Kaskus

News

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

mbiaAvatar border
TS
mbia
Isyarat Perubahan Iklim di Kalimantan Kian Terasa
Isyarat Perubahan Iklim di Kalimantan Kian Terasa

Dampak perubahan iklim kian terasa di Kalimantan Barat. Banjir kerap melanda sejumlah daerah dan semakin meluas. Penyebabnya, degradasi lingkungan yang kian parah akibat alih fungsi lahan.

Dampak perubahan iklim kian terasa di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia, tak terkecuali Kalimantan Barat. Daerah kian rawan terhadap banjir. Hal itu bak isyarat dari alam yang kian terdegradasi karena berbagai aktivitas manusia.

Sejumlah negara Eropa, Juli lalu, dilanda banjir besar. Bahkan, merujuk studi terbaru World Weather Attribution (WWA) yang melibatkan 39 ilmuan yang dirilis pada Selasa (24/8/2021), curah hujan tinggi yang mencatatkan rekor sekaligus memicu banjir yang mematikan di Eropa Barat pada Juli berpeluang terjadi 1,2-9 kali lebih sering akibat perubahan iklim (Kompas, 25/8/2021).

Banjir juga melanda sejumlah wilayah di Kalimantan Barat pada 2021. Di Kota Pontianak, ibu kota Kalbar, banjir melanda hampir seluruh wilayah ini pada bulan Agustus. Banjir menggenangi ruas-ruas jalan dan gang-gang di perubahan warga.

Semakin tahun, wilayah yang digenangi banjir semakin meluas. Bahkan, kini jika terjadi hujan beberapa jam saja, seluruh wilayah Pontianak digenangi banjir dengan ketinggian bervariasi 20 cm-50 cm. Apalagi, jika hujan lebat dibarengi dengan rob.

Hal itu juga diperparah lagi dengan kondisi parit yang tidak memadai untuk menjadi jalur sirkulasi keluar-masuk air ke sungai. Banyak parit di Pontianak yang kerap berisi sampah dari aktivitas manusia.

Pontianak ke depan hendaknya semakin mewaspadai kenaikan muka air laut sebagai dampak perubahan iklim. Apalagi, Pontianak termasuk kota berada di pesisir yang rawan terhadap banjir rob.

Hasil simulasi lembaga nonprofit Climate Central tahun 2021 menunjukkan, hampir semua wilayah pesisir Indonesia mempunyai risiko mengalami dampak kenaikan muka air laut, termasuk Pontianak. Perkiraan kerugian ekonomi mencapai Rp 8,44 miliar.

”Dampak perubahan iklim sudah dirasakan di Kalbar, termasuk di Pontianak, yakni banjir rob. Hal itu terasa terutama di daerah-daerah pesisir pantai lainnya juga, misalnya Kabupaten Mempawah,” ujar Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalbar Nikodemus Ale, Sabtu (18/9/2021).

Senada dengan itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Pontianak Haryadi S Triwibowo mengatakan, Pontianak termasuk dataran rendah. Periode Januari hingga pertengahan Agustus 2021, Pontianak sering dilanda banjir. Peristiwa tersebut berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya.

”Banjir beberapa tahun sebelumnya hanya menggenangi daerah-daerah tertentu, misalnya sepanjang Sungai Kapuas. Namun, kini, saat terjadi hujan beberapa jam saja ditambah pasang laut dan sungai, rob hampir membanjiri semua wilayah Kota Pontianak,” ucapnya.

Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono juga menyadari adanya anomali cuaca. Menurut dia, ada sesuatu yang tidak lazim dirasakan dua tahun terakhir, terutama pada 2021. Sebelumnya, pada bulan Agustus dan September seharusnya sudah memasuki musim kemarau kering dan panas, bahkan bisanya muncul kebakaran lahan.

Namun, dua tahun terakhir pada bulan Agustus terjadi anomali cuaca yang bisa dikatakan ekstrem. Pontianak sangat rentan terhadap banjir musiman, terutama ketika air pasang disertai hujan lebat. Bahkan, pada hari Sabtu (21/8) lalu saat pasang dan hujan lebat di mana-mana terjadi genangan.

