Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tombol.surgaAvatar border
TS
tombol.surga
Sekolah Menengah AS Ajarkan Budaya Islam, Lakukan Indoktrinasi Sejak Dini
Ketika sebuah sekolah menengah dituntut karena memasukkan pengajaran tentang Islam ke dalam kurikulum Budaya Dunia dan Geografi, para siswanya mungkin menjadi yang paling dirugikan.
Ketika berimigrasi ke Amerika Serikat dari Iran sebagai seorang anak, Elika Dadsetan-Foley mengaku diejek di sekolah “karena menjadi teroris”. Dia juga mendengar berbagai istilah yang berkaitan dengan adanya banyak pasir di tempatnya berasal. Elika pun bertanya kepada orang tuanya, “Apakah memang ada pasir di Iran? Apa artinya semua ini? Apakah mereka mengetahui sesuatu tentang warisan budaya saya yang tidak saya ketahui?”
Akhirnya, Elika berpindah agama ke Katolik. “Saya ingin melepaskan satu lapisan perbedaan lagi. Saya kira, saya bisa mencoba berasimilasi dengan cara ini.”

Saat ini CEO/direktur eksekutif VISIONS Inc., organisasi pelatihan dan konsultasi nirlaba yang berspesialisasi dalam keragaman dan inklusi, Elika mengajar kewarganegaraan di High Tech High School di San Diego pada akhir 2000-an. Dia menegaskan dia dengan serius mempertimbangkan bagaimana dia mengajar tentang budaya dan nilai-nilai lain. “Ketika saya berpikir tentang nilai, saya berpikir, apakah kamu telah mengajar mereka melalui lensa kulit putih monokultural?”

“Peran historis sistem sekolah umum kami adalah memberikan sekumpulan nilai yang sama,” tutur Michael Kirst, profesor emeritus pendidikan di Universitas Stanford dan mantan presiden Dewan Pendidikan Negara Bagian California. “Sekolah umum hadir secara khusus untuk menjadi sarana sosialisasi dan memberikan perspektif nilai bagi para imigran.”

Namun, itu menimbulkan pertanyaan tentang nilai apa yang harus diajarkan dan bagaimana. Kapan pun guru berdiri di depan kelas, The Christian Science Monitor mencatat, mereka menyampaikan prinsip-prinsip dasar, seringkali melalui cara sederhana mereka berhubungan dengan siswa mereka. “Ini bukan pertanyaan apakah kita harus mengajarkan nilai, karena itu tetap saja akan terjadi bagaimanapun juga,” tutur Elika.


PERKENALAN KEBERAGAMAN ATAU INDOKTRINASI?
Perdebatan tentang pendidikan nilai telah berlangsung selama beberapa dekade, seringkali dengan ketegangan yang cukup besar. Baru-baru ini, sebagian besar konflik berpusat pada bagaimana para pendidik mengajari siswanya tentang Islam dan nilai-nilai Islam, The Christian Science Monitor melaporkan.

Para pelajar di Sekolah Menengah Chatham di negara bagian New Jersey, Amerika Serikat mengikuti kelas Budaya Dunia dan Geografi di kelas 7, termasuk unit tentang keyakinan Islam dalam konteks Timur Tengah dan Afrika Utara. Pada Januari 2017, Libby Hilsenrath sedang meninjau tugas sekolah putranya ketika dia mengetahui tentang unit terkait Islam.
Hilsenrath mengadu ke distrik sekolah dan muncul di Fox News untuk mendiskusikan kekhawatirannya. Setelah tampil di televisi, pemirsa mengancam para pejabat sekolah dan anggota Dewan. “Ancaman itu cukup serius sehingga polisi berada di sekolah menengah dan gedung administrasi distrik,” ujar Melissa Cavallo, yang anak-anaknya bersekolah di Sekolah Menengah Chatham.

