Integrasi berasal dari bahasa Inggris "integration" yang berarti penggabungan, kesempurnaan atau keseluruhan. Sedangkan Ilmu adalah: “organized knowledge, especially when obtained by observation and testing of facts, about physical world, natural laws and society; study leading to such knowledge.” (pengetahuan yang terorganisasi, khususnya ketika didapat melalui observasi dan pengujian fakta-fakta tentang dunia fisik, hukum alam dan masyarakat; suatu kajian yang mengarahkan pada peraihan pengetahuan seperti itu).

   Dari pengertian integrasisecara harfiah dan pengertian ilmu yang sudah disebutkan, maka terdapat gambaran bahwa integrasi ilmu berarti cara pandang tertentu atau model pendekatan tertentu terhadap ilmu pengetahuan yang bersifat menyatukan.

      Konsep integrasi ilmu dalam al-Quran merupakan sebuah paradigma keilmuan yang bersifat komprehensif. Al-Quran dalam konteks ini adalah poros ilmu pengetahuan yang menjadi titik pijak sekaligus postulat dasar dari berbagai cabang keilmuan. Tidak ada dikotomi sama sekali antara agama dan sains karena keduanya berasal dari sumber yang sama. Untuk lebih jelasnya, dari pemaparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal penting sebagai berikut: 

        Pertama, dikotomi keilmuan adalah pemisahan ilmu pengetahuan dari nilai dan prinsip agama Islam. Dikotomi ilmu pengetahuan didasarkan atas ideologi materialisme yang mempunyai anggapan dasar bahwa sesuai yang riil wujud adalah materi. Karenanya, ilmu pengetahuan harus didasarkan pada hal- hal yang masuk akal (rasional) dan dapat dibuktikan secara konkrit (empiris). Ilmu pengetahuan juga bersifat netral nilai (value free).

        Kedua, integrasi keilmuan adalah penyatuan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai dan prinsip ajaran Islam. Pengintegrasian ilmu ini dapat ditempuh dengan beberapa cara:
1) Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu upaya untuk mengevaluasi, merevisi dan memodifikasi ilmu-ilmu Barat-Sekular melalui sudut pandang nilai dan ajaran Islam. 
2) Ilmuisasi Islam, yaitu upaya untuk menafsirkan sumber ajaran atau pun disiplin ilmu keislaman dengan sudut pandang yang rasional dan empiris sehingga ajaran Islam dapat diterima secara obyektif oleh semua orang.
        Ketiga, integrasi kelimuan dalam al- Quran dapat dilihat melalui beberapa aspek, yaitu: 

1) Aspek ontologi/hakikat dan obyek ilmu. Pada aspek ini, al-Quran mengintegrasikan obyek ilmu antara yang materi yang konkrit (al-hadir) dan yang non materi (al-gaib). Semuanya dapat bahkan harus diketahui oleh manusia. Baik yang alam hadir maupun alam gaib menurut al-Quran adalah realitas eksis/nyata. Karenanya Suek keduanya merupakan obyek ilmu.
2) Aspek cara mendapatkannya (epistemologi). Pada aspek ini, al-Quran mengintegrasikan antara metode positifistik (empirisme dan rasionalisme) dengan metode intuitif dan wahyu. Semuanya merupakan cara yang sah untuk mendapatkan ilmu. Epsitemologi sesuai dengan watak keilmuannya.
3) Aspek aksiologi/nilai guna dan tujuan ilmu. Menurut al-Quran, pengembangan ilmu memiliki tujuan yang mulia yakni untuk menciptakan kemaslahatan bagi umat manusia dan alam semesta. Sebaliknya, ilmu tidak boleh digunakan untuk tujuan yang dapat menimbulkan kerusakan di muka bumi baik merusak manusia secara individu maupun sosial maupun merusak alam dan lingkungan. Dengan demikian, pengembangan ilmu sejatinya terikat dengan nilai-nilai kebaikan dan kemaslahatan (meaningfull). Al-Qur'an tidak dapat menerima pandangan sebagian filosof dan ilmuan Barat yang berpendapat bahwa ilmu bebas nilai (meaningless). 
4) Aspek sumber ilmu. Pada aspek ini al-Quran menyatakan bahwa sumber ilmu bukanlah hanya akal pikiran dan objek nyata (empiris), tapi juga berita yang terpercaya. Karena itulah, wahyu adalah sumber ilmu. Bahkan sumber utama ilmu.



Sumber: Tohirin (2016) KONSEP INTEGRASI ILMU DALAM AL-QURAN. Moderatio Diskursus Islam dan Peradaban, 5 (2). pp. 97-118. ISSN 2089-7812