Baca juga : Perubahan Iklim, Bahaya yang Kian Berlipat Ganda

Tidak hanya di wilayah perkotaan yang dilanda bencana banjir. Wilayah pedalaman juga dilanda banjir, seperti beberapa kecamatan di Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Melawi pada Senin (6/9) lalu.

Kecamatan Nanga Tayap di Kabupaten Ketapang, misalnya, dilanda banjir 80 cm. Jalan lintas Kalimantan sempat tidak bisa dilintasi. Ada 2.423 keluarga terdampak banjir di sembilan desa. Jumlah rumah terendam 492 rumah.

”Ini banjir terbesar dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir dan patut diduga karena degradasi lingkungan. Saat banjir sebelumnya bisa dikatakan tidak ada pengungsi,” ujar Yustinus (34), warga Kecamatan Nanga Tayap.

Banjir di Melawi mencapai ketinggian 1 meter. Ada 1.184 keluarga terdampak banjir di enam desa di dua kecamatan. Dua tahun terakhir Melawi kerap dilanda banjir. Daerah lainnya yang kerap dilanda banjir, yaitu daerah yang dilintasi Sungai Kapuas, antara lain Kabupaten Sekadau, Sintang, dan Kapuas Hulu.

Nikodemus Ale mengatakan, dalam 5-10 tahun terakhir perubahan situasi jelas. Banjir semula hanya setahun sekali dan luasannya hanya beberapa lokasi, lima tahun terakhir bahkan dalam setahun tidak hanya sekali terjadi banjir. Luasan banjir juga meningkat.

”Yang dirasakan lima tahun terakhir sebetulnya dampak perubahan iklim,” ucapnya.

Terkait dengan hal itu, sebetulnya ada komitmen pemerintah, salah satunya menjadikan Kabupaten Kapuas Hulu menjadi kabupaten konservasi dengan tujuan menahan laju pembukaan tutupan hutan dan lahan. Ternyata komitmen itu tidak begitu mampu dilakukan pemerintah.

Kabupaten konservasi seharusnya mampu mengamankan wilayahnya dengan tutupan-tutupan hutan. Namun, desakan investasi berbasis hutan dan lahan tidak mampu dibendung. Akibatnya, bencana-bencana ekologis juga kerap terjadi di daerah itu yang terjadi beberapa kali dalam lima tahun terakhir.

Degradasi lingkungan

Bencana yang terjadi akibat perubahan iklim tidak terlepas dari degradasi lingkungan Kalbar. Hutan di Kalbar sangat penting fungsinya sebagai ”paru-paru” dunia. Namun, ”paru-paru” dunia tersebut seperti telah terkoyak.

Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalbar, luas tutupan hutan di Kalbar terus menurun. Pada 1990 luas tutupan hutan di Kalbar 7,5 juta hektar. Pada tahun 2012, luas tutupan hutan di Kalbar menjadi 6,9 juta hektar dan pada 2018 menjadi 5,5 juta hektar.

Faktor penyebab deforestasi tersebut karena lemahnya tata kelola. Selain itu, perencanaan tata ruang yang tidak efektif dan sistem tenurial lemah. Kemudian, pengelolaan data dan sistem informasi yang belum maksimal dan kelembagaan serta sumber daya manusia terbatas. Faktor lainnya dasar hukum belum jelas dan lengkap serta penegakan hukum lemah.

Dalam konteks perubahan iklim, hutan Kalbar berperan strategis karena menjadi gudang cadangan karbon, penyerap emisi khususnya CO2, menjaga stabilitas suhu bumi, dan mengurangi kerentanan terhadap perubahan iklim. Deforestasi telah menyebabkan terjadi peningkatan emisi CO2. Deforestasi menyebabkan kurangnya hutan sebagai penyerap emisi serta terlepasnya cadangan karbon yang tersimpan di dalam pohon-pohon.

Potret kerusakan lingkungan juga tergambar dengan kritisnya daerah aliran sungai (DAS) Kalbar. Berdasarkan data Balai Pengelola DAS dan Hutan Lindung Kapuas, dari sekitar 14 juta hektar luas DAS di Kalbar, sekitar 1,01 juta hektar di antaranya dalam kondisi kritis, di antaranya DAS Kapuas karena berbagai akivitas ekstraktif.

