Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

  • Beranda
  • ...
  • Buku
  • Menguak Wajah Lama Jakarta dari Tuturan Ali Sadikin

lishandokoAvatar border
TS
lishandoko
Menguak Wajah Lama Jakarta dari Tuturan Ali Sadikin

Foto: Wikipedia

Otobiografi Ali Sadikin ‘Demi Jakarta Untuk Jakarta 1966-1977’ menggambarkan bagaimana peliknya masalah Jakarta sebagai ibu kota negara di era transisi kepemimpinan Orde Lama ke Orde Baru. Uang kas terbatas, kejahatan merajalela, banyak anak putus sekolah, dan masalah asusila yang bikin penyakit.
 
Dalam buku otobiografi yang disusun Ramadhan K.H, Ali Sadikin yang akrab disapa Bang Ali oleh warga Jakarta mengisahkan awal mula dirinya dipilih Presiden Sukarno untuk memimpin ibu kota. Sejatinya ia bukanlah seorang birokrat, melainkan perwira TNI Angkatan Laut. Sukarno melihat sosok Bang Ali sebagai figur yang tepat untuk membenahi ruwetnya Ibu Kota Indonesia.

Karakter Bang Ali yang koppig—berarti keras kepala dalam Bahasa Belanda—membuat Sukarno yakin menunjuk pria asli Sumedang, Jawa Barat itu untuk maju menjadi DKI 1. Keras kepala yang dimaksud Sukarno bukan berarti Bang Ali sulit diatur dan bersikap semaunya, tapi dia punya karakter yang kuat dan tegas.

Di awal mengelola Ibu Kota, Bang Ali dihadapkan pada berbagai urusan pelik. Kas DKI Jakarta waktu itu cuma Rp 66 juta. Meskipun inflasi belum setinggi hari ini, tapi uang segitu tak cukup buat mengurusi masalah-masalah di Jakarta, apalagi urusan pembangunan.

Bang Ali memutar otak bagaimana mendapatkan uang untuk membangun Jakarta menjadi ibu kota sesungguhnya. Dari pencariannya, akhirnya ia menemukan cara—yang belakangan menimbulkan kontroversi besar. Ia mengumpulkan uang-uang pajak dari tempat lokalisasi judi yang nilainya lumayan besar.

Ia juga melegalkan lokalisasi prostitusi. Ya, betul, di era Bang Ali menjabat para pria hidung belang bisa mendapatkan jasa pemuas syahwat di tempat yang terbilang legal secara hukum.

Meskipun mendapatkan kritik tajam, khususnya dari para pemuka agama, Bang Ali tetap pada pendiriannya. Ia beranggapan, praktik judi maupun prostitusi akan selalu ada sekalipun dilarang. Jadi, daripada duit-duit haram itu berputar di porosnya saja, lebih baik dipungut pajak untuk kemaslahatan banyak orang.

Dalam buku otobiografinya, Bang Ali juga sedikit mengulas soal kehidupannya. Bagaimana ia membangun romansa dengan sang istri, Nani Sadikin. Seorang dokter gigi yang mengabdi untuk suami.

Banyak kisah kisah seru yang diceritakan Bang Ali dalam otobiografinya. Seperti saat ia menampar seorang supir truk milik TNI AL yang ugal-ugalan. Si supir rupanya tak tahu laki-laki berbadan tegap yang dihadapinya adalah Letnan Jenderal di AL. Karena ngeyel saat ditegur, Bang Ali menempeleng si supir itu saking jengkelnya.

Hal-hal menyentuh yang dialami Bang Ali selama menjadi gubernur selama 11 tahun juga terungkap di buku otobiografi itu. Seperti permasalahan banyak anak putus sekolah dan hidup menggelandang lantaran tak punya biaya dan kurangnya fasilitas gedung sekolah. Bang Ali mengulas semua hal terkait kondisi sosial ekonomi Jakarta pada masa kepemimpinannya.

Dari otobiografi Ali Sadikin, kita bisa tahu satu hal. Jakarta yang dikenal sebagai kota metropolitan saat ini dengan segala ingar bingarnya tidak dibangun dengan instan. Ada perjuangan keras dari pemimpin pemerintahan juga masyarakat hingga Jakarta bersolek menjadi kota yang indah—meskipun banyak kekurangannya—dan menjadi kota yang sangat padat sekarang ini.

Diubah oleh lishandoko 29-01-2021 04:23
0
828
5
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Buku
BukuKASKUS Official
7.7KThread4KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.