani,Suhardi.S.Pdi,MA
Mahasiswa dan mahasiswi IAIDU Asahan Fakultas Tarbiyah Prodi PAI-A Reguler semester

PENDAHULUAN

Filsafat islam merupakan filsafat yang seluruh cendikiawannya adalah muslim.

PEMBAHASAN

1.Tokoh Filsafat Al-Kindi

a. Biografi Al-Kindi
Al kindi, yang memiliki nama lengkap Abu Yusuf Ya’qub Ibn Ishaq Ibn Sabbah Ibn Imran ibn Isma’il al-Ash’ats bin Qais al-Kindi ( 185/801-206/873) adalah filsuf muslim pertama. Nama al-kindi dinisbatkan pada salah satu suku besar Arab pra-Islam, yakni Kindah. Kakeknya, al-Ash’ats bin Qais, adalah seorang muslim dan bahkan dianggap sebagai sahabat nabi, sementara ayahnya, Ishaq as-Sabbah, adalah Emir Kufah ketika Daulah Abbasiyah diperintah oleh mahdi. Tidak ada informasi yang pasti mengenai kapan al-Kindi dilahirkan. Para ahli memperkirakan bahwa ia lahir pada 185 H/801 M, sekitar satu dasawarsa sebelum khalifah Harun Rasyid meninggal. Al-kindi lahir pada puncak kemajuan intelektual dan sosial politik Bani Abbasiyah. Pada masa itu, buku-buku ilmu pengetahuan sangat mudah didapat dan Bait al-Hikmah berperan sebagai pusat kegiatan penerjemahan. Antusiasme pemerintah terhadap kegiatan penerjamahan tercermin dari besarnya imbalan yang diberikan untuk sebuah karya terjemahan, yakni dengan emas seberat buku itu.
b. Pemikiran Filsafat Al-Kindi
Al-Kindi juga dikenal sebagai filosof islam pertama. Atas jasa-jasanya, ia berhasil menyatukan pemikiran islam dan filsafat yunani yang sangat mengandalkan logika. Bahkan untuk mewujudkan impiannya itu, ia membangun sebuah institusi (lembaga) yang bergerak di bidang perpaduan pemikiran yunani dan peradaban arab.
Memang terjadi pertentangan antara filsafat yunani dan agama-agama di Arab (Timur Tengah). Semua diawali dari penerjemahan buku-buku filsafat yunani ke dalam bahasa Arab dilakukan oleh orang Nasrani Suryani pada masa Khalifah al-Rasyid dan al-Ma’mun. Padahal waktu itu pemikiran Yunani sebagai “Musuh” yang harus dilawan. Al-Kindi tampil untuk mendamaikan semua itu.
a) Talfiq
Al-Kindi berusaha memadukan (Talfiq) antara agama dan filsafat. Menurutnya filsafat adalah pengetahuan yang benar (knowledge of truth). Al-Qur’an yang membawa argumen-argumen yang lebih menyakinkan dan benar tidak mungkin bertentangan dengan kebenaran yang dihasilkan oleh filsafat. Karena itu mempelajari filsafat dan berfilsafat tidak dilarang bahkan teologi bagian dari filsafat, sedangkan umat islam diwajibkan mempelajari teologi. Bertemunya agama dan filsafat dalam kebenaran dan kebaikan sekaligus menjadi tujuan dari keduanya. Agama disamping wahyu mempergunakan akal, dan filsafat juga mempergunakan akal. Yang benar pertama bagi al-Kindi ialah Tuhan. Filsafat dengan demikian membahas tentang tuhan dan agama ini pulalah dasarnya. Filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang Tuhan.
Dengan demikian, orang yang menolak filsafat maka orang itu menurut al-Kindi telah mengingkari kebenaran, kendatipun ia menganggap dirinya paling benar. Disamping itu karena pengetahuan tentang kebenaran termasuk pengetahuan tentang tuhan, tentang ke-Esaan-Nya, tentang apa yang baik dan berguna, dan juga sebagai alat untuk berpegang teguh kepadanya dan untuk menghindari hal-hal sebaliknya. Kita harus menyambut dengan gembira kebenaran dari manapun datangnya sebab, “ tidak ada yang lebih berharga bagi para pencari kebenaran daripada kebenaran itu sendiri”. Karena itu tidak wajar merendahkan dan meremehkan orang yang mengatakan dan mengajarkannya. Tidak ada seorang pun akan rendah dengan sebab kebenaran, sebaliknya semua orang akan menjadi mulia karena kebenaran. Jika diibaratkan maka orang yang mengingkari kebenaran tersebut tidak beda dengan orang yang memperdagangkan agama, dan pada hakikatnya orang itu tidak lagi beragama.
