Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

finansialku.comAvatar border
TS
finansialku.com
Literasi dan Perencanaan Keuangan di Indonesia Masih Rendah


Literasi keuangan digital masyarakat Indonesia baru mencapai 35,5%. Hal tersebut menyebabkan kontribusi terhadap perekonomian masih belum optimal.

Ketahui informasi selengkapnya dalam artikel Finansialku berikut.

 

Literasi Keuangan Masyarakat Indonesia Masih Rendah

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan literasi keuangan digital masyarakat Indonesia baru mencapai 35,5%. Selain itu, jumlah masyarakat yang pernah menggunakan layanan digital masih sedikit, angkanya berada di 31,26%.

Di sisi lain, indeks inklusi keuangan Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara ASEAN lainnya.

Pada 2019, indeks inklusi keuangan di Indonesia mencapai 76%, lebih rendah dibandingkan negara tetangga seperti Singapura yang sebesar 86%, Malaysia 85%, dan Thailand 82%.

Jokowi meminta agar tingkat literasi dan inklusi keuangan di Indonesia ditingkatkan dengan memperluas serta mempermudah akses layanan keuangan formal di seluruh lapisan masyarakat.

Di sisi lain, Jokowi juga berharap layanan keuangan digital berbasis internet dapat terus dikembangkan.

Penetrasi layanan keuangan digital, menurutnya, bakal lebih mudah karena 170 juta atau 64,8% dari total penduduk Indonesia sudah menjadi pengguna internet.

Menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) ketiga yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019 menunjukkan indeks literasi keuangan mencapai 38,03% dan indeks inklusi keuangan 76,19%.

Angka tersebut meningkat dibanding hasil survei OJK 2016 yaitu indeks literasi keuangan 29,7% dan indeks inklusi keuangan 67,8%.

Dengan demikian dalam tiga tahun terakhir terdapat peningkatan pemahaman keuangan (literasi) masyarakat sebesar 8,33%, serta peningkatan akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan (inklusi keuangan) sebesar 8,39%.

Survei SNLIK OJK 2019 ini mencakup 12.773 responden di 34 provinsi dan 67 kota/kabupaten dengan mempertimbangkan gender dan strata wilayah perkotaan/pedesaan.



 

Senada dengan hal di atas, Horas Tarihoran selaku Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan tingkat literasi keuangan milenial di Indonesia masih rendah.

Berdasarkan hasil survei OJK, mayoritas milenial belum memahami Compound of Interest atau Bunga Majemuk.

Milenial diungkapkan Horas sangat rentan finansial, sebab dari pendapatan yang ditabung hanya 10,7% dan pendapatan habis untuk kebutuhan bulanan 51,1%.

Selain itu, dampak media sosial juga dirasakan oleh Senior Milenial yang diketahui sering terpapar hoaks melalui Whatsapp sedangkan Junior Milenial terpapar hoaks melalui Facebook dan Instagram.

Faktornya bukan hanya itu saja, tantangan dalam peningkatan literasi keuangan generasi milenial juga dilatarbelakangi dari sisi demografis seperti keberagaman baik bahasa, adat, budaya, suku, agama, ras, hingga tingkat pendidikan dan perekonomian masing-masing wilayah di Indonesia yang berbeda.

Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Tirta Segara sepakat permasalahan mengenai perlindungan konsumen di sektor keuangan perlu sinergi dari semua pihak termasuk pemerintah, industri, serta masyarakat itu sendiri.

Tita menilai rendahnya literasi ini akibat kebiasaan masyarakat yang tidak sepenuhnya mau belajar dan memahami risiko serta kewajiban sebagai konsumen keuangan.

Tirta menambahkan, edukasi yang digalakkan akan percuma jika masyarakat tidak turut ikut andil dalam meningkatkan pengetahuannya terkait keuangan digital seperti halnya kebocoran data.

Dia memaparkan data dari Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (APTSI) mengenai perilaku masyarakat yang bisa mengakibatkan kebocoran data di platform digital.

“60 persen pengguna internet Indonesia itu mau berbagi foto di dunia maya dengan suka rela. Mereka juga mengumbar data pribadi seperti tanggal lahir sebesar 50 persen, 46 persen alamat email, alamat rumah 30 persen, dan nomor telepon 21 persen,” terangnya.



