gangel160487Avatar border
TS
gangel160487
Wawancara Pasca Kematian
MY Horor

"Welcome to good night radio, selamat malam untuk para pendengar dimanapun berada, kembali lagi dengan aku, Iwan Brader dan hadir bintang tamu kita, seorang jurnalis dari media X Nina menemani anda dalam siaran radio malam ini, stay tune di 190.4 FM, sebelum kita mulai acara, mari kita dengarkan musik dari band yang asyik satu ini.” 

Klik, tombol off microphone dimatikan oleh Iwan, dan sambil mendengarkan lagu yang disiarkan kami menyalakan rokok dan berbincang sejenak sebelum start on air kembali.
Perkenalkan panggil saja aku Garry Ninawaty, ini adalah pengalaman kesekian ku di perihal mistis yang seakan akan sudah menjadi sesuatu yang biasa bagiku. Kali ini aku menjadi bintang tamu acara malam di statiun radio yang sudah cukup lama mengudara di Jakarta, yang cukup terkenal dengan siaran mistis nya. Cukup seru rasanya ketika di siaran malam mendengarkan cerita ataupun pengalaman-pengalaman menegangkan dan seru dari setiap pendengar radio ataupun terkadang dari karyawan karyawan di statiun radio pas siaran malam ini.
Aku mempunyai banyak teman jurnalis dan presenter di statiun siaran ini, dan sudah biasa diundang mereka untuk menjadi bintang tamu atau pun kadang jadi narasumber topik tertentu. Iwan, perawakan tinggi dan berkulit coklat, kami bertemu sudah lama sekali, kala itu:
2009, bulan September, tidak terasa aku akan berangkat ke kota metropolitan, sendirian, hanya dibekali tiket perjalanan dan sesampainya di sana, bos ku berkata akan ada Iwan menjemput ku.
Saat tiba di bandara keberangkatan, suasana terminal keberangkatan domestik sudah tampak penuh oleh para pengantar yang memenuhi bangku-bangku bandara. Rupanya pesawat terbang bukan lagi barang mewah yang dulu hanya dinaiki oleh kaum berjas dan berdasi seperti tahun tahun 80 dan 90an. Banyak juga kaum sarungan dan bersandal jepit yang lalu lalang di sekitar pintu masuk terminal pemberangkatan domestik. Bagiku itu berarti pesawat terbang sudah menjadi moda transportasi yang murah dan terjangkau oleh masyarakat. Atau memang masyarakat kita yang mulai meningkat taraf hidupnya.
Setibanya di Bandara tujuan, di pintu keluar aku mencoba mencari-cari penjemputku seusai dengan arahan Bu Dwi. Tampak di pintu keluar terminal domestik, seorang pria berbaju ala petugas lapangan memegang selembar kertas bertuliskan namaku dengan ukuran huruf cukup besar. Akupun menghampirinya. "Selamat siang, dengan Mbak Nina? Aku Iwan," sapanya dengan suara agak keras karena suasana di pintu keluar tersebut sangatlah berisik dengan orang yang lalu lalang. Pria yang  kusapa tersebut mengangguk-angguk sambil tersenyum dan meminta ku untuk mengikutinya dengan memberi aba-aba. Rupanya Iwan mengajak aku ke sebuah pujasera yang terdapat franchise *&W. Letaknya di sebelah kiri pintu keluar terminal kedatangan domestik. "Selamat datang di Jakarta Nin, aku yang akan membantu mu menyiapkan akomodasi dan tempat tinggal di Jakarta. Dalam beberapa saat aku sudah terlibat pembicaraan serius terkait pindahan ku ke kota ini. Rupanya Iwan ini tipe pria supel, walau aku baru bertemu sekitar 5 menit yang lalu dengannya, sepertinya kami sudah menjadi teman akrab. Yah, itulah kekuatan Interpersonal Skills. Kemampuan seseorang dalam membuat, mengembangan dan mempertahankan relasi dengan orang lain. Perawakannya yang tinggi dengan body chubby, berkulit coklat seperti kebanyakan pria Indonesia. Namun Tuhan telah menganugerahi dirinya dengan wajah yang ramah dengan garis bibir yang tampak selalu tersenyum. Dari jarak kedua mata dan alis yang agak tebal serta gerakan bola matanya, aku bisa membaca bahwa Iwan ini adalah orang yang cekatan dan cerdas. Pasti dia menjadi orang andalan di kantor pusat ini. "Ada yang ingin ditanyakan Nin?" tanya Iwan dengan ramah, setelah menjelaskan panjang lebar.
Begitulah kurang lebih cerita pertemuanku dengan Iwan hingga saat ini walaupun kami sudah berbeda tempat kerja kami selalu saling kontak.
Kembali ke siaran radio ini. Tempat siaran di statiun ini berbentuk seperti kubah, tetapi sebelum menuju ruangan ada suatu lorong yang katanya cukup memiliki aura negatif, berdasarkan teman teman kantor Iwan.
"Di pintu ini kadang-kadang suka ada yang lewat.. kuntilanak sih kayanya." Kata office boy.
Untuk menuju tempat siaran, setelah melewati sebuah area parkir dan jalan menuju akses lift.
Menurut beberapa anak kantor, jika berjalan menuju lift kerap ada suara seperti sepatu yang mengikuti.
Namun ketika kita berhenti dan melihat ke belakang, hanya ada sekelebat bayangan hitam yang seperti bersembunyi di balik pilar.
Kalau jalan ke arah lift, itu yang sering ada kayak ngikutin bunyi tak tok tak tok. Pas berhenti, terus lihat kayak ada bayangan hitam di balik pilar."
Selain ada sosok makhluk tak kasat mata yang berseliweran,
"Kalo di studio kita dengerin lagu di headphone sama speaker. Yang on air sama yang ada di headphone beda lagunya.
Terus kadang-kadang suka kedengeran suara lain kayak orang ikut nyanyi. Padahal aku nggak nyanyi." ujar mbak Nana rekan siaran kami yang lain.
"Kebetulan dalam studio lagi sendirian. Begitu masuk bagian ngomong, gue lagi ngomong, tiba-tiba di headphone gue..Gue yakin lagi sendiri di studio..Tiba-tiba di headphone gue kedengeran suara ketawa." ungkap kang Ade penyiar yang lain.
"Yang paling sering aku denger dari temen-temen penyiar paling narik-narik keyboard, kreeek kreeek, aduh serem banget." ujar mas Ade.
Terlepas hal-hal mistis yang kerap terjadi di ruang siaran radio, aku sangat menikmati berada di sini bersama dengan Iwan.
Tapi yang tidak kami tahu, malam ini ada kejadian yang tidak terduga ..
"Ya pendengar, saat ini kita buka interaksi dengan pendengar di hotline kami or akun twitter di @hotra**io@FM or 021-XXX, kami tunggu teleponnya, dan ini sudah ada penelepon pertama, mari kita dengarkan, ya hallo dengan siapa?" Iwan membuka pembicaraan.
Suara telepon yang berdering itu kemudian diangkat. Seperti biasanya kami menanyakan bagaimana kabarnya dan dengan siapa serta ada apa cerita yang ingin disampaikan, dan dari seberang terdengar:

“Malam itu aku dan teman temanku akan berangkat malam ke perkemahan di area Bandung, di tengah perjalanan, tiba tiba temanku memutar setir mobil dan melewati sebuah jalan pintas yang tidak biasanya dilewati orang-orang. Sebagai wanita sendiri dalam rombongan yang terdiri dari teman teman kampus, aku tidak menanyakan  dengan pasti ke rombongan mengenai jalan yang aku bahkan baru temui karena jalan tersebut adalah rekomendasi teman di rombongan.“
Aku dan Iwan mengangguk. Dan sedikit menanggapinya dengan berucap, “Baik. Kemudian?”
“Terdengar suara orang dari balik pohon. Aku tiba-tiba sadar bahwa aku sendirian, dengan langit berawan dan lampu-lampu jalan yang tidak dinyalakan.
Sial, umpatku dalam hati,  Handphone ku sudah mulai lowbat, sehingga aku tidak bisa menyalakan fitur senternya. Jadi aku mempercepat langkahku di jalan setapak berumput yang basah oleh genangan air dan hujan turun dengan derasnya di malam itu.
Suara itu terus mengikuti, bahkan berpindah-pindah dari kanan ke kiriku, begitu seterusnya.
Suaranya seperti antara tertawa, gumaman, dan sedikit nafas berat yang tidak beraturan, disertai dengan gesekan daun-daun yang ia sebabkan.“
"Aku tidak dapat mengingat apa yang terjadi dan kemana rombongan ku yang lain, mata ku sembab, sebelah mataku tertutup, saat kuseka kurasakan ada darah segar yang menetes, sepertinya aku sudah terpental dari mobil yang kukendarai bersama rombongan."

