mataduniawiAvatar border
TS
mataduniawi
Fenomena Nyontek di Kalangan Pelajar. Biasa Saja atau Bencana?
Kali ini TS pengen mengulas sebuah fenomena di kalangan pelajar, dari apa yang dulu pernah TS ketahui setelah menyaksikan juga kemudian ikut melakukan. Fenomena itu bernama nyontek.

(ilustrasi contekan)


Izinkan TS mengulang dari masa lalu sejauh ingatan bisa menjangkau, dari benar-benar awal mengenyam bangku sekolah sampai akhirnya terpapar kebiasaan nyontek:

Saat TK, masih amat polos dan tidak ada ujian. Di pikiran hanya bermain dan bermain. Gak ada beban pikiran. 

Saat SD, kelas 1-5 yang TS rasakan tidak ada persaingan atau kompetisi dalam mencapai nilai raport. Bukan bermaksud sombong, saat itu tiba-tiba udah nongol aja angka 1 (satu) di kolom ranking raport TS setiap triwulan. Kedua orang tua juga sibuk cari duit ngurusi kebun, jadi cuma tanda tangan dan meriksa gak ada angka merah. TS pun dulu mengira itu hal biasa. Tidak ada yang istimewa. Almarhum kakek malah pernah bilang, "untuk apa ranking satu, gak akan bisa dapat beras."Kata-kata yang terkesan tidak mengapresiasi dan menyakitkan, tapi makna yang terkandung ada benarnya, baru TS pahami di masa dunia kerja.

Barulah saat kelas 6 saat menjelang ujian kelulusan guru kami bilang kalau ada hadiahnya bagi yang bisa dapat ranking 1-3. Dapat buku dan alat-alat tulis untuk ranking 2 dan 3. Sedangkan ranking satu bakal dapat tas sekolah. Nah mulailah setelah itu muncul suasana perlombaan di dalam kelas. Yang tadinya TS gak pernah belajar saat di rumah, cuma ngerjain PR doang, gegara ada iming-iming hadiah jadi rajin belajar. Rela bangun lebih pagi.

Sialnya saat pembagian raport TS cuma dapat ranking 5. Syock berat. Baru kali itu merasakan beban pikiran yang lain dari sebelumnya. Terlalu berharap soalnya dan juga sudah sesumbar ke orang tua bakal dapat tas baru. Rasa sakit hatinya masih membekas sampai sekarang. Ya bayangkan saja, dari kelas 1-5 orang tua gak pernah datang saat pembagian raport karena lebih memilih ngurusi kebun dan nyadap karet. Paling diwakilkan ke bibi berotot atau ke almarhum kakek berkumis putih tipis. Pernah juga gak ada yang mewakili. Nah giliran orang tua datang, sepasang pula, eh cuma dapat ranking 5. "Sudah, ntar lanjut gak usah ke SMP negeri, SMP kampung aja cukup, yang penting sekolah." Kata ayah. TS sudah lelah mental ya nurut saja.

Semasa SD kelas satu sampai lulus TS tidak pernah mencontek. Silahkan kalau kalian yang baca tidak percaya, tetapi benar adanya saat itu kami anak-anak kampung menjunjung tinggi kejujuran atau lebih tepatnya takut berbuat curang. Kalau sampai nyontek langsung dapat sanksi sosial dan dicap sebagai manusia yang menjijikan. Belum lagi hukuman guru di zaman kami sangat keras. Guru sudah biasa memukul pakai mistar kayu atau mencubit perut siswanya yang bandel, ada pula hukuman berjemur hormat ke bendera yang berkibar di tiang tangah lapangan. Gak pernah ada yang berujung pada laporan ke polisi seperti sekarang. 

Agar thread ini gak terlalu panjang, masa SMP tidak jauh beda. Kompetisi masih terbilang sehat, hanya beberapa orang yang TS lihat melakukan kecurangan. TS pun maklum karena mereka yang contek itu hampir selalu urutan belakang saat perankingan raport. Banyak ketauannya soalnya. Dulu guru kalau ngawasi ujian benar-benar ngawasi gerakan-gerakan kecil saja dicurigai.

Masa SMP bisa dibilang awal mulanya TS gila belajar. Terlebih orang tua memberikan cuma dua pilihan: masuk SMA Unggulan atau ikut nyadap karet. Gak bisa ditawar lagi, sudah harga mati. Dulu jalur masuknya ada 2, lewat seleksi nilai raport dan ujian tertulis. TS gagal lewat seleksi nilai raport. Satu sekolah gak ada yang lolos. Tersinyalir karena SMA Unggulan itu meremehkan sekolah kami SMP swasta di kampung.

