Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

fitrahilhami4Avatar border
TS
fitrahilhami4
MALAM PALING APES
Pada suatu sore, beberapa saat setelah aku pulang dari kerja, pintu kontrakan diketuk seseorang.

“Siapa, Bang?” Istriku bertanya.

Aku mengendikkan bahu, “Gak tahu Neng. Gak kelihatan sih orangnya.”

“Ya jelas gak kelihatan lah, orang yang ngetuk-ngetuk berdiri di balik pintu, kok.”

“Terus ngapain Neng tanya?”

“Iya, ya? Ngapain aku tanya, ya?” istri pasang wajah polos.

Oke lupakan percakapan gak penting antara aku dan istri barusan. Aku sengaja tulis cuma supaya buku ini kelihatan tebal saja.

Kemudian kubukalah pintu dan nampak remaja lelaki membawa selembar kertas.

“Maaf, ini undangan buat Mas,” remaja itu menyodorkan surat, “Ada hajatan maulid Nabi di rumah saya nanti malam. Mas bisa datang?”

“Oh, iya. InsyaAllah aku datang.”

“Alhamdulillah... terimakasih kalau begitu. Ditunggu, ya.”

“Siap.”

Lelaki itu pun undur diri setelah mengucap salam. “Ada apa, Bang?” tanya istri setelah aku kembali ke dalam rumah.

“Undangan maulid.”

“Oh, datang, Bang. Banyak kebaikannya, loh. Abang dapat pahala.”

Aku langsung menimpali, “Biar dapat nasi kotak juga, kan?”

Dia langsung nyengir, “Ngerti aja.”

Sayangnya, malam itu hujan deras. Kenapa aku yakin kalau di luar hujan deras? Karena istri ngeluarin semua ember dan mangkuk dari kamar mandi dan rak piring buat nadahin air bocor di setiap sisi rumah.

“Gimana dong, Neng? Berangkat gak, ya?” aku ragu.

“Berangkat aja, Bang. Kan Abang diundang. Gak baik loh nolak undangan itu.”

Halah, itu bahasa diplomatisnya saja. Padahal aku yakin sebenarnya dia pingin bilang, “Berangkat aja, Bang. Kalau gak berangkat ntar gak dapat nasi kotak!”

“Hujan deras, Yang.”

“Hujannya masih hujan air, kan? Bukan hujan batu.”

Lagi-lagi itu hanya bahasa diplomatisnya saja, maksud aslinya mah begini, “Nasi kotak! Ingat ada nasi kotak yang harus diperjuangkan!”

Oke, akhirnya aku memutuskan berangkat, meski hujan masih galak di luar sana. Karena belum punya payung, aku mengambil jas hujan dari dalam jok motor, lantas memakainya dan berjalan ke rumah sohibul hajat.

Di perjalanan, aku mengangkat sarung biar tak terkena tempias air. Beberapa sisi pakaianku basah, walaupun sudah pakai jas hujan. Entah hujan ini seperti sedang mengamuk, angin kencang membuat lampu-lampu gantung di jalan bergoyang.

Akhirnya aku sampai ke tempat hajatan, lalu segera melepas jas hujan. Nah, saat akan melepas jas hujan itulah, ada satu panitia yang tergopoh-gopoh ingin membantuku.

“Ayo cepat, Mas. Hujan deras, nanti basah,” ucap dia sambil buru-buru melepas jas hujan dari badanku.

Sial, karena terburu-buru itulah dia menarik jas hujan dengan keras, padahal sisi jas bagian kepala belum sempurna kulepas. Akhirnya kepalaku tertarik, hampir nyosor.

“Aduh!” Mulutku mengaduh.

Tapi dia masih narik jas hujan dengan keras. “Ayo cepetan, Mas.”

Kreeekk!!!

Aku melongo, karena kini jas hujanku sobek jadi dua.

Uniknya, tanpa rasa bersalah sedikit pun panitia itu masih saja nyuruh aku buru-buru, “Ayo, cepetan masuk, Mas. Nanti kehujanan.”

“Cepetan gundulmu itu!” aku berontak dalam hati.

“Jas hujannya taruh di dekat pagar aja, biar enak ambilnya waktu pulang,” ucapnya lagi.

Lagi-lagi aku ngedumel dalam hati. “Gak perlu! Buang aja jas hujan sobek itu.”