Aku bergidik mendengar cerita dari penelepon tersebut dan sekelebat aku merasa sangat familiar dengan cerita yang diutarakan, namun aku memilih untuk tidak mengingatnya dan lanjut mendengarkan sang pembicara.
Ia sempat berdehem sedikit dan dengan sedikit menghela nafas, dalam tarikan nafas yang sedikit mengerikan. Aku agak sedikit menghiburnya, “Itu pasti pengalaman yang sangat mengerikan, tetapi mbak selamat kan?”
Sesuatu yang sangat kusesali, kenapa aku menanyakan pertanyaan tersebut.
“A… aku semakin gugup dan ketakutan, tidak tahu harus bagaimana dan kemana. Jadi aku berlari. Semakin aku berlari, semakin cepat pula ‘dia’ mengejarku. Aku tidak tahu, namun aku semakin tidak menemukan sumber pencahayaan.
Tolong! Tolong! Aku berteriak dengan mengandalkan cahaya dari layar ponselku yang kini baterainya sudah tiga persen.
Sesuatu meraih pinggulku, aku tidak tahu apa itu. Itu dingin, agak keras seperti daging dengan tongkat yang terlalu matang, dan jika itu sebuah tangan, dia nyaris tidak memiliki jari.
Aku agak menoleh sedikit ke belakang sembari aku berlari, namun itu membuat aku semakin teriak dan mempercepat lariku, tapi badanku terasa sakit, darah terus menetes dari sekujur luka ku.”

Aku bertanya, “Memangnya apa yang mbak lihat?”
“Tidak tahu, dan aku tidak mau tahu, hanya sebuah mata, benar, sebuah, bukan sepasang, dan gigi-gigi tajam yang melayang. Aku bahkan tidak tahu bagaimana bentuknya karena terlalu gelap untuk dilihat.
Dia semakin mengejar, dan aku sudah sampai lelahku dan kehabisan suaraku…”
Kemudian penelepon terhenti. Aku dan Iwan berkata, “Halo? Halo? Anda baik-baik saja?”
“… (Sebuah desahan yang panjang)“
“Halo? Apakah Anda merasa trauma? Apakah Anda ingin melanjutkan? Kami begitu terkesan dengan cerita Anda. Jangan takut, Anda bersama kami.” Aku terus menghiburnya, namun di satu sisi aku merasa sesuatu perasaan seperti DejaVu, dan juga merasa tidak nyaman, seakan akan aku mengingat sesuatu secara samar samar.
“Beruntung…“
Dia tersebut kembali melanjutkan rupanya. Aku jawab, “Iya?”
“Beruntung kemudian tiba-tiba aku tiba di sebuah terowongan yang kemudian mengantarkan aku ke jalan besar. Aku pun sampai ke suatu keramaian. Namun, kemudian tiba tiba jalan di tempat ku berdiri di guncang oleh sesuatu, seperti gempa hingga semuanya runtuh hingga puing-puing.“
Aku begitu kaget. “Lalu apa yang terjadi selanjutnya?”
Tidak dijawab.
Aku pun karena terlalu mendengarkan ceritanya, hingga lupa menanyakan namanya, “Apakah Anda masih berada di sana? Jika boleh tahu, siapa nama Anda?”
“Nama aku Rina“
Terkejut aku mendengar nya dan aku melanjutkan "Jika boleh tahu, di daerah mana Anda tinggal?”
“Kota Jakarta.”
Saat aku ingin melanjutkan pertanyaan, tiba tiba Iwan dengan muka pucat menunjukan headline koran sore kepadaku.
Tercetak di headline koran tersebut yang terbit di sore hari dan sudah tergeletak di pintu masuk menuju statiun radio itu, dan tertulis, "Meninggal, seorang remaja bernama Rina (18) setelah terpental dari pintu mobil akibat tabrakan dan ketika dia sadar dia berdiri di jalan tol dan dihantam sebuah bus berkecepatan tinggi...."


gera198878Avatar border
tien212700Avatar border
telah.ditipuAvatar border
telah.ditipu dan 7 lainnya memberi reputasi
8
812
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.1KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.