adegkecil
TS
adegkecil
Bertahannya Kain Kuno di Kemajuan Jaman



Assalamualaikum.
Selamat malam, GanSist.
Puasa tinggal beberapa hari lagi, masih semangat ibadahnya?
Semoga bulan ini berlalu dengan mencipta pribadi kita yang lebih baik, ya.

Oke, kali ini aku mau memperkenalkan UMKM di sekitarku.

Dibyo Lurik namanya. Sesuai dengan namanya, Dibyo Lurik bergerak di industri kain lurik. Menurut Wikipedia Indonesia, kain lurik sudah ada sejak zaman Raja Erlangga, yaitu sekitar tahun 1033 M. Sudah ribuan tahun, Gan! šŸ˜®šŸ˜® Jadi tepat donk kalau aku bilang, kain lurik = kain kuno!

Zaman dulu, lurik tidak boleh dipakai sembarangan orang. Ada aturan dari kerajaan yang mengatur motif mana untuk siapa. Hal ini pula yang masih tertanam di masyarakat awam, bahwa lurik berarti kuno, kolot, dan tidak up to date. Makanya, masyarakat awam, jarang melirik untuk membeli kain lurik.

Pada tahun 2000-an, para desainer mulai memadu-padankan kain lurik dalam desain-desain rancangannya. Hal ini tentu saja mengangkat citra lurik di kancah fashion.

Makanya saat ada respon kolot dari orang awam, aku ingin teriak, "Woy, lurik udah naik cat-walk, tau!" Namun, bisanya cuma teriak dalam hati. Adab tetep kudu dijunjung, ye, kan!

Balik ke Dibyo Lurik, UMKM yang didirikan dan digawangi oleh Jussy Rizal ini memiliki sebuah galeri di Krapyak Wetan, Panggungharjo, Sewon, Bantul, DIY. Namun, produksinya tersebar di berbagai wilayah, termasuk di Klaten, tempat tinggalku. Ada yang di Pedan, Cawas, juga Karangnongko.

Tepatnya di dukuh Margorejo, Desa Kadilajo, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten didirikan sebuah rumah produksi. Mulai dari pewarnaan benang, penataan motif, juga penenunan.

Proses pembuatan kain lurik diawali dari pewarnaan benang. Benang-benang yang telah diikat dicelupkan ke larutan warna naptol, kemudian diperas, lalu dijemur di bawah sinar matahari sampai kering.



Setelah kering benang-benang ini akan dipintal, yaitu proses penggulungan benang ke dalam kayu tataannya yang disebut palet.

Proses pemintalan di Margorejo dikerjakan oleh ibu-ibu di rumah masing-masing, dengan alat yang telah disediakan oleh Dibyo Lurik. Jumlah pemintal ada sekitar enam orang.



Selanjutnya benang-benang itu masuk ke tahap sekir atau penataan motif warna. Benang-benang ditata sesuai pola motif yang diinginkan. Setelah ditata, benang-benang akan digulung ke boom. Di Margorejo, hanya ada satu penyekir saja.



Benang-benang yang mulanya terpintal itu diurai lagi untuk digulung ke gulungan yang lebih besar, dengan urutan warna yang telah disesuaikan dengan motif.



Selesai disekir, boom akan dipasang di alat tenun bukan mesin. Alat ini digerakkan dengan tenaga manual. Kaki-kaki para penenun akan menginjak pedal sebagai sumber tenaga untuk merangkai benang menjadi kain.



Sebelum ditenun, benang-benang yang jumlahnya ratusan ini akan dimasukkan ke alat cucuk satu per-satu. Gimana? Kebayang kudu pasang mata. Aku yang masukin benang ke jarum jahit aja kudu sering-sering tarik napas saking seringnya gagal. Dan ini ratusan benang, Kak! Betapa para penenun sungguh telaten dan sabar!



Setelah cucuk lanjut ke tenun. Kaki-kaki para penenun akan menginjak pedal untuk menggerakkan alat tenun, hingga benang-benangnya bisa terangkai sedemikian rupa menjadi bentangan kain yang hanya ada dua jenis lebar. Yaitu lebar 70cm dan 110cm.




Salah satu pembeda antara Dibyo Lurik dengan lurikan lain adalah inovasi warna. Dibyo Lurik berani meluncurkan warna-warna alam yang cenderung lebih "soft" serupa warna-warna pastel. Pewarnaannya pun terbuat dari bahan-bahan alami, ada daun mangga, jolawe, dll.

Berikut contoh warna alam;


Bagaimana? Kalem, kan, warnanya?

Nah, secara ringkasnya seperti inilah proses pembuatan kain lurik.


Nah, di balik proses yang berliku itu, masing-masing lini digerakkan oleh tangan dan tenaga manusia. Bahkan hasil akhirnya pun tidak bisa disama-ratakan antara penenun A dengan penenun B. Kekuatan mereka saat menarik alat tenun, mempengaruhi kerapatan benang, sehingga berpengaruh pada lemas atau tidaknya kain itu pada akhirnya. Inilah yang membuat kain lurik alat tenun bukan mesin (ATBM) lebih mahal dibanding dengan tenun pabrikan yang bertenaga dinamo.

Bagaimana, tertarik untuk berkontribusi dalam pengangkatan citra kain kuno ini? Singsingkan lengan! Belanja lurik ATBM saja. šŸ¤—šŸ¤—

Proses pemasaran produk ini secara offline hanya di galeri saja. Sedangkan onlinenya, seluruh anggota tim penjualan, membuka banyak toko online, baik di marketplaces mau pun di medsos.

Ada yang tertarik melihat proses produksi? Silakan datang ke Margorejo, Kadilajo, Karangnongko, Klaten. Nanti akan aku ajak berkeliling. šŸ˜Š

Bagi yang berminat melihat koleksi kain kami, bisa langsung ke galeri, di Dibyo Lurik Galeri, Krapyak Wetan, Panggungharjo, Sewon, Bantul. Atau bisa juga kunjungi toko online pusat, di www.kain-lurik.com.
šŸ˜Š

Sekian dulu, ya. Sampai jumpa di obrolan selanjutnya. See you, soon.
ā¤ļø



*Catatan: seluruh gambar adalah dokumen pihak pemilik industri.
Diubah oleh adegkecil 07-05-2021 16:01
cattleyaonlyiissuwandiInbox.Kosong
Inbox.Kosong dan 4 lainnya memberi reputasi
5
2.3K
12
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Fashion
Fashion
icon
16KThreadā€¢4.7KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
Ā© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.