Aku masuk ke rumah pemilik hajat dengan hati sedih. Ya Allah, jas hujan mahalku sobek.

Kemudian aku duduk di samping sekumpulan bocah yang kelihatan sangat gembira. Nampak di atap-atap rumah, tergantung berbagai macam benda yang diikat dengan tali; ada sekantong buah, makanan ringan, sabun mandi, panci, alat penggorengan, sampai gayung air.

Aku gak ngerti apa maksud digantungnya benda-benda tersebut. Apa mungkin si pemilik rumah mau pindahan abis hajatan ini? Jadi kalau udah kelar hajatannya, pemilik rumah tinggal ngambilin barang-barang itu buat dipindahin ke rumah baru. Entahlah. Setelah celingak-celinguk, mata ini melihat selembar amplop menggantung persis di atas tempatku duduk.

Sepuluh menit kemudian, acara maulid Nabi dimulai dengan membaca Al-Fatihah dan Yasiin. Seusai membaca surat Yasin, acara dilanjutkan pembacaan sholawat.

Entah mengapa, tatkala membaca sholawat, aku tiba-tiba teringat kisah perjuangan Nabi Muhammad yang mulia dalam menegakkan agama Islam. Perjuangan melewati batas sebagai manusia. Makhluk yang awalnya dipandang baik oleh masyarakat Arab saat itu, seketika dianggap gila oleh para kafir tatkala menyerukan agama kedamaian ini. Dilempari kotoran unta, disakiti, diboikot perekonomiannya, hingga akhirnya dengan mata berkaca-kaca beliau meninggalkan tanah Mekkah, tanah kelahiran yang sangat dicintai, lalu hijrah menuju tanah harapan, Madinah Al-Munawaroh. Andai tak ada Nabi Muhammad, mungkin selamanya kita akan menjadi makhluk jahil, makhluk bodoh yang takkan mengenal Allah, dan tak tahu apa tujuan hidup ini.

Shollu ‘alan Nabi Muhammad...

Pembacaan sholawat masih berlangsung.

Dan ketika pemimpin bacaan sholawat berucap, “Mahallul qiyaam.” Para hadirin secepat kilat bangkit dari duduk, lalu langsung berebut mencomoti semua benda yang tergantung di atap. Aku yang masih tak mengerti apa maksud kelakuan para undangan itu, hanya bisa melongo melihat kehebohan ini. Bocah-bocah ingusan yang duduk di sebelahku dengan tangkas mengambili semua benda.

Oh, berarti benda-benda itu dipajang bukan buat pindahan rumah, tapi memang untuk direbutin saat pembacaan sholawat.

Tak ingin pulang dengan tangan hampa, aku pun lekas berdiri hendak mengambil amplop yang tergantung persis di atas kepala. Pasti itu isinya uang, lumayan buat ganti beli jas hujan baru, pikirku.

Terlambat!

Bahkan aku belum sempat mengangkat tangan, bocah-bocah tengil di sebelah sudah duluan mencomot amplop itu. Mereka pun tertawa-tawa. Aku ngenes banget. Ternyata bocah-bocah itu sengaja duduk di bawah amplop biar gampang ambil saat waktunya tiba.

Jiah, gak jadi deh beli jas hujan baru. Aku benar-benar menyesali ke-plongah-plongoh-an ini.

Ingin rasanya aku bilang ke anak-anak itu, “Dek, amplopnya buat Kakak saja, ya? Adek kan udah dapat banyak. Tuh, dapat makanan, dapat mainan.”

Hanya saja aku urungkan niat itu karena takut mereka malah bilang, “Minta amplop? Nih, amplopnya. Isinya aku bawa.”

Bisa makin ngenes aku.

Setelah pembacaan sholawat dan doa, akhirnya tiba juga pada acara yang ditunggu-tunggu oleh parahadirin; ramah tamah alias makan-makan.

Sohibul hajat ini kayaknya orang kaya banget, karena apa yang dihidangkan begitu mewah. Opor ayam, kikil sapi, nasi uduk, tersaji di depan mata, membuat perut jadi keroncongan. Kemudian para undangan dengan lahap menyantap hidangan. Aku sengaja menciduk nasi agak banyak sebab tahu kalau pura-pura bahagia itu butuh energi besar. Semoga dengan banyak makan aku bisa kuat move on dari jas hujan yang robek tadi.

