Kaskus

Story

Pengaturan

Mode Malambeta
Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

davidp90Avatar border
TS
davidp90
ALAS (CERITA PENDEK) PETUALANGAN HAL 2
      <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-formatemoticon-Embarrassmentther; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-familyemoticon-Swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-520092929 1073786111 9 0 415 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0cm; margin-right:0cm; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0cm; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi; mso-fareast-language:EN-US;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page Section1 {size:612.0pt 792.0pt; margin:72.0pt 72.0pt 72.0pt 72.0pt; mso-header-margin:36.0pt; mso-footer-margin:36.0pt; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} -->
***

            Sebuah kejadian janggal mereka alami ketika mereka beristirahat untuk makan siang. Mereka bertiga benar-benar sudah mematangkan rencananya pada kebersamaannya kali ini. Mereka berhenti di sebuah rumah makan padang yang merupakan hidangan favorit mereka untuk urusan makanan berat. Berlauk paru dan kikil. Itulah menu andalan mereka ketika berlabuh di rumah makan padang. Siang itu pun mereka seragamkan menu santap siang mereka termasuk juga Hendri. Tidak ketinggalan es jeruk manis menjadi pelengkap hidangan di meja makan mereka.

            Siang itu sudah hampir jam dua. Bukan lagi jam padat untuk sebuah restaurant. Hanya ada mereka berempat dan beberapa orang saja yang berada di sana. Jumlah meja dan kursi-kursi kosong masih mengalahkan hitungan para pengunjung di sana.

            Ada seorang peminta-minta datang. Sosok kakek-kakek kurus dengan pakaian yang lusuh berdiri di jalan masuk ke dalam rumah makan dengan menadahkan tangan kanannya tanpa bersuara. Sayangnya ketika kakek itu datang sedang tidak ada satu pun pekerja rumah makan yang berada di dekat etalase atau pun di meja kasir. Kakek itu berdiri di sana menunggu cukup lama.

            Kesempatan ini dilihat oleh Erik. Ia ingin mengajari sebuah pelajaran moral dan berbelaskasih kepada sesama kepada adiknya yang super congkak Hendri. Erik mengeluarkan uang satu lembar 10.000 lalu ia menyuruh adiknya untuk memberikan uang itu kepada kakek peminta-minta yang masih berdiri di jalan masuk rumah makan. Hendri bersemangat melakukan perintah kakaknya.

            “Arghhh.... arghhh... Lepas lepas...”, Hendri berteriak-teriak.

            Kakek peminta-minta itu tidak hanya mengambil uang yang diulurkan oleh Hendri tapi ia juga memegang dan menarik tangan anak kecil itu.

            Mendengar adiknya yang berteriak memberontak kakak-kakaknya pun dengan sikap cepat menghampirinya. Untungnya dengan mudah cengkraman kakek tua lemah itu bisa dilepaskan. Hendri pun bisa diselamatkan. Sementara kakek tua peminta-minta itu dibawa keluar oleh juru parkir yang juga datang karena mendengar teriakan dari Hendri.

***

            Enam jam lebih sudah berlalu. Dari beberapa waktu yang lalu mereka sudah meniggalkan kota mereka. Kini mereka mulai mendekati rute jalan ke tempat tujuan. Setelah melalui sebuah kota kecil kini mereka masuk jalan area perkampungan. Di terik siang itu Jimi yang sedang mengendarai mobil dibuat heran dengan sikap orang-orang di jalanan perkampungan yang ia lewati. Ia menilai apa yang dilakukan warga kampung dengan cara menatap kearahnya benar-benar aneh. Jimi yang terjaga seorang diri sementara ketiga penumpang lainnya tertidur pulas hanya bisa menyimpan perasaannya di dalam hati.

            Jimi menghentikan mobilnya di depan sebuah bangunan tua yang besar dan luas areanya.

            “Kenapa berhenti Jim?”, tanya Erik yang duduk dibelakangnya yang ternyata sudah terbangun.

            “Mau wisata ke pabrik tua Jim?” tanya Miki yang juga ikut terbangun yang duduk di samping kemudi.

            “Ke kanan atau ke kiri?”, tanya Jimi.

            Mereka berhenti di sebuah persimpangan. Mereka kini sudah jauh dari pemukiman warga. Dalam batin mereka mungkin inilah jalan yang sempat mereka saksikan di video. Meski belum juga sore pemandangnya yang sepi memang menjadikannya ngeri. Terjadi sebuah perdebatan mana jalan yang harus mereka pilih untuk meneruskan perjalanan mereka hingga sampai ke pantai. Mereka sudah googling dan mencari di berbagai aplikasi tapi tidak ada yang menunjukkan adanya sebuah persimpangan jalan yang tepat terletak di depan sebuah pabrik tua sama seperti yang mereka hadapi saat ini.

