Quote:
Di ujung Jalan Tongkol, Pademangan, Jakarta Utara, sebuah tenda beratap terpal kokoh berdiri. Tak begitu besar, tapi cukup sebagai tempat berlindung sejumlah ibu-ibu dan bocah dari gerimis yang turun di ibu kota, Kamis sore (11/2).
Beberapa meter dari tenda itu, empat orang pria tengah beraktivitas. Bersepatu boot, lengkap dengan topi. Keempatnya tampak membuat pondasi rumah. Mereka semua adalah warga Kampung Bayam, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Daerah ini terdampak proyek pembangunan Jakarta International Stadium (JIS).
Pemandangan orang berteduh dan bekerja yang terlihat itu bukan tanpa sebab. Salah seorang dari mereka, Husni Mubarok, menceritakan kondisi warga yang ada di sana kepada CNNIndonesia.com.
"Jakpro (pengembang proyek JIS) tadi mendatangkan backhoe (alat berat), mereka bilang kedatangan untuk membuka saluran air. Tetapi mereka datang membawa surat bermeterai, meminta agar kita segera pindah," kata Husni. Ia memperlihatkan surat itu kepada CNNIndonesia.com.
Husni bilang, alat berat itu memang sempat terlihat mengeruk selokan air, namun, kata dia, alat berat itu juga maju ke arah rumah warga.
"Tambah maju. Terus kami bilang, kalau maju lagi, kami enggak bisa tanggung, apakah ini (situasi) kondusif atau tidak. Setelahnya ada aba-aba, terus backhoe itu mundur," ucap dia.
[table][tr][td]
Tak sedikit warga di Kampung Bayam, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara yang belum mendapat rumah kampung deret yang dijanjikan Pemprov DKI Jakarta sebagai dampak pembangunan Jakarta International Stadium (CNN Indonesia/ Yogi Anugrah)
[/td]
[/tr]
[/table]
Kilas Balik
Husni mengatakan, berdasarkan data dari Jakpro, total ada 627 Kepala Keluarga (KK) di Kampung Bayam yang terdampak proyek JIS.
Pada 2019 lalu, kata dia, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tak mau ada penggusuran di tempat itu, namun dilakukan penataan kampung.
"Pada 28 Agustus 2019 saat Rapim, Pak Anies berikan instruksi penataan kampung, untuk mempertahankan konsep kampung. Beri instruksi ke pihak Jakpro bahwa penataan Kampung Bayam, tidak ada penggusuran, tapi penataan kampung. Cuma dikembalikan lagi ke pihak Jakpro seperti apa," kata dia.
Setelah proses itu, ia menyebut pihak Jakpro kemudian menurunkan konsultan/surveyor ke warga untuk menilai bangunan. Pemilik bangunan lantas diberikan santunan sekitar Rp28-40 juta, sementara pengontrak sekitar Rp4-6 juta secara bertahap.
Namun, negosiasi antara Jakpro dan warga tidak berjalan mulus. Tak semua warga mau membuat rekening untuk proses pencairan dana santunan.
Dari total sekitar 627 KK, ada 50 KK yang keberatan untuk membuat rekening. Warga sebanyak 50 KK ini, kata Husni, merupakan Kelompok Urban Farming. Husni sendiri merupakan Sekretaris di Urban Farming.
"Karena kita keberatan, kita minta ditata. Kita menagih janji," ucap dia.
https://www.cnnindonesia.com/nasiona...-stadion-anies
siapa yg janji kampanyenya "tidak akan menggusur"
mana zonkie dgn "sajak tukang gusur"nya
mana sjw ama ratna yg protes penggusuran