Pengingkaran terhadap hasil-hasil filsafat karena adanya hal-hal yang bertentangan dengan apa yang menurut mereka telah mutlak digariskan al-Qur’an. Hal semacam ini menurut al-Kindi, tidak dijadikan alasan untuk menolak filsafat, karena hal itu dapat dilakukan ta’wil. Namun demikian, tidak bisa dipungkiri perbedaan antara keduanya, yaitu :
1. Filsafat termasuk humaniora yang dapat dicapai filosof dengan berpikir, belajar, sedangkan agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati tingkat tertinggi karena diperoleh tanpa melalui proses belajar, dan hanya diterima secara langsung oleh para Rasul dalam bentuk wahyu.
Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian (semu) dan memerlukan berpikir atau perenungan. Sedangkan agama lewat dalil-dalilnya dibawa Al-Qur’an memberi jawaban secara pasti dan menyakinkan dengan mutlak.
2. Filsafat mempergunakan metode logika, sedangkan agama mendekatinya dengan keimanan.Walaupun Al-Kindi termasuk pengikut rasionalisme dalam arti umum, tetapi ia tidak mendewa-dewakan akal.
b) Jiwa
Tentang jiwa, menurut al-Kindi, tidak tersusun, mempunyai arti penting, sempurna dan mulia. Subtansi ruh berasal dari subtansi Tuhan. Hubungan ruh dengan tuhan sama dengan hubungan cahaya dengan matahari. Selain itu jiwa bersifat spiritual, ilahiyah, terpisah dan berbeda dari tubuh. Sedangkan jisim mempunyai sifat hawa nafsu dan pemarah. Antara jiwa dan jisim, kendatipun berbeda tetapi saling berhubungan dan saling memberi bimbingan. Argumen yang diajukan al-Kindi tentang perlainan ruh dari badan ialah ruh menentang keinginan hawa nafsu dan pemarah. Sudah jelas bahwa yang melarang tidak sama dengan yang dilarang.
Dengan pendapat al-Kindi tersebut, ia lebih dekat kepada pemikiran Plato ketimbang penadapat Aristoteles. Aristoteles menagatakan bahwa jiwa adalah baharu, karena jiwa adalah bentuk bagi badan. Bentuk tidak bisa tinggal tanpa materi, keduanya membentuk kesatuan insensial, dan kemusnahan badan membawa kepada kemusnahan jiwa. Sedangkan plato berpendapatbahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah kesatuan accidental dan temporer. Binasanya badan tidak mengakibatkan lenyapnya jiwa. Namun al-Kindi tidak menyetujui Plato yang mengatakan bahwa jiwa berasal dari ide. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa mempunyai tiga daya, yakni : daya bernafsu, daya pemarah, dan daya berpikir. Kendatipun bagi al-Kindi jiwa adalah qadim, namun keqadimannya berbeda dengan qadimnya tuhan, qadimnya jiwa karena diqadimkan oleh tuhan.
c. Karya- Karya Al-Kindi
Al-kindi dikenal juga sebagai penulis buku yang aktif. Diperkirakan karya buku yang telah ditulisnya tidak kurang dari 270 buah yang membahas berbagai bidang keilmuan dan persoalan umat. Berikut ini beberapa karya al-Kindi yang terkenal :
a. Kitab al-Kindi ilaa al-Mu’tashim Billah fi al-Falsafah al-Ula ( buku ini membahas tentang kajian filsafat pertama )
b. Kitab al-Falsafah al-Dakhilat wa al-Masa’il al-Manthiqiyyah wa al-Muqtashah wa ma Fawqa al-Thabi’iyyah ( membahas kajian filsafat dan berbagai masalah yang berhubungan dengan logika, muskil, dan metafisika)
c. Risalah al-Hikmiyah fi Asrar al-Ruhaniyyah ( membahas berbagai rahasia spritual dengan bahasa filosofis )
d. Risalah fi Annahu al-Jawahir la Ajsam ( mengkaji tentang subtansi-subtansi tanpa badan).