            Seseorang keluar dari pabrik datang menghampiri mobil yang tengah berhenti di depan bangunannya. Itu adalah security pabrik. Ternyata meskipun bangunan tua itu tampak seperti sudah tidak difungsikan lagi tapi masih ada orang yang berjaga di sana.

            “Mau kemana mas?”, tanya security pabrik itu kepada Jimi yang sudah membuka penuh jendela pintunya.

            “Mau ke pantai Pak. Ini lewat mana ya Pak?”, tanya Jimi.

            “O... mau ke Nyenyat. Ambil kanan mas”, jawab bapak security yang nampak masih muda itu.

            “Memangnya kalau ke kiri kemana Pak?”, tanya Miki yang ikut dalam obrolan.

            “Ke kiri masuk hutan mas”, jawab security.

            “Kenapa tidak dikasih plang buat petunjuk jalan sih Pak?”, lanjut Miki.

            “Yah... Baru-baru ini saja mas pantai mulai ada yang berkunjung. Sebelumnya sepi-sepi saja”, jawab petugas keamanan pabrik itu.

            Setelah berhasil mendapatkan kepastian kemana arah rute jalan selanjutnya mereka hendak melanjutkan perjalanan mereka. Tapi tiba-tiba saja.

            “Pak saya boleh numpang toilet nggak Pak?”, mohon Erik kepada security pabrik.

            “Saya tiba-tiba kebelet Pak”, tambah Erik.

            “Bisa. Mobilnya parkir di dalam saja mas”, suruh security.

            Situasi yang dialami Erik membawa yang lainnya masuk ke dalam pabrik tua itu. Di dalam pabrik mereka bertemu dengan seorang security tua dengan ciri khas kumis tebalnya dan rambutnya yang sudah banyak beruban. Sambil menunggu Erik menyelesaikan misinya yang lain pun berbincang-bincang dengan penjaga keamanan pabrik yang sudah tidak dipergunakan itu. Mereka juga menyempatkan untuk melihat-lihat sekitaran bangunan-bangunan yang luas itu.

            Dulunya bangunan tua itu berfungsi sebagai pabrik pengolahan kayu. Sudah berpuluh-puluh tahun pabrik itu tidak difungsikan. Tapi tetap saja untuk keamanan lahan dan juga aset yang lainnya tempat itu masih dijaga. Terlihat hanya pos jaga security saja yang terawat layaknya sebuah hunian. Sedangkan bangunan-bangunan lainnya di parbik itu sudah tidak terurus dan banyak besi-besi yang berkarat.

            Setelah Erik selesai dari kamar mandi menghilangkan beban di tubuhnya mereka berempat pun melanjutkan perjalanan mereka. Kini mereka sudah tahu harus kemana. Mereka mengambil arah ke kanan untuk sampai di Pantai Nyenyat. Menurut penuturan kedua security tersebut mereka hanya perlu sekitar satu setengah jam perjalanan untuk tiba di tempat tujuan mereka.

***

            Persimpangan yang menghentikan laju mobil mereka di depan bangunan tua itu adalah sebuah jalan panjang yang sama-sama dikelilingi pohon-pohon besar nan lebat. Kedua jalan itu membelah hutan. Salah satu jalan itu bermuara ke pantai dan satu jalan yang lain buntu hanya sampai ke wilayah perhutanan tanpa ada lanjutan celah jalan yang menuntun ke pantai.

            Orang-orang di wilayah tersebut menyebutnya dengan Alas Ireng. Karena jalanan itu memanglah hitam, gelap tanpa penerangan. Baik itu di waktu siang, apalagi pada di waktu malam. Bumbu-bumbu cerita tempo dulu terkait kengerian alas itu sudah melekat pada orang-orang di daerah sana. Mereka yang mengetahuinya pun mengubur dalam-dalam kisah-kisah gelap yang entah pernah atau hanya sebuah karangan belaka yang terjadi di alas itu. Bagi mereka warga sekitaran wajib hukumnya untuk melarang warga dan keluarga mereka untuk melewati jalan tersebut. Terutama di kala sore dan malam hari. Terkhusus untuk anak-anak dan para bocah-bocah remaja. Apalagi pergi ke sana seorang diri.

            Alas Ireng belum terdengar di kalangan banyak orang di dunia maya. Justru Pantai Nyenyat yang tengah mulai menjadi pujaan bagi orang-orang di luar sana. Keindahan panorama pantai itu telah berhasil  lebih dulu memanggil kepada siapa saja mereka pecinta keelokkan dunia. Nyenyat membuka jalan bagi Alas Ireng untuk kembali membuka matanya dari lelapnya tertidur sepi.