TS gak putus asa, ambil jalur tes. Jadi satu-satunya orang yang lulus dari SMP legend yang perpustakaannya pernah dipakai mabok dan praktik homoseksual itu. Senang bukan main, orang tua pun mulai sombong dan membangga-banggakan anaknya. Langsung terkenal sekampung. Karena hampir dibilang keajaiban sekelas lulusan SMP swasta pinggir kampung bisa tembus SMA Unggulan. Terlebih kejadian serupa hanya pernah terjadi 2 tahun sebelumnya. Satu orang juga.

TS masuk SMA tapi cuma di kelas 10 E. Kelas paling ujung karena ranking lulus ujian masuk di posisi dua terakhir. Di SMA kami menganut sistem kasta. Anak-anak yang nilainya tinggi akan ditempatkan di kelas A-B. Yang di taraf sedang berada di C. Sementara kelas D dan E kerap dibilang pasukan tim hore. Menambah ramai saat tepuk tangan, menambah panjang saat berbaris, dan di sinilah TS berada.

Hari yang tidak akan pernah TS lupakan pun datang. Saat ujian bulanan pertama di SMA paling bergengsi di kabupaten kami, disebut quiz. TS dengan semangat berapi mempersiapkan diri. Target semester 2 harus pindah ke kelas A. Seminggu lebih bela-belain begadang sampai jam 11 malam dan bangun sejam sebelum azan subuh berkumandang. TS 100% percaya diri, yakin bisa menjawab semua soal yang akan diujikan.

Kerja keras itu membuahkan hasil. Melihat soal ujian TS cuma senyum meremehkan. TS sudah hafal betul, bahkan kayaknya bisa TS ucapkan semua hafalan itu sambil berlari. TS gak noleh-noleh sedikitpun. Larut dalam kesibukan menyalin semua jawaban yang sudah terekam di dalam otak. Semua soal berhasil TS selesaikan dengan menyisakan waktu lebih kurang 15 menit. Itu pun sudah dicheck ulang.

Karena sudah legah selesai lebih awal, barulah TS melihat ke sekeliling dan dibikin melongo dengan aktivitas sekitar. Pengen banget saat itu berkata-kata kasar mengucapkan sumpah serapah. Teman sebangku yang persis duduk di samping TS sibuk dengan buku materi yang diduduki. Di seberang sana sibuk tukar menukar jawaban dengan sobekan kertas. Di depan TS sibuk dengan contekan yang ditempelkan pakai lakban di lengan atas tangan kiri. Memang kayaknya tidak semua berlaku curang, tapi mayoritas vangke! Esmosi bertul TS saat itu. Sudah belajar mati-matian sampai mata pedih. Eh enak-enaknya mereka bersaing dengan cara curang. Apanya yang siswa Unggulan. Sungguh memalukan.

Gara-gara itu TS jadi pendiam. Pengen rasanya mengadukan semua kecurangan itu ke guru, tapi ya itu sama saja dengan cari musuh di tempat orang. Maklum TS dari kampung pelosok gak punya keluarga di daerah itu. Kata emak kalau sekolah di kota kabupaten nanti jangan cari musuh walaupun cuma seorang. Sekalipun melihat ketidakadilan yang nyata di depan mata, TS masih berusaha main jujur, gak ngikuti arus nyontek yang tampaknya makin deras dari bulan ke bulan. 

Sampai tibalah menjelang ujian akhir semester, belajar semakin tekun, sampai sakitHepatitis A. Orang tua menasihati kata mereka gak perlu terlalu memaksakan diri. Sadari dari SMP swasta kampung, bersaing dengan anak-anak dari SMP negeri favorit terlalu berat. Bisa dapat ijazah dari SMA ini saja sudah lebih dari cukup kata emak dan ayah. TS cuma meng-iya-kan, di dalam hati mana mungkin nurut. 

