Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

tamimpardede500Avatar border
TS
tamimpardede500
Covid19, populasi pria & generasi downsyndrome
Melekvir covid19 & keterkaitannya dengan kematian massal para pria dimuka bumi, serta maraknya kelahiran generasi mongoloid downsyndrome.

Oleh : Tamim Pardede

Nash menjelaskan:

مِنْ أَشْرَاطِ الساعَةِ أَنْ يَقِل اْلعِلْمُ وَيَظْهَرَ الجَهْلُ وَيَظْهَرَ الزنَا وَتَكْثرَ النسَاءُ وَيَقل الرجَالُ حَتى يَكُونُ لِخَمْسِينَ امْرَأَةً القَيمُ اْلوَاحِدُ

“Di antara tanda-tanda dekatnya hari Kiamat adalah sedikitnya ilmu (tentang Ad-Dien), merajalelanya kebodohan dan perzinahan, dan sedikitnya kaum laki-laki, sehingga lima puluh orang wanita hanya terdapat satu orang pengurus (laki-laki) saja” [HR. Al-Bukhari no. 81 – tartib maktabah sahab, Muslim no. 2671, dan At-Tirmidzi no. 2205].

Banyak para 'ulama' (tanda kutip) mencoba untuk menjelaskan penyebab mengapa diakhir zaman jumlah pria akan menjadi sedikit 1:50 daripada wanita. Mereka para 'ulama' tsb mencoba mengaitkan peristiwa ini dengan kejadian perang dimedan tempur. Yg mana pasukan perang akan banyak bermatian dari kalangan pria. Namun sesungguhnya statemen tsb tdk argumentatif. Sesungguhnya melekvir covid19 inilah pintu daripada kejadian tsb. Dimana kasus pandemi ini akan banyak memakan korban lebih besar dikalangan pria penduduk bumi.

hal ini diakibatkan karena kadar enzim ACE2 pada paru-paru laki-laki lebih tinggi dari wanita. Enzim ini membantu virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 bisa bertahan lebih lama di paru-paru pria.

Beberapa peneliti menemukan penyebab pria lebih berpotensi tewas infeksi virus corona penyebab penyakit Covid-19 daripada wanita.

Berdasarkan penelitian, hal ini akibat kadar enzim ACE2 pada paru-paru laki-laki lebih tinggi dari wanita. Enzim ini membantu virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 bisa bertahan lebih lama di paru-paru pria.

Penelitian ini melibatkan 3,5 ribu orang dan dipublikasi di European Heart Journal. Studi ini telah melalui proses penelaah sejawat atau mitra bestari (peer reviewer).

Studi ini memperkuat studi sebelumnya yang dilaukan di enam negara. Pada studi itu disebutkan pria lebih rentan terinfeksi dan meninggal akibat virus corona.

Disebutkan bahwa pria memiliki kemungkinan kematian akibat Covid-19 sebesar 50 persen lebih tinggi daripada wanita.

Lihat juga:Baru Terungkap, Kematian Pertama Corona AS Diduga 6 Februari
Data menunjukkan risiko kematian pria akibat Covid-19 lebih tinggi dari wanita pertama kali dicatat di China. Di mana angka kematian menunjukkan bahwa 2,8 persen pria yang tertular virus telah meninggal, dibandingkan dengan wanita sebesar 1,7 persen.

Di Italia dan Korea juga menunjukkan data yang sama. Wanita di Italia meninggal pada tingkat kematian 4,1 persen dibandingkan dengan 7,2 persen untuk pria. Di Korea Selatan, sekitar 54 persen kematian yang dilaporkan adalah di antara laki-laki.

Penelitian menemukan konsentrasi angiotensin-converting enzyme 2 (ACE2) yang lebih tinggi pada subjek pria dibandingkan dengan wanita. Sampel ini melibatkan 3,5 ribu orang tua dan pernah mengalami gagal jantung.

Namun, tidak satu pun dari subjek penelitian ini yang terinfeksi SARS-CoV-2. Tapi para peneliti yang terlibat melihat kemungkinan korelasi antara ACE2 sebagai sarang virus itu.

Lihat juga:Studi Catat Kematian Corona di New York Lebih Tinggi
ACE2 yang ditemukan di beberapa organ termasuk paru-paru, berikatan dengan SARS-CoV-2. Ikatan ini memungkinkan SARS-CoV-2 untuk lebih mudah menginfeksi sel sehat.

Profesor kardiologi di University Medical Center Groningen Belanda yakni Adiran Vooris, mengatakan kandungan ACE2 yang tinggi di paru-paru memainkan peran penting dalam infeksi Covid-19

"Kadar ACE2 yang tinggi di paru-paru, dianggap punya peran penting dalam perkembangan gangguan paru-paru terkait dengan Covid-19," kata Vooris,

Penelitian juga mengungkap kandungan ACE-2 lebih tinggi dibandingkan perempuan. Oleh karena itu, Vooris menyadari bahwa fakta ini berpotensi menjelaskan mengapa pria lebih berisiko meninggal akibat Covid-19 dibandingkan wanita.

Para peneliti lain juga mengangkat beberapa kemungkinan lain selain reseptor ACE2, tentang mengapa pria tampaknya lebih rentan terkena virus.

Karena pria cenderung lebih rentan terhadap kondisi yang sudah ada sebelumnya yang memperburuk virus, seperti tekanan darah tinggi atau diabetes. beberapa penelitian menunjukkan pria memiliki kecenderungan mencuci tangan yang lebih rendah.

Diketahui bahwa sistem kekebalan wanita dapat berfungsi berbeda adalah karena kromosom X ekstra yang dimiliki wanita. Karena Wanita memiliki dua kromosom X (XX) sementara pria hanya memiliki satu (XY). Jenis kromosom ini sangat relevan dengan respon imun karena sejumlah besar gen yang mengatur respon imun Manusia dikodekan pada kromosom X, sedangkan kematian sebagian besar penderita covid19 ini disebabkan terganggunya sistem imun dengan munculnya badai2 protein yg menggila.

Dalam suatu penelitian yg melibatkan 3,5 ribu orang dan dipublikasi di European Heart Journal, uang telah melalui proses penelaah sejawat atau mitra bestari (peer reviewer).

Sedangkan pada generasi selanjutnya yakni para bayi akan mengalami downsyndrome sebagai warisan dari sang ibu yang pernah mengalami penyakit melekvir Corona ini.

Kalau diamati pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (bahasa Inggris: amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.Amyloid Precursor Protein (APP) adalah suatu transmembran tipe-1, glikoprotein integral dengan berat 110–130 kDa, dan merepresentasikan satu di antara pelbagai protein yang berlimpah di sistem saraf pusat. Sedangkan melekvir covid19 ini bersifat super reaktif terhadap protein dalam tubuh. APP menjadi Protein yang terganggu sehingga menyebabkan gagal berfungsi sehingga mengganggu sel otak dan memicu rangkaian kondisi berbahaya bagi organ ini. Sel otak akan rusak, kehilangan koneksi satu sama lain, dan pada akhirnya menjadi mati. Kemudian menjadi kasus downsyndrome diderita oleh yang mengidapnya.

Bila diteliti pada organoid otak akan ditemukan bahwa virus melekvir SARS-CoV-2 sangat mampu menginfeksi neuron dan membajak mesin sel neuron untuk membuat salinan dirinya sendiri. Inilah kerusakan masadepan nanti yg kan menjadi sebab bermunculannya generasi Mongoloid downsyndrome dimasa yg akan datang. Respon imun yg berlebihan terhadap virus ini menimbulkan badai protein disekujur tubuh. Hal ini sangat mirip dengan perjalanan pada wabah ensefalitis lethargica pada 1920-an dan 1930-an setelah pandemi influenza 1918.

Pada penderita melekvir covid19 sangat sering ditemukan adanya tanda-tanda kekurangan oksigen di otak dan sel-sel di sekitarnya.Otak manusia seperti jaringan listrik yg mana sel otak bekerja secara cepat dengan biokelistrikan yg super rumit, mereka saling menyala dan terhubung satu sama lain. Namun jika ada satu atau lebih sel yang mati dan tidak menyala maka akan mengganggu seluruh jaringan pada otak.

Selanjutnya jika virus semakin banyak menyerang sel otak dan mematikannya, maka bukan tidak mungkin seluruh jaringan listrik di otak bakal lumpuh atau mati otak. Nah bagaimana nasib janin yang ada diperut ibunda yg sedang hamil saat terkena virus ini? Tentunya akan lebih sangat mudah terinfeksi nantinya. Ambyarrrr

Virus ini dapat secara signifikan memengaruhi fungsi otak, menyebabkan penurunan mental yang setara dengan penuaan otak 10 tahun. Suatu hal yg sangat berkorelasi dengan penyebab bentuk mongoloid pada pengidap downsyndrome.

sebuah studi melakukan beberapa penelitian terhadap lebih dari 84.000 orang di Inggris menemukan bahwa virus tersebut bahkan membuat mereka yang dianggap sembuh dengan "konsekuensi kognitif kronis" dibandingkan dengan penurunan 8,5 poin IQ. Orang yang telah pulih, termasuk mereka yang tidak lagi melaporkan gejala, menunjukkan defisit kognitif yang signifikan,Studi tersebut menggunakan tes kognitif - seperti mengingat kata atau menggabungkan titik pada teka-teki - yang sering digunakan untuk menilai kinerja otak pada penyakit seperti Alzheimer.

Defisit kognitif adalah “ukuran efek substansial” dan “diskalakan dengan tingkat keparahan gejala,” terutama mereka yang dirawat di rumah sakit, tetapi juga , terbukti di antara mereka yang tidak dirawat di rumah sakit, menurut penelitian tersebut.

Dokter dari Imperial College London, Adam Hampshire, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan bahwa "perbedaan yang cukup besar" adalah "melihat dampak pada kemampuan Anda dalam menangani pekerjaan normal dan kehidupan sehari-hari".

Hasilnya selaras dengan 'kabut otak' yang dilaporkan oleh banyak orang yang, bahkan berbulan-bulan setelah pemulihan, mengatakan mereka tidak dapat berkonsentrasi pada pekerjaan atau fokus seperti yang mereka lakukan sebelumnya, sebagaimana yg dikabarkan oleh koran UK.

Maka disimpulkan bahwa hal itu menunjukkan bahwa komplikