London- Kecaman untuk kudeta militer di
Myanmar mengalir dari para pemimpin dunia. Negara-negara Barat menyerukan
militer Myanmar untuk segera membebaskan para pemimpin sipil yang ditahan.
Seperti dilansir
AFP, Senin (1/2/2021), Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, mengecam
kudeta militer dan penahanan pemimpin de-facto Myanmar,
Aung San Suu Kyi.
"Saya mengecam kudeta dan penahanan tidak sah terhadap sejumlah warga sipil, termasuk Aung San Suu Kyi, di Myanmar. Suara rakyat harus dihormati dan para pemimpin sipil harus dibebaskan," ucap PM Johnson dalam pernyataan via Twitter.
Kementerian Luar Negeri Jepang dalam pernyataannya juga menyerukan agar Suu Kyi dibebaskan dan agar demokrasi dipulihkan di Myanmar. "Kami meminta pembebasan para pemangku kepentingan termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi yang ditahan hari ini," cetus Kementerian Luar Negeri Jepang dalam pernyataannya.
"Mendorong tentara nasional (Myanmar) untuk segera memulihkan sistem politik demorasi di Myanmar," imbuh pernyataan itu.
Seruan serupa disampaikan oleh Presiden Dewan Eropa, Charles Michel, yang dalam pernyataannya mengecam kudeta militer Myanmar dan menyerukan semua orang yang ditahan secara tidak sah untuk dibebaskan.
"Saya mengecam keras kudeta di Myanmar dan menyerukan kepada militer untuk membebaskan semua yang ditahan secara tidak sah dalam penggerebekan di berbagai wilayah negara itu," ujar Michel dalam pernyataan via Twitter. "Hasil pemilu harus dihormati dan proses demokrasi perlu dipulihkan," imbuhnya.
Kecaman juga datang dari Amerika Serikat (AS), Australia, Norwegia, Kanada dan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, menegaskan bahwa AS 'akan mengambil tindakan terhadap pihak-pihak yang bertanggungjawab jika langkah-langkah ini tidak dicabut'.
Menteri Luar Negeri AS, Anthony Blinken, secara terpisah menyerukan kepada militer Myanmar 'untuk membebaskan semua pejabat pemerintah dan pemimpin masyarakat sipil dan menghormati kehendak rakyat Burma seperti diungkapkan dalam pemilu demokratis pada 8 November'.
"Kami menyerukan agar militer menghormati penegakan hukum, untuk menyelesaikan sengketa melalui mekanisme yang sah dan untuk segera membebaskan seluruh pemimpin sipil dan yang lainnya yang ditahan secara tidak sah," ujar Menteri Luar Negeri Australia, Marise Payne
"Kami mengecam perkembangan hari ini di Myanmar. Kami mendorong para pemimpin militer untuk mematuhi norma demokrasi dan menghormati hasil pemilu," demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Norwegia.
"Konstitusi tahun 2008 dirancang secara spesifik untuk memastikan kekuatan militer tertanam kuat dan terlindungi," ujar Duta Besar Kanada untuk PBB, Bob Rae, yang menyebut militer Myanmar 'menyusun konstitusi dengan cara ini agar mereka bisa melakukan ini (kudeta-red)'
"Perkembangan ini merupakan pukulan serius bagi reformasi demokrasi di Myanmar," ucap Sekjen PBB, Antonio Guterres, melalui juru bicaranya, Stephane Dujarric.
Negara-negara ASEAN juga memberikan tanggapan terhadap situasi terkini di Myanmar. Dengan Kementerian Luar Negeri Singapura menyampaikan 'kekhawatiran besar' serta mengharapkan semua pihak untuk 'menahan diri'.
Senada dengan Singapura, Kementerian Luar Negeri Indonesia juga menyampaikan 'keprihatinan' dan mendorong semua pihak 'menahan diri'
Sedikit berbeda, Filipina melalui juru bicara kepresidenan, Harry Roque, menyebut situasi terkini di Myanmar sebagai 'urusan dalam negeri'. Komentar senada sebelumnya disampaikan oleh Kamboja dan Thailand.
"Kekhawatiran utama kami adalah keselamatan rakyat kami. Angkatan bersenjata kami dalam posisi standby jika kami perlu mengevakuasi mereka serta kapal Angkatan Laut juga disiagakan untuk memulangkan mereka jika perlu," tutur Roque.
Sementara itu, China yang kerap menentang intervensi PBB untuk isu Myanmar, menyerukan semua pihak untuk 'menyelesaikan perbedaan' dalam komentarnya soal situasi terkini di Myanmar.
"China merupakan tetangga yang bersahabat bagi Myanmar dan berharap agar berbagai pihak di Myanmar akan menyelesaikan perbedaan mereka secara pantas di bawah kerangka konstitusional dan hukum untuk melindungi stabilitas politik dan sosial," ucap juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin.
RIP Demokrasi di negara tetangga kita, Myanmar.
Militer disana tidak terima hasil pemilu yang dimenangkan oleh rakyat sipil.
Hampir mirip kejadianya kayak di mari, mantan orang militer tidak terima kemenangan orang sipil. Tapi untung mau jadi menteri sekarang.
Kedepanya Myanmar bakal jadi satu-satunya negara terbelakang di ASEAN karena segala aspek ekonomi bakal dikuasai oleh militer dan hanya ada untuk memperkaya dirinya sendiri. Sementara Laos dan Kamboja kalau saya perhatikan ada perkembangan untuk keluar dari daftar negara terbelakang atau
versi UNDP.