            Pohon-pohon besar itu bisa berbicara. Suaranya terdengar lirih dan lembut memanggil-manggil. Apabila mereka bernyanyi siapa yang tidak berhati-hati pasti akan terpatri. Orang yang terlena hanya akan terdiam seolah-olah ia berada di pucuk nikmat yang tiada tara yang tidak akan pernah berakhir. Suasana sepanjang jalan membius dengan tawaran hawa kesejukkan. Kepada mata mereka akan menunjukkan pemandangan indah yang membuat indera dan benak mereka takjub. Lantas hati mereka terbuai dan terikat. Itulah Alas Ireng dibalik sikapnya yang diam.

            Alas Ireng menunggu masa yang tepat untuk mereka bangun. Sejatinya mereka pun tak sepenuhnya tertidur. Terkadang mereka membuka mata untuk mengintip sekeliling mereka. Jika waktunya telah tiba jalanan hutan itu akan terjaga sepenuhnya. Mereka akan melakukan kebiasaan mereka terhadap siapa saja yang melintas di wilayah mereka.

***

            “Apa penjaga pabrik tua itu mengerjai kita ya?”, kata Miki yang kini tengah menyetir.

            “Kenapa?”, tanya Erik.

            “Ini sudah hampir dua jam perjalanan sejak dari pabrik. Kata mereka tidak sampai satu setengah jam sudah sampai pantai. Dimana pantainya? Hutan semua yang terlihat di depan sana”, jawab Miki kesal.

            “Jalanmu terlalu pelan Mik”, kata Jimi.

            “Buat ngebut juga tidak enak jalannya”, sanggah Miki.

            “Sudah jam lima lebih guys”, kata Erik.

            “Aku mau pipis”, Hendri berkata lantang.

            Miki menepikan mobilnya. Mereka berempat keluar dari kendaraan menapak tanah alas. Semua merasakan kesejukkan sapaan di tengah jalan yang mereka lalui. Erik mengantar Hendri untuk mencari tempat sepi.

            “Di situ saja. Di semak-semak”, tunjuk Erik.

            “Ogah di sini aja. Pohon gede”, jawab Hendri mengucur.

            Belum juga mereka sampai di tempat tujuan. Mereka sudah terbius dengan panorama alam dimana kini mereka berhenti. Mereka seperti ingin berlama-lama di tempat pemberhentian mereka untuk menikmati suasana dan pemandangan yang jarang mereka lihat ini. Mereka dikelilingi pohon-pohon hijau yang menyejukkan mata dan menjamu paru-paru mereka dengan kesegarannya. Nyanyian paduan suara kicau burung, suara-suara serangga, dan daun-daun yang berdesir mengalun merdu di telinga mereka.

            “Tahu kayak gini kita bawa senapan ya nggak?”, kata Jimi.

            “Ho’oh”, Miki setuju.

            “Instastory dong guys. Keren nih”, ajak Miki.

            “Apaan? Orang sejak masuk persimpangan jalan sudah tidak ada sinyal”, ujar Erik.

            Mereka bertiga larut dalam mengabadikan momen mereka dengan berfoto di setiap spot-spot yang mereka anggap bagus. Sementara Hendri lebih memilih untuk tetap di mobil dengan permainannya dengan ditemani berbagai macam cemilan kesukaannya.

            Waktu sudah mulai gelap. Jingga sudah mulai menipis. Mereka memutuskan untuk makan terlebih dahulu di tempat itu. Mereka pun mengeluarkan perbekalan mereka untuk bersantap malam. Jimi beraksi dengan kemampuannya untuk membuatkan teman-temannya hidangan andalannya.

            Sebuah alas karpet digelar di medan yang rata. Sudah tersaji menu-menu makanan andalan Jimi di tengah-tengahnya. Kopi panas yang diracik oleh Miki juga sudah tersedia. Lampu-lampu dan juga lampu mobil dinyalakan sebagai penerangan mereka. Hutan di kanan-kiri mereka kini benar-benar menjadi gulita. Pohon-pohonnya pun sekarang menjadi samar. Langit pun tidak terlalu bersahabat dengan disembunyikannya bintang dan bulan. Justru awan mendung yang kini mencemaskan mereka.

            Setelah bersantap dengan nikmat hingga membuat mereka enggan untuk bergerak. Mereka kini bermalas-malasan. Seakan lupa dengan tujuan perjalanan mereka yang ingin berjumpa dengan laut dan pantai. Kini mereka seakan sedang menikmati camping di tengah hutan.

            Mereka bernyanyi dengan lantang dengan diiringi permainan gitar Erik yang tak kalah kencang. Mereka benar-benar sudah berada di puncak kesenangan mereka. Bernyanyi, bercanda, tertawa, bercerita tentang masa lalu, bercerita tentang pujaan-pujaan mereka dengan diselingi kata-kata kotor yang menambah tawa senang mereka. Sementara itu si kecil sudah aman di dalam mobil tertidur dengan pulas setelah makan malamnya.

bonita71Avatar border
bonita71 memberi reputasi
1
279
1
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the Heart
KASKUS Official
32KThread45KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.