Karena sakit-sakitan dan juga beban pikiran, ditambah persaingan tidak sehat. Saat semester 2 TS cuma bisa menggapai kelas 10 C. Berharap lingkungan sedikit berubah, tetapi ternyata sama saja, lebih parah malah. Cara mereka bikin contekan benar-benar kreatif. Ada yang sampai memodifikasi meja untuk bisa menyelipkan catatan kecil. Modifikasi jam tangan untuk menyembunyikan gulungan kecil. Ada pula yang greget dengan terang-terangan saat ujian dia buka beberapa lembar kertas contekan ukuran mungkin F4 di atas meja. Eskpresinya itu loh ya ampun gak menunjukan ketegangan sedikitpun. Jadi guru gak curiga.

Hati TS semakin sakit, baik hati qolbu maupun yang asli. Kena Hepatitis A lagi. Stress berat. Pertarungan suara batin antara mau ikut arus atau bertahan dengan idealisme di tengah arus yang kian deras.

Sampai tibalah saat ujian kenaikan ke kelas 11, ingat betul saat ujian kami dijaga-diawasi oleh bu inisal N. Dia menghampiri TS, lebih kurang dia berbisik begini. "bodoh, munafik kamu. Bandar 3gp tapi gak mau nyontek." Bak tersambar petir di siang bolong. Guru kami yang satu ini memang nyentrik. Ngajar Bahasa Indonesia tapi kelakuan-sikap dan ucapan serta cara berapakaian berbau-bau tema 'praktik Biologi' mulu. Suka genit ke siswa cowok, apalagi kalau si siswa lumayan tampan.

Saking marah, kesal, bingung, frustasi dengan diri sendiri saat itu. Ditambah dikompor-kompori oleh guru sendiri. Dengan keberanian penuh TS buka tas. Ambil buku materi. Ditaruh di atas meja. Kemudian dilembari tanpa merasa berdosa. Saat itu di pikiran TS sudah hina ya hina sekalian. Sudah dosa karena jadi bandar video terlarang ya dosa juga sekalian jadi siswa yang nyontek. 

=-=-=

Dari sini yang ingin TS sampaikan, fenomena nyontek di kalangan pelajar mungkin bagi sebagian orang biasa saja. Hal lumrah karena banyak yang melakukan itu. Di SMA Unggulan sekalipun praktik ini ternyata masih marak. Apa mungkin karena siswa-siswa itu bodoh? Oh salah besar. Mereka TS akui pintar-pintar. Sekolah kami selalu langganan juara Olimpiade berbagai macam disiplin ilmu tingkat provinsi sampai nasional. Banyak lulusannya yang diterima di sekolah kedinasan dan PTN ternama. 

Lah terus kalau pintar kok masih nyontek? Dari yang TS rasakan ini terjadi karena tuntutan mata pelajaran yang terbilang banyak. Otak kami harus bisa memahami berbagai macam disiplin ilmu. Di kelas 10  seingat TS ada 14 mata pelajaran: Matematika, Fisika, Biologi, Kimia, Geografi, Sosiologi, Sejarah, Ekonomi, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Agama, Bahasa Arab, Penjas tertulis. Kami dituntut memelajari semuanya. Terlebih di sekolah favorit jam belajar  lebih lama dari sekolah lainnya. Belum lagi kesibukan kalau ikut organisasi.Di kostan, jangan harap bisa leyeh-leyeh istirahat. Harus lanjut tempur dengan PR-PR yang diberikan. Bijimana gak stress coba?

Menurut TS ini bencana yang nyatadari generasi penerus bangsa. Memunculkan bibit-bibit koruptor di kemudian hari. Fenomena nyontek sudah semacam jadi budaya karena banyak yang melakukannya dari masa ke masa. Parahnya ada oknum-oknum guru yang gak peduli akan hal ini. Siswa yang tadinya bersikeras ingin memegang idealisme jadi terpengaruh dan ikut-ikutan gak bener. Itulah ngerinya dari suatu hal buruk yang sudah membudaya. Berlaku juga di aspek kehidupan lainnya.

Sekian dulu ya share pengalaman dan sudut pandang dari TS. Next thread setelah ini akan TS beberkan nilai raport yang angkanya fantastis (dokumen pribadi). Bukan bermaksud sombong, gak ada yang perlu disombongkan dari pencapaian yang tidak diperoleh dari kejujuran. TS cuma mau kasih bukti ke pembaca yang suka bilang cerita TS halu. Gak tega saja mereka-mereka ini larut dalam dosa berburuk sangka. Okee, sementara cukup sekian dulu ya dan terima kasih emoticon-SmilieNantikan thread selanjutnya.


0
1K
11
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.