Belum lagi masifnya penguasaan lahan oleh korporasi. Catatan Kompas (2018) yang diungkapkan Ketua Badan Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar yang saat itu dijabat Stefanus Masiun, luas Kalbar 14,7 juta hektar. Sebanyak 11,7 juta hektar sudah terbebani berbagai izin; sawit 4,5 juta hektar, tambang 2,7 juta hektar, hak penguasaan hutan 1,3 juta hektar, dan hutan tanaman industri 3,2 juta hektar.

Isyarat Perubahan Iklim di Kalimantan Kian Terasa

Untuk mengatasi dampak perubahan iklim, pemerintah hendaknya menyiapkan sejumlah langkah, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Nikodemus Ale mengatakan, terkait dengan ancaman banjir rob di Pontianak, Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak perlu menormalisasi parit sebagai upaya jangka pendek.

Baca juga : Seribu Parit di Pontianak

Dalam perencanaan pada masa kolonial di Pontianak dibuat kanalisasi. Kanal bisa berkontribusi meminimalisasi dampak banjir rob, terutama sebagai jalur aliran air untuk kembali ke sungai/laut. Kanalisasi jika dioptimalkan bisa berkontribusi meminimalasasi dampak banjir rob. Namun, fungsi parit/kanal belum maksimal.

Catatan Kompas, berdasarkan Keputusan Wali Kota Pontianak Nomor 10 Tahun 2009 tentang Penetapan Inventaris Saluran di Kota Pontianak, jumlah saluran primer di Pontianak 32, sekunder 63, dan tersier 565. Kemudian saluran primer panjangnya 131.870 meter, saluran sekunder 127.220 meter, dan tersier 345.715 meter sehingga total panjangnya 604.805 meter. Pontianak juga dikenal sebagai ”kota seribu parit”.

Selain itu, kata Nikodemus, di tingkat Provinsi Kalbar secara umum perlu solusi jangka panjang. Hal yang perlu diingat kondisi kawasan hutan di Kalbar beralih fungsi sehingga berkontribusi terhadap perubahan iklim. Perlu ada peninjauan ulang investasi berbasis hutan dan lahan.

Edi Rusdi Kamtono mengatakan, pemkot telah menyiapkan solusi, baik pembuatan maupun pemeliharaan drainase, dengan dana yang menyiapkan hampir Rp 80 miliar per tahun. Dengan berfungsinya drainase dengan baik, diharapkan bisa mempercepat aliran air banjir surut sehingga meminimalisasi dampak banjir.

Upaya jangka panjang akan dibuat ”auto ring” kanal, kanal-kanal dan pintu air. Sudah ada rencana strategis dari Pemerintah Pusat yang disebut ”Kota Pontianak Tangguh Bencana”. Pemkot Pontianak juga sudah ada program jangka panjang.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Kalbar Adi Yani mengatakan, pihaknya telah menindaklanjuti masalah tersebut sejak terbentuknya kelompok kerja Reduksi Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan atau Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation + (REDD+). Untuk mengawali, hal itu dimulai sejak 2014. Pada tahun itu juga dibentuk kelompok kerja tersebut.

Pada tahun tersebut juga disusun rencana aksi perubahan iklim di Kalbar. Dalam rencana tersebut, pihaknya mengambil langkah-langkah upaya mengatasi deforestasi dan degradasi hutan dengan membuat demplot di lokasi-lokasi yang harus dipertahankan. Hal itu sebagai dasar mengevaluasi lapangan.

Hal tersebut sebagai upaya menindaklanjuti lahan kritis yang diakibatkan, antara lain, oleh penebangan liar (illegal loging), kebakaran hutan dan lahan, dan juga pemanfaatan hutan menjadi area penggunaan lainnya untuk kepentingan perkebunan skala besar.

Tahun ini, pihaknya sedang menyusun proposal untuk mengkaji ulang total luasan hutan di Kalbar. Selain itu, di mana saja lokasi yang harus dilakukan reklamasi, reboisasi, dan rehabilitasi.

https://www.kompas.id/baca/nusantara...n-kian-terasa/

Jaga kelestarian lingkungan agar bencana alam tak melanda
nomoreliesAvatar border
nomorelies memberi reputasi
1
668
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan Politik
KASKUS Official
676.5KThread46.1KAnggota
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.