 

Tingkat inklusi keuangan di Indonesia memang sudah membaik mendekati angka 80% namun hal ini belum diimbangi dengan literasi keuangan atau melek keuangan masyarakat Indonesia baru mencapai 37%.

Dengan tingkat literasi yang baru 37% dari total penduduk lebih dari 268 juta jiwa atau baru 99,16 juta masyarakat yang sudah melek akan produk jasa keuangan. Hal tersebut menyebabkan kontribusi terhadap perekonomian masih belum optimal.

Sementara itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, inklusi keuangan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui distribusi pendapatan yang lebih merata, penurunan kemiskinan dan stabilitas sektor keuangan.

Untuk mewujudkan sistem keuangan yang inklusif, maka Sri Mulyani mengatakan, diperlukan peningkatan literasi keuangan di masyarakat.

Upaya meningkatkan tingkat literasi keuangan bukan menjadi tugas satu atau dua pihak saja. Hal ini merupakan tugas semua otoritas, dan perlu melibatkan semua stakeholders, termasuk generasi muda dan masyarakat.

Generasi Muda “Kurang Sehat” Secara Finansial

Hasil riset OCBC NISP Financial Fitness Index menunjukkan 85,6% generasi muda terlihat “kurang sehat” secara finansial. Kondisi tersebut mendesak milenial untuk segera melakukan check-up atau pemeriksaan kondisi keuangan.

Di samping itu, riset juga menunjukkan kalau literasi keuangan generasi muda atau milenial Indonesia masih sangat rendah. Indeks kesehatan finansial Tanah Air baru 37,72 poin dibandingkan Singapura yang mencapai 61 poin.

Associate Director NielsenIQ Inggit Primadevi mengatakan, dari total responde sebanyak 46% milenial mengaku percaya diri akan kondisi keuangan mereka.

Responden milenial tersebut cenderung optimistis bahwa perencanaan finansial mereka mampu memberikan kesuksesan finansial di masa depan. 

“Padahal, sebanyak 84% dari jumlah tersebut bahkan tidak melakukan pencatatan pengeluaran dan anggaran mereka. Sedangkan baru 16% yang memiliki dana darurat untuk mempertahankan gaya hidup mereka,” terang Inggit.



 

Bank OCBC NISP mengeluarkan hasil riset bekerjasama dengan NielsenIQ yaitu OCBC NISP Financial Fitness Index, yang menggambarkan kondisi kesehatan finansial generasi muda Indonesia dengan melihat sikap dan perilaku dalam pengaturan finansial serta cara untuk memperbaikinya.

Riset ini yang dilakukan di kalangan muda berusia 25-35 tahun ini menunjukkan generasi muda Indonesia menjadi salah satu yang memiliki literasi keuangan yang rendah dengan rata-rata kesehatan finansial hanya mencapai poin 37,72.

Angka ini terbilang jauh jika dibandingkan Singapura yang mencapai poin 61.

GoBear Indonesia merilis hasil riset bertajuk GoBear Financial Health Index (FHI) yakni survei keuangan yang melibatkan responden dari sejumlah negara di Asia Tenggara.

Hasil riset menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat Indonesia terkait perencanaan keuangan masih rendah.

Hasil studi FHI mengungkapkan fakta menarik, seperti bahwa di usia 35 tahun, orang Indonesia bahkan belum memulai perencanaan keuangan dan di usia 41 tahun baru memulai perencanaan pensiun.

Orang Indonesia juga merasa aman secara keuangan (nilai 7,5 dari skala 1-10), tetapi hanya 37% dari mereka yang memiliki tabungan untuk mencukupi kebutuhan hidup lebih dari 6 bulan bila mereka kehilangan sumber pendapatan utamanya.

Yuk, tingkatkan literasi keuangan lewat audiobook berikut ini. Mari kita mulai dengan melakukan perencanaan keuangan dengan baik.


Artikel ini telah terbit di situs Finansialku.com : Literasi dan Perencanaan Keuangan di Indonesia Masih Rendah. Nantikan berita serta informasi menarik lainnya....


0
1.3K
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Perencanaan Keuangan
Perencanaan KeuanganKASKUS Official
9.2KThread5.9KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.