Tulisan menarik datang dari Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis periode 2011-2013, Laksamana TNI AL (Purn) Soelaiman B Ponto. Ya berbeda dengan para pengamat militer yang sebelumnya membuat gaduh publik soal Perpres tentang Alutsista, Soelaiman memaparkan dengan rinci dan informatif.

Ya, ketimbang pengamat sebelumnya yang hanya memaparkan pada tataran permukaan dan lebih banyak kontroversinya, Beda dengan Soelaiman, ia menggabungkan data dan pengalamannya selama di militer, dengan mengkomparasikan data historis sektor pertahanan di masa lalu.

Salah satu substansinya adalah mempertanyakan ihwal rencana pengadaan alutsista yang nilainya mencapai 1700an triliun itu.

Renstra tahun 2020-2044 yang di alokasikan RP. 1760 T akan dibelanjakan pada renstra pertama (menurut Dahnil). Artinya pada tahun 2020-2024 akan ada pembelian besar-besaran Alpalhankam senilai RP. 1760 T, untuk membentuk postur ideal TNI. Sesuai rencana, postur ideal TNI itu dirancang akan terjadi pada tahun 2045, ketika genap 100 tahun Indonesia merdeka.

Kira-kira dua poin di atas menjadi subtansi bahasannya. Penulis menilai apa yang disampaikan Soelaiman merupakan satu hal yang positif. Masukannya perlu dipertimbangkan para pemangku kebijakan.

Hanya saja perlu diingat bahwa beleid terkait pengadaan ini masih dalam tahap pembahasan. Saya pikir terlalu buru-buru untuk melakukan justifikasi terkait hal ini.

Tentu Kemhan dan jajarannya memiliki perencanaan matang terkait Perpres Alpalhankam ini. Mereka tentu memiliki dasar dan argumentasi yang kuat dalam merancang sebuah kebijakan.

Soal apakah ada urgensi yang darurat di 2025, sehingga perlu adanya pengadaan besar-besaran, saya pikir ini adalah bentuk dari kehati-hatian Menhan Prabowo Subianto. Ya, Prabowo jelas punya komitmen untuk memperkuat sistem pertahanan negara, termasuk dari ancaman luar.

Artinya, hemat penulis, gagasan Prabowo untuk mengakselerasi pengadaan Alpalhankam, semata-mata untuk penguatan sektor pertahanan. Tentu kedepannya ada tahapan yang bakal dilalui, sambil membaca situasi di lapangan.

Kita yakin bahwa ada urgensi nyata di balik Alpalhankam ini. Tentu, karena ini bagian dari rahasia negara, ada hal-hal yang tidak mungkin disampaikan gamblang kepada publik.

Tapi bukan berarti tidak bisa diawasi. Ada DPR, KPK, PPATK, dan BPK tentunya yang secara formil mengawasinya. Dan patut diingat, beleid ini masih dalam tahapan perencanaan, sehingga masih amat terbuka masukan-masukan banyak pihak. 



Industry.co.id