2. Tokoh Filsafat Al-Farabi

a. Biografi Al-Farabi
Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan Abu Nasr al-farabi, lahir di wasij dekat Farab, dikawasan ma wara’a an-nahr (Transoxiana) pada tahun 258 H/870 M. Dan meninggal pada tahun 339 H/950 M. Biografi al-Farabi tidak ketahui dengan pasti, sebab ia tidak menulis biografinya sendiri seperti halnya filsuf lain. Namun demikian, biografi al-Farabi masih dapat dijumpai pada karya Ibn Khalikan, Wafarat al-A’yan, sekalipun menurut sebagian ahli terdapat kelemahan yang perlu di kaji ulang. Dari data yang terhimpun menunjukkan bahwa al-Farabi berasal dari keluarga keturunan Turki, anak seorang jenderal, dan ia pernah menjadi hakim.
Pendidikan dasar al-farabi dimulai dengan mempelajari ilmu agama dan bahasa, yang meliputi Al-Qur’an, hadits, tafsir, fiqh, bahasa Arab, Persia, dan Turki. Ia juga belajar matematika, falsafah, dan melakukan pengembaraan untuk belajar ilmu-ilmu lain.
b. Pemikiran Filsafat Al-Farabi
a) Pemaduan pendapat Plato dan Aristoteles
Al-farabi melihat adanya perbedaan pendapat antara kedua tokoh filsafat tersebut. Akan tetapi perbedaan itu menurut dia hanyalah dalam lahirnya saja, dan tidak mengenai pesoalan pokok, karena kedua tokoh tersebut adalah sumber dan pencipta filsafat. Apa yang dikatakan oleh kedua filosof tersebut juga satu, dan oleh karena itu maka pikiran-pikiran filsafatnya tidak mungkin berbeda. Kalau ada perbedaan, maka tidak lebih dari tiga kemungkinan yaitu :
• Definisi filsafat itu sendiri tidak benar.
• Pendapat orang banyak tentang pikiran filsafat dari kedua filosof tersebut tidak benar.
• Pengetahuan kita tentang adanya perbedaan antara keduanya tidak benar.
Menurut al-Farabi, definisi filsafat yang diberikan oleh plato dan aristoteles tidak berbeda, yaitu mengetahui wujud karena ia wujud, seperti yang sering dikatakan dalam karangannya masing-masing. Pendapat orang banyak tentang pikiran-pikiran filsafat keduanya, dan kedudukannya dalam dunia islam filsafat juga tidak diragukan kebenarannya. Tinggallah kemungkinan yang ketiga yaitu bahwa perbedaan antara kedua filosof tersebut hanya dalam lahirnya saja. Perbedaan lahir yang tidak sebenarnya itu boleh jadi dikarenakan: (1) cara hidup masing-masing; (2) gaya bahasa karangan-karangannya; (3) sistem pemikirannya.
Akan tetapi dalam pembahasan berikut ini akan nampak kepada kita bahwa ketiga perkara tersebut tidak cukup menimbulkan perbedaan-perbedaan pokok pada pemikiran islam filsafat keduanya.
b) Jiwa
Adapun jiwa, Al-Farabi juga dipengaruhi oleh filsafat Plato, Aristoteles dan Plotinus. Jiwa bersifat ruhani, bukan materi, terwujud setelah adanya badan dan tidak berpindah-pindah dari suatu badan ke badan lain. Kesatuan antara jiwa dan jasad merupakan kesatuan secara accident, artinya antara keduanya mempunyai substansi yang berbeda dan binasanya jasad tidak membawa binasanya jiwa. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nathiqah, yang berasal dari alam ilahi, sedangkan jasad berasal dari alam khalq, berbentuk, beruapa, berkadar, dan bergerak. Jiwa diciptakan tatkala jasad siap menerimanya.
c) Politik
Pemikiran al-farabi tentang politik banyak dipengaruhi oleh konsep plato. Al-Farabi mengatakan bahwa bagian-bagian sesuatu negeri sangat erat hubungannya satu sama lain dan saling bekerja sama, laksana anggota-anggota badan dimana apabila salah satunya menderita maka lain-lain anggota pun ikut merasakannya pula. Kesenangan pribadi harus dikenal dalam masyarakat yang baik.

