Kendaraan bermesin dewasa ini sudah menjamur di mana-mana termasuk di Indonesia. Ibarat sebuah kebutuhan, baik kendaraan roda dua, roda empat maupun alat transportasi jenis lainnya sudah seperti kaki ke dua bagi manusia.

Dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih, jarak dan waktu bukanlah lagi menjadi hambatan bagi manusia untuk berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Hanya hitungan menit atau jam saja jarak 100KM bukanlah sebuah masalah yang besar buat seorang pejuang cinta LDR-an wkwkwk.


sumber gambar

Ane sendiri pernah menjalani LDR (Long Distance Relationsip) hampir setiap hari ane menempuh jarak 80KM pulang-pergi cuma buat ketemu sama doi sang pujaan hati. Dengan menunggangi sepeda motor berbahan bakar minyak, semua itu ane lakukan, ya walau pun pada akhirnya harus berpisah sama doi, mungkin karena bukan jodoh aja.

Sebelum merembet kemana mana nih cerita ane, pada thread ini ane ingin beropini mengenai sudah siapkah Indonesia menerima kendaraan listrik?

Opini ane secara pribadi, siap atau tidaknya itu tergantung dari daya beli masyarakat di Indonesia. Selama ini sebuah produk yang banyak beredar di pasar Indonesia itu adalah produk yang mampu dibeli oleh semua kalangan, terutama kalangan menengah ke bawah. Terlebih sebuah kendaraan sudah bagaikan kebutuhan utama. Walaupun banyak produsen yang menawarkan produk kendaraan listriknya di Indonesia, namun apabila daya beli dari masyarakat tidak ada maka produk itu pun tidak akan dapat bertahan lama.


sumber gambar

Pasalnya, kendaraan listrik walau pun terbilang lebih hemat dan juga lebih ramah lingkungan, tetapi kalau harganya mahal dan tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di Indonesia secara tepat sasaran, pasti orang-orang akan berpikir beberapa kali untuk memiliki kendaraan listrik.

Misalnya saja, di pedesaan, kebanyakan warga di desa memiliki kendaraan sebagai penunjang utama dalam melangsungkan aktivitasnya di kebun untuk mengangkut hasil pertanian misalnya. Selain itu jalanan di pedesaan juga sudah tentu lebih terjal di bandingkan jalanan di kota, maka kendaraan yang warga desa butuhkan adalah kendaraan yang irit bahan bakar, bertenaga besar, juga memiliki mesin yang bandel alias awet tidak rewel.

Bayangkan saja, jika para petani mengangkut gabah dengan kendaraan listrik yang penggeraknya menggunakan motor listrik saja, sudah tentu tenaganya akan sangat beda jauh dengan kendaraan bermesin BBM.


sumber gambar

Bila dikatakan sebagai pengganti kendaraan konvensional yang menggunakan bahan bakar minyak bumi supaya menggunakan kendaraan dengan energi yang dapat diperbaharui, bila kendaraan listrik yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan mereka, pasti para warga desa khususnya para petani akan lebih memilih kendaraan dengan mesin bio diesel, yang mana bio diesel selain tenaganya besar, bahan bakarnya juga terbuat dari bahan yang dapat diperbaharui, yaitu minyak kelapa sawit.

Supaya kendaraan listrik dapat diterima dengan baik oleh masyarakat di Indonesia, maka kendaraan listrik tersebut harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut :

1. Memiliki harga yang terjangkau

2. Tidak rewel

3. Layanan jasa service yang memadai

4. Bertenaga, karena tidak semua jalanan di Indonesia datar

5. Stasiun pengisian tenaga listrik yang memadai, karena bila bepergian jauh tidak mungkin kita kembali ke rumah untuk melakukan pengisian battery.

6. Aman digunakan dalam segala kondisi cuaca yang ada di Indonesia. Nah point ini juga sangat penting. Mengingat tenaganya beesumber dari listrik, maka kendaraan ini juga harus tahan terhadan segala cuaca termasuk hujan, agar tidak menyetrum pengendaranya.

Sekian thread ane kali ini Gan-Sist, semoga opini ane ini bisa memberikan masukan kepada para produsen kendaraan listrik bila ingin memasarkan produknya di Indonesia, baik itu produk dalam negeri maupun produk luar negeri, tapi harapan ane, semoga Indonesia bisa membuat sendiri kendaraan listriknya dari nol tanpa harus bekerja sama dengan pihak asing. Mohon maaf apabila ada salah kata, sampai jumpa lagi pada thread selanjutnya ya.

Penulis : kadeksatia

Sumber referensi : opini pribadi