Setahun setelah pengaduan awal, Hilsenrath mengajukan gugatan hukum terhadap beberapa pejabat sekolah Chatham, dewan pendidikan, dan distrik sekolah. Thomas More Law Center menjadi perwakilan hukumnya secara pro bono, sebagai bagian dari misi mereka untuk membela dan mempromosikan “Warisan Yahudi-Kristen Amerika dan nilai-nilai moral”. Salah satu tujuan utama mereka adalah “menghadapi ancaman Islam radikal”, yang menurut mereka telah “menyusup” ke banyak sektor masyarakat, termasuk sekolah.
Gugatan hukum itu menuduh sekolah tersebut mempromosikan agama Islam. Menurut laporan The Christian Science Monitor, di pusat keluhan itu merupakan video berdurasi lima menit yang memperkenalkan agama Islam dan menyertakan sejumlah pernyataan seperti “Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa”, Alquran adalah “Panduan yang sempurna untuk Kemanusiaan”, dan “Semoga Tuhan membantu kita semua menemukan iman yang benar dalam Islam”.

Hilsenrath berpendapat bahwa sekolah tersebut melakukan dakwah atas nama Islam dengan mengekspos siswa sekolah menengah ke video yang “berusaha untuk mengubah pemirsa menjadi Islam dan dipenuhi dengan ajaran agama Islam”. Gugatan itu juga mengeluhkan lembar kerja dengan tautan ke laman situs internet yang menjelaskan “kemudahan bagi mereka untuk masuk Islam”.

Pada November 2020, kasus Hilsenrath ditutup tanpa kesempatan diajukan kembali ke pengadilan (dismissed with prejudice). “Pasti ada batasan yang harus ditarik antara mengajar tentang agama dan mengajarkan agama,” tulis Hakim Kevin McNulty dalam keputusan tersebut. 


SIAPA YANG MENJADI KORBAN DALAM GESEKAN SEMACAM ITU?
Konflik tentang pengajaran tentang Islam tidak terbatas di Chatham. Keluhan serupa muncul di seluruh penjuru Amerika. Konflik ini bukannya tanpa korban.
Di satu sisi, ketika pendidikan tentang sistem kepercayaan yang berbeda terhambat, para pelajar akhirnya kurang memiliki pemahaman yang memadai tentang budaya lain. Bagi para siswa yang tinggal di daerah homogen, ini mungkin satu-satunya kesempatan mereka untuk mendapatkan perspektif yang berbeda.
“Saya ingat tidak ada keberagaman agama di kota ini untuk dibicarakan,” ucap Guy Citron, alumnus Sekolah Menengah Chatham, dilansir dari The Christian Science Monitor. “Saya adalah salah satu dari sedikit anak Yahudi.” Dalam hal ini, dia berkata, “Distrik sekolah secara sah mencoba untuk meningkatkan kesadaran tentang apa yang dimiliki orang lain di negara lain mengenai tradisi agama, karena mereka tidak akan belajar tentang Islam dari sesama siswa.”
Kirst juga mencatat bahwa “ada beberapa bukti bahwa studi etnis membantu murid memahami orang lain dari latar belakang atau warisan etnis yang berbeda” dan bahwa pemahaman ini dapat membantu siswa “menunjukkan performa yang lebih baik dalam mata pelajaran lain”.
Di sisi lain, menurut catatan The Christian Science Monitor, jika para guru berpendapat bahwa “kepercayaan pada prinsip-prinsip Yahudi-Kristen adalah dasar untuk menjadi orang Amerika”, seperti yang diadvokasi oleh ketua penasihat dan presiden Thomas More Law Center Richard Thompson, anak-anak Muslim dapat merasa kesulitan untuk menjadi bagian dari sesama penghuni kelas.
“Saya pikir konflik itu sendiri mungkin telah menegaskan kembali beberapa hal untuk siswa Muslim dalam sistem sekolah,” tandas Citron, “tentu saja Chatham memiliki masalah berpikiran secara tertutup.”
“Afirmasi tersebut dapat berdampak pada anak-anak,” tandas Kirst. “Semua ini juga tentang harga diri siswa.”

https://www.matamatapolitik.com/seko...asi-in-depth/

makin mirip dengan indonesia

emoticon-Takutemoticon-Takutemoticon-Takut
wisudajuniAvatar border
pikap.26tonAvatar border
pikap.26ton dan wisudajuni memberi reputasi
2
964
25
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.3KThread41.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.