c. Karya-Karya Al-Farabi
Al-Farabi dikenal sebagai “guru kedua” setelah Aristoteles, sang “guru pertama”. Dia adalah filosof Islam pertama yang berupaya menghadapkan, mepertalikan, dan sejauh mungkin menyelaraskan politik (yunani) klasik dengan islam. Berikut ini karya-karyanya dalam bidang humaniora : Syarh Kitab al-Khathabah li Aristhuthalis (Uraian atas Buku retorika karya Aristoteles); Kitab fi al-Khathabah (Buku tentang Retorika); Kitab fi Shina’ah al-Kitabah (Kitab tentang Seni Menulis); Kitab fi al-Syi’r wa al-qawafi (Kitab tentang Syair dan Rima persajakan); Kalam fi ma yashluhu an yudhama lahu al-muaddib (Wacana tentang Apa yang seharusnya Dimiliki Seorang Pendidik); dan karya-karya tulis lainnya dalam filsafat moral, ilmu musik, ilmu pemerintahan, dan strategi militer, di samping Kitab Ihsha al-‘ulum wa tartibiha (Kitab tentang Cabang-Cabang ilmu dan Klasifikasinya), yang dua kali diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.Tahsil as-Sa’adah (Mencari Kebenaran).

3. Tokoh Filsafat Ibnu Sina

a. Biografi Ibnu Sina
Abu Ali al-Husayn bin Abdullah bin Sina atau yang secara umum dikenal dengan nama Ibnu Sina atau Avicenna (bahasa latin yang terditorsi dari bahasa Hebrew Aven Sina) adalah seorang ensklopedis, filsuf, fisiologis, dokter, ahli matematika, astronomer dan sastrawan. Bahkan, di beberapa tempat ia lebih terkenal sebagai sastrawan dari pada seorang filsuf. Dia adalah ilmuan dan filsuf muslim yang sangat terkenal dan salah seorang ilmuan dan filsuf terbesar sepanjang masa. Diakui oleh semua orang bahwa pikirannya merepretasikan puncak Filsafat Arab. Dia dipanggil oleh orang arab sebutan asy-Syaikh ar-Rais.
Ia lahir di Afshanah, desa kecil dekat bukhara, 370 H/980 M, dan wafat di hamdan, 428 H/1037 M. Ia adalah putra seorang pegawai tinggi pada Dinasti Samaniah (204-395 H/819-1005 M). Pada usia yang sama, ia mengawali prosesi sebagai seorang dokter dan menjadi sangat populer ketika ia berhasil mengobati Nuh bin manshur (976-997 M), salah seorang penguasa Dinasti Samaniah. Karena kemampuan dan jasa-jasanya kepada penguasa, maka kemudian ia diangkat sebagai menteri pada Dinasti Hamdani (293-394 H/905-1005) selama dua periode, namun pada akhirnya ia dipecat dari jabatannya sebagai menteri, dan dipenjarakan, karena pemikirannya dianggap merugikan penguasa.
b. Pemikiran Filsafat Ibnu Sina
a) Kenabian
Sejalan dengan teori kenabian dan kemukjizatan, ibnu sina membagi manusia kedalam empat kelompok. Mereka yang kecakapan teoritisnya telah mencapai tingkat penyempurnaan yang sedemikian rupa sehingga mereka tidak lagi membutuhkan guru sebangsa manusia, sedangkan kecakapan praktisnya telah mencapai suatu puncak yang sedemikian rupa sehingga berkat kecakapan imajinatif mereka yang tajam mereka mengambil bagian secara langsung pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa masa kini dan akan datang. Kemudian mereka memiliki kesempurnaan daya intuitif, tetapi tidak mempunyai daya imajinatif. Lalu orang yang daya teoritisnya sempurna tetapi tidak praktis. Terakhir adalah orang yang mengungguli sesamanya hanya dalam ketajaman daya praktis mereka.
