hanajulia161Avatar border
TS
hanajulia161
Work Life Balance Pada Ibu Pekerja Dalam Perspektif Gender

   "UAS Kajian Gender dan Perempuan Jepang" Studi Kejepangan FIB UNAIR

Oleh : Hana Julia Rosana Mochtar (007)





   Work Life Balance adalah suatu istiah dalam menggambarkan penyeimbangan antara kehidupan personal dengan kehidapan kerja. Work Life Balance adalah istilah yang digunakan di berbagai negara. Tidak terkecuali negara Jepang dan Indonesia. Khususnya dalam kehidupan pekerja di Jepang, saat ini seorang wanita menjadi faktor penting untuk meningkatkan perekonomian di Jepang dengan menerapkan kebijakan baru dari Perdana Menteri Jepang yaitu Shinzo Abe. Kebijakan tersebut dikenal dengan istilah Womenomics. Kebijakan yang mengutamakan tenaga-kerja seorang wanita dengan tujuan meningkatkan ketenaga-kerjaan wanita mulai pada tahun 2020.

   Seiring dengan berjalannya waktu, saat ini peran wanita tidak hanya terbatas di rumah saja yaitu sebagai seorang istri dan ibu. Sekarang ini, perempuan yang sudah menikah dan mempunyai anak tidak lagi bergantung pada suami saja dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tetapi seorang istri dapat mendapatkan penghasilannya sendiri, bahkan ada beberapa wanita yang penghasilannya melebihi suaminya. Keadaan ini adalah suatu peningkatan kapasitas hidup perempuan dalam upaya perbaikan fisik dan mental  perempuan dalam pemenuhan hak dan kebutuhan hidupnya sebagai bagian dari hak asasi manusia dari berbagai bidang pembangunan, terutama pendidikan, kesehatan, ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, sosial dan budaya, politik, hukum, dan lingkungan hidup perempuan memiliki hak sebagai warga negara, salah satunya dengan mendapatkan penghidupan dan peranan yang setimpal sebagai alat untuk berproses dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

    Meningkatnya tingkat pendidikan wanita serta meluasnya ketersediaan kesempatan kerja bagi wanita, mendorong partisipasi tenaga kerja wanita dalam pembangunan ekomoni meningkat dari waktu kewaktu, hal tersebut terlihat dari semakin banyaknya tenaga kerja wanita yang berprofesi di perusahaan swasta maupun pemerintahan (Setyowati & Riyono, 2003). Tetapi, permasalahan utama yang harus dihadapi para wanita pekerja adalah ia harus mengurus rumah, anak, suami, serta tugas kantornya diwaktu yang bersamaan sehingga membuatnya menjadi seorang wanita karier yang memiliki peran ganda. Yaitu, di satu sisi ia harus tetap terus bekerja dan berkarier, sementara di sisi lain ia tidak dapat lepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang ibu dan istri, dengan pembagian pekerjaan rumah tangga yang tidak aka nada hentinya (Dancer, 1993).

   Segala hal yang berhubungan dengan perempuan dan semua permasalahannya selalu dikaitkan dengan perspektif gender dan gerakan feminisme. Semakin lama semakin banyak perempuan yang bekerja di luar rumah, tidak hanya menjadi ibu rumah tangga tetapi juga meniti karier. Berdasarkan yang telah saya tuliskan diatas, saya tertarik untuk membahas terkait keseimbangan antara kehidupan karir dan peran ibu rumah tangga pada ibu pekerja dengan menggunakan perspektif gender.

   Berdasarkan perspektif gender tradisional disadari benar bahwa yang memiliki tanggung jawab dalam hal ekonomi keluarga adalah peran suami (laki-laki). Istri (perempuan) memiliki tanggung jawab terhadap kehidupan rumah tangga seperti mengasuh anak, memasak, memelihara rumah, dan lain-lain yang berhubungan dengan rumah. Istri tidak bertanggung jawab terhadap kehidupan ekonomi keluarga (Michelle, Louis, 1974 dalam Puspitasari dkk 2012). Mayoritas masyarakat beranggapan bahwa keluarga yang sempurna adalah peran suami sebagai kepala rumah tangga yang bekerja di luar rumah dan istri yang berada tetap di rumah dengan mengerjakan berbagai pekerjaan rumah. Namun, seiring perkembangan zaman, karena banyak tuntutan kehidupan dan kebutuhan, maka perempuan tidak lagi tetap berada di rumah. Kini istri dapat berkerja di luar rumah. Selain peran tradisional yang memang harus dijalani, perempuan juga memiliki peran yang sama seperti laki-laki dalam memenuhi tanggung jawab untuk kebutuhan ekonomi keluarga (Mappiare, 1983).