Seusai makan, tibalah pada acara terakhir, acara yang ditunggu-tunggu istriku di rumah. Acara yang membuat jaketku robek (tuh, belum bisa move on juga meski perut sudah kembung kekenyangan). Tak lain dan tak bukan adalah pembagian nasi kotak.

Orang-orang kemudian pulang ke rumah masing-masing. Kecuali aku, pulang ke rumah milik yang punya kontrakan.

“Hore! Alhamdulillah.” Istri berseru ketika membuka pintu. Yang dilihat pertama kali olehnya bukan wajah, tapi tanganku. “Siniin Bang, nasi kotaknya. Pinter banget sih jadi suami.”

Bbeeh... modus.

Nasi kotak segera berpindah tangan. Istriku tersenyum girang, lantas dengan cepat melahapnya.

Jam setengah sepuluh malam, aku, istri dan si kecil masuk kamar, bersiap tidur.

Tapi, sebelum benar-benar terlelap, perutku terasa sebah. Mungkin karena terlalu banyak makan opor ayam sama kikil sapi saat hajatan tadi. Celakanya, semenit kemudian perutku mulas dan pingin mengeluarkan angina jahanam. Tak sempat keluar kamar, angin itu sudah ugal-ugalan saja keluar dengan nada mendesis. Untung istri di samping gak denger.

Namun, yang namanya angin jahanam bin kentut tak perlu suara untuk menunjukkan eksistensinya. Sebab kentut adalah ‘sesuatu’ yang tak pernah pamer. Tak suka ‘riya’. Meski tak menampakkan diri, tapi keberadaannya bisa dirasa. Bahkan kentut yang tak bersuara itu baunya lebih memualkan daripada yang terang-terangan.

Benar saja, istri tiba-tiba menutup hidung, “Duh, kok bau kentut gini, ya? Wah, Dede eek kayaknya, Bang.”

Aku pura-pura sibuk, “Iya kayaknya, Neng. Coba buka popoknya. Barangkali eek beneran. Biar Abang yang cebokin.”

Dalam hati aku berharap si kecil beneran beol. Gak papa deh nyebokin malam-malam, daripada ketahuan kentut gak izin. Bisa kalap istriku nanti. Sejak usia satu setengah tahun, emang bau beol si kecil udah mirip kentut orang dewasa. Makanya kalau mencium bau kentut, biasanya istri langsung buka popok Dede, memastikan apakah si kecil beol.

Cepat istri kembali menyalakan lampu kamar, lantas membuka popok si kecil.

“Loh, gak ternyata. Dede gak eek, Bang. Tapi ini bau apa, ya? Kayak kentut.” Keningnya berkerut heran.

Duh, Dede. Kok gak beol aja, sih, Nak. Ntar ketahuan nih kalau Abi yang kentut sembarangan.

Benar saja! Tiga detik kemudian, Istri langsung menatap wajahku dengan tatapan mengerikan.

“Masih gak mau ngaku, Bang?” perempuan itu mendesis galak.

“Neng, dengerin dulu penjelasan Abang,” bibirku gemeteran.

“Keluar, Bang! Malam ini Abang tidur di luar!”

Aku menangkupkan kedua tangan di dada sambil nunjukin wajah melas, “Neng, aku bisa jelasin semuanya. Please beri aku kesempatan.”

“KELUAR GAK?!!” Istri nampak ingin mencekik leherku.

“Iya-iya aku keluar.” Cepat-cepat aku kabur keluar kamar.

Entah kenapa aku merasa ini malam palinga apes. Jas hujan sobek, gagal rebutan amplop sama bocah tengil, dan sekarang mau tidur pun diusir dari kamar.

====

Kisah ini adalah bagian dari buku KETIKA DERITAKU JADI BAHAGIAMU,

Buat teman yang mau membaca bisa cari ke Play Store

Caranya:

- Masuk play store

- Klik menu buku/book

- Ketik kata FITRAH ILHAMI di kolom pencarian, nanti akan muncul semua judul buku karya Fitrah Ilhami yang tersedia di sana.

Bila tak menemukan, bisa langsung minta linknya ke WA Admin: 088218909378



[/ltr]
Diubah oleh fitrahilhami4 06-06-2021 04:21
bukhoriganAvatar border
bukhorigan memberi reputasi
1
302
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.