Nabi muhammad memiliki syarat-syarat yang dibutuhkan seorang nabi, yaitu memiliki imajinasi yang sangat kuat dan hidup, bahkan fisiknya sedemikian kuat sehingga ia mampu mempengaruhi bukan hanya pikiran orang lain, melainkan juga seluruh materi pada umumnya. Dengan imajinatif yang luar biasa kuatnya, pikiran Nabi, melalui keniscayaan psikologis yang mendorong, mengubah kebenaran-kebenaran akal murni dan konsep-konsep menjadi imaji-imaji dan simbol-simbol kehidupan yang demikian kuat sehingga orang yang mendengar atau membacanya tidak hanya menjadi percaya tetapi juga terdorong untuk berbuat sesuatu. Apabila kita lapar atau haus, imajinasi kita menyuguhkan imaji-imaji yang hidup tentang makanan dan minuman. Pelambagan dan pemberi sugesti ini, apabila ini berlaku pada akal dan jiwa Nabi, menimbulkan imaji-imaji yang kuat dan hidup sehingga apapun yang dipikirkan dan dirasakan oleh jiwa Nabi, ia benar-benar mendengar dan melihatnya.
b) Tasawuf
Tasawuf, menurut ibnu sina tidak dimulai dengan zuhud, beribadah dan meninggalkan keduniaan sebagaimana yang dilakukan orang-orang sufi sebelumnya, ia memulai tasawuf dengan akal yang dibantu oleh hati. Dengan kebersihan hati dan pancaran akal, lalu akal akan menerima ma’rifah dari al-Af’al. Dalam pemahaman bahwa jiwa-jiwa manusia tidak berbeda lapangan ma’rifahnya dan ukuran yang dicapai mengenai ma’rifah, tetapi perbedaanya terletak pada ukuran persiapannya untuk berhubungan dengan akal fa’al.
Mengenai bersatunya tuhan dan manusia atau bertempatnya tuhan dihati diri manusia tidak diterima oleh ibnu sina, karena manusia tidak bisa langsung kepada tuhannya, tetapi melalui prantara untuk menjaga kesucian Tuhan. Ia berpendapat bahwa puncak kebahagiaan itu tidak tercapai, kecuali hubungan manusia dengan Tuhan, karena manusia mendapat sebagian pancaran dari perhubungan tersebut. Pancaran dan sinar tidak langsung keluar dari Allah tetapi melalui akal fa’al.
c. Karya-Karya Ibnu Sina
Pemikiran keagamaan ibnu Sina sangatlah mendalam dan tajam. Pemikiran keagamaan seperti inilah yang mempengaruhi pandangan filsafat, dan keyakinan keagamaan yang secara simultan mewarnai alam pikiran Ibnu Sina sehingga melahirkan beberapa karya besar, baik berupa buku, buku saku, dan kumpulan surat-surat yang semuanya tidak kurang dari 276 buah, dan beberapa diantaranya sampai saat ini masih dipakai sebagai rujukan universitas-universitas ternama barat. karya-karya filsafat Ibnu Sina seperti kitab an-Najat dan As-Shifa’ , Mantiq Al Masyriqin (Logika Timur), al-isyarat wat-Tanbihat, al-Hikmat al-Masyriqiyyah, al-Qanun atau Canon of Medicine.

4. Tokoh Filsafat Al-Ghazali

a. Biografi Al-Ghazali
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali ath-Thusi asy-Syafi’i (lahir di Thus : 1058 / 450 H – Meninggal di Thus ; 1111 / 14 Jumadil Akhir 505 H : umur 52-53 Tahun) adalah seorang filosof dan teolog muslim Persia, yang dikenal sebagai algazel di dunia barat abad pertengahan.
Ia berkunyah Abu Hamid karena salah seorang anaknya bernama Hamid. Gelar dia al-Ghazali ath-Thusi berkaitan dengan ayahnya bekerja sebagai pemintal bulu kambing dan tempat kelahirannya yaitu Ghazalah di Bandar Thus, Khurasan Persia (Iran). Sedangkan gelar Syafi’i menunjukkan bahwa dia bermazhab Syafi’i. Ia berasal dari keluarga yang miskin. Ayahnya mempunyai cita-cita yang tinggi yaitu ingin anaknya menjadi orang alim dan saleh. Imam al-Ghazali adalah seorang ulama, ahli pikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Ia pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiya, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam al-Ghazali meninggal dunia pada 14 Jumadil Akhir tahun 505 Hijriah bersamaan dengan tahun 1111 Masehi di Thus. Jenazahnya di kebumikan di tempat kelahirannya.
b. Pemikiran Al-Ghazali
Pikiran al-Ghazali telah mengalami perkembangan sepanjang hidupnya dan penuh kegoncangan batin, sehingga sukar diketahui kesatuan dan kejelasan corak pemikirannya, seperti yang terlihat dari sikapnya terhadap filosof-filosos dan terhadap aliran-aliran akidah pada masanya.
Sikapnya terhadap filosof-filosof dalam bukunya tahafut al-falasifah dan Al-Munqidh min adh-Dhalal, al-Ghazali menentang filosof-filosof Islam. Bahkan mengkafirkan mereka dalam tiga soal : (1) pengingkaran kebangkitan jasmani; (2) membataskan Ilmu Tuhan kepada Hal-hal yang besar saja; dan (3) kepercayaan tentang qadimnya alam dan kezalimannya. Akan tetapi dalam bukunya yang lain, yaitu Mizan al- Amal, dikatakan bahwa ketiga-tiga persoalan tersebut menjadi kepercayaan orang-orang tasawuf juga. Juga dalam bukunya al-Madlnun ‘Ala Ghairi Ahlihi ia mengakui qadimnya alam. Kemudian dalam Al-Munqidh min adh-Dhalal ia menyatakan bahwa kepercayaan yang dipeluknya ialah kepercayaan orang-orang tasawuf.
Penutup

Kesimpulan

Filsafat islam merupakan pengaruh dari filsafat yunani namun tujuan dalam filsafat islam bukanlah untuk menentang al-hikmah yang hakiki. Banyak cendikiawan muslim yang berusaha mengeluarkan hasil pemikirannya yang merupakan suatu korelasi dalam syari’at islam. Ilmu filsafat pada mulanya ialah suatu ilmu yang ditentang keras akan tetapi dengan munculnya filsuf-filsuf muslim yang berusaha mendudukan ilmu filsafat ini dengan islam menjadikan ilmu filsafat menjadi ilmu yang seharusnya dipelajari umat muslim sebagai pijakan dalam berargumen dan menegaskan apa yang telah disampaikan dalam al-qur’an.
pilotugal2an541Avatar border
pilotugal2an541 memberi reputasi
1
842
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sejarah & Xenology
Sejarah & XenologyKASKUS Official
6.5KThread10.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.