Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

janahjoy35Avatar border
TS
janahjoy35
ISTRI KEDUA - Kenangan Buruk Vol-2


Angin selalu membisikan kenangan yang membawa kita larut dalam kesunyian dan berharap hujan akan segera datang.


***


Selain nenek, ada seorang remaja yang turut ikut merawatku sejak aku bayi. Dia adalah pamanku. Katanya usianya saat itu belum genap 15 tahun, tapi sudah mahir merawat bayi yang belum genap 2 bulan. Sekarang paman kerja jauh entah dimana dan hanya pulang setiap satu tahun sekali. Satu tahun terasa sangat panjang dan lamaaaaaaa sekali. Aku kangen paman.

Walau sekarang ibu sudah pulang dari Arab Saudi dan sudah punya rumah sendiri, aku lebih senang tinggal bersama nenek. Kemanapun nenek pergi, pokoknya aku harus selalu ikut. Sekalipun itu ke tempat yang jauh, bahkan ke hutan.

Nenek dan beberapa warga kampung yang terbilang miskin karena tidak punya uang lebih untuk beli minyak tanah sering pergi ke hutan di kaki Gunung Gede untuk mencari kayu bakar. Jika beruntung, kami juga bisa pulang membawa jamur yang bisa kami jadikan lauk untuk makan.

“Nek, paman kapan pulang ya?” tanyaku memecah keheningan hutan. Nenek menghela napas panjang sebelum duduk berselonjor di tanah. Di sampingnya setumpuk kayu bakar sudah terkumpul dan siap di ikat.

“Gak tau, nenek juga udah kangen. Kalau ada paman kamu, pasti nenek gak harus capek-capek nyari kayu bakar.” Sepertinya aku mengajukan pertanyaan yang salah. Aku duduk bersila di sebelah kaki nenek yang berselonjor dan mulai memijat pelan kaki nenek yang semakin ringkih di kikis usia. 

Nenek tersenyum melihatku memijat kakinya kemudian menunjukan buntelan kecil dari ikatan kain panjangnya. Apa kalian tau, orang dulu selalu punya saku rahasia di balik kain panjang yang mereka pakai sehari-hari.

“ARBEI!!!!” teriaku girang begitu melihat isi buntelan kecil alias saku rahasia kain panjang nenek. Tanganku yang mungil langsung penuh dengan buah-buah arbei merah dan montok mirip stroberi.

“Makan… habis itu kita pulang.” Aku mengangguk riang sambil melahap buah arbei yang tarasa manis dan segar. Nenek mengikat kayu bakar yang terkumpul menjadi dua ikatan kecil dan besar.

Aku membantu nenek membawa tumpukan kayu ikatan kecil. Kulihat nenek sedikit kepayahan saat harus mengambil tas anyaman bambu-nya. Beban kayu di punggungnya pasti sangat berat. Aku bergegas mengambil tas anyaman bambu yang hanya berisi teko seng yang sudah kosong dan beberapa jamur bulan yang nenek temukan di hutan. “Ini aku aja yang bawain ya, nek.”

“Bisa?”

“Bisa dong…” aku menyelempangkan tas, berdiri tegak, menunjukan bahwa aku kuat dan mampu membawa beban kayu bakar dan tas nenek. Nenek tersenyum tenang sambil manggut-manggut kemudian berbalik dan mulai berjalan mengikuti jalan setapak menuju arah pulang. Aku mengekorinya, melihat kaki telanjang nenek yang pecah-pecah dan kotor.

***

Aku tiba di rumah ibu bertepatan dengan adzan ashar yang berkumandang dari mesjid-mesjid. 

Kulihat pintu dapur belakang rumah ibu sedikit terbuka. Tanpa ragu akupun masuk dan… “BRAAAAKKKKK!” dandang berbahan alumunium, penanak nasi yang biasa ibu pakai jatuh tepat di depan kakiku. Nasi yang masih aron bersama air tumpah berantakan di lantai. 

Aku menatap kaku ayah yang kini melotot ke arahku. Aku memeluk plastik yang berisi buah arbei dan jamur bulan yang aku bawa untuk ibu. Mataku terasa panas, tenggorokanku perih dan napasku terasa sesak. 

Aku berlari keluar dari dapur. Aku tak bisa berhenti menangis, karena itu aku merasa panik, takut ada orang lewat dan melihatku menangis. Beruntung ibu punya sebuah drum besar yang biasa di pakai untuk menadah air hujan. Kebetulan sekali drum itu kosong karena memang sudah beberapa minggu tidak turun hujan. Aku putuskan masuk ke dalam drum dan menangis di dalam drum sepuanya.

Aku paling takut sama ayah yang selalu saja marah-marah, bahkan ketika dia diam pun aku masih selalu takut dan memilih menghindarinya. 

Hari ini hari Kamis. Ayah memang selalu datang hari Kamis dan kembali pulang ke rumah istri tua nya di hari Minggu.

Ayah datang hanya untuk mengecek perkebunannya dan memberi upah para buruh tani yang bekerja padanya. Nasib malang ibuku lebih parah dari para buruh tani yang bekerja pada suaminya. Jangankan upah mengurus kebun, nafkahpun jarang ibu dapatkan. Sampai-sampai ibu terpaksa menjual dua garit daun bawang hanya untuk membeli beras. Karena itulah hari ini ayah marah sama ibu sampai menendang penanak nasi dan melempar semua perabotan.

Di dalam drum aku hanya bisa menangis sambil memeluk lutut, mendengar bentakan-bentakan ayah disambut tangisan ibu dan sesekali di iringi bunyi keras dari perabotan yang pastinya di lepar atau di tendang ayah.

Di saat-saat seperti ini aku semakin kangen dengan paman. Orang yang selalu menjagaku, melindungiku. 

Aku memanggil paman dalam setiap isakan tangisku, berharap dia akan datang saat ini juga, memelukku dan menenangkanku dengan bilang 'Gak apa-apa, semua akan baik-baik saja'.

***


Bersambung....



Diubah oleh janahjoy35 14-12-2021 16:51
bukhoriganAvatar border
kyaikanjeng77Avatar border
saprolmanAvatar border
saprolman dan 6 lainnya memberi reputasi
5
1.7K
4
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.