   Keputusan untuk bekerja di luar rumah dapat dipengaruhi juga dari factor internal sang istri juga, yaitu kemampuan yang dimiliki. Meningkatnya tingkat Pendidikan untuk wanita dan potensi-potensi yang dimiliki membuat banyak ibu pekerja yakin bahwa ia mampu bekerja. Ibu pekerja mempunyai keyakinan bahwa dengan bekerja dirinya mampu membantu suami dalam meningkatkan perekonomian keluarga. Keyakinan tersebut menunjukkan bahwa ibu pekerja memiliki potensi yang tinggi untuk mengembangkan dirinya di luar rumah. Self-efficacymerupakan keyakinan akan kemampuan yang dimiliki suatu individu untuk mencapai tujuan tertentu pada berbagai kondisi dengan cara berpikir positif, meregulasi diri, dan memiliki keyakinan positif (Bandura, 1997).

   Self-efficacymerupakan salah satu faktor yang cukup penting bagi ibu pekerja, di mana ia yakin dan percaya bahwa ia memiliki potensi yang layak untuk dikembangkan. Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi dan manusia berhak untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki sebagai wujud aktualisasi dirinya. Maslow (Schultz, 1991) menyatakan bahwa manusia sehat mental adalah manusia yang mampu memanfaatkan dan mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki. Kemampuan untuk mengembangkan diri untuk mencapai keadaan eksistensi ideal ditemukan pada orang-orang yang mengaktualisasikan diri. Seorang perempuan yang sudah menikah dan memiliki anak yang ber-potensi akan menjadi produktif dan berfungsi ketika mereka memiliki keyakinan bahwa mereka dapat melakukan sesuatu dengan potensinya itu. Berdasarkan Rogers ia pernah mengungkapkan bahwa, individu yang sehat adalah individu yang berperan, yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi dan menjadi diri sendiri, bebas tanpa paksaan. Ibu pekerja memiliki perasaan bebas untuk bekerja, karena memiliki potensi yang layak dikembangkan. Roger menyatakan bahwa pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu mengaktualisasikan dirinya, walaupun prosesnya sulit dan terkadang menyakitkan (Schulzt, 1991).

   Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisis ini maka dapat saya simpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan seorang wanita yang telah menikah dan mempunyai anak untuk bekerja, sehingga menjalankan kewajiban ganda yaitu sebagai seorang ibu dan juga seorang wanita karir. Yaitu, fakta bahwa mereka mempunyai potensi untuk bekerja, adanya keinginan untuk meningkatkan perekonomian keluarga, mendapat dukungan dari keluarga (izin dari suami dan anak-anak), adanya role model, dan adanya kesempatan di tempat kerja. Wanita yang telah menikah dan mempunyai anak memutuskan untuk bekerja di luar rumah karena memiliki self-efficacy dan kesempatan bekerja yang ada di depan mata tidak disia-siakan begitu saja. Secara pribadi, ibu pekerja memiliki kebutuhan untuk mengembangkan diri. Ia berharap, dengan bekerja ia dapat menjadi pribadi yang mandiri, yang dapat membantu perekonomian keluarga.

           
Referensi:
Anggia K. (2013). Work-Family Conflict Pada Ibu Bekerja (Studi Fenomenologi dalam Perspektif Gender dan Kesehatan Mental). Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Diakses darihttp://ejournal.uin-suska.ac.id
Ekky G. (2018) Work-Life Balance Wanita Jepang Antara Karir dan Rumah Tangga Dalam Drama Eigyou Buchou Kira Natsuko Karya Yumiko Inoue. Universitas Airlangga. Diakses dari http://www.lib.unair.ac.id
Nurul, H., & Fitriati, F. (2020). Work-Life Balance Pada Wanita Karier di Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan Yang Menjalani Peran Ganda. Universitas Gunadarma. Diakses dari https://ejournal.gunadarma.ac.id


cheria021Avatar border
zerauwAvatar border
6666661234Avatar border
6666661234 dan 4 lainnya memberi reputasi
5
3.9K
12
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Lifestyle
LifestyleKASKUS Official
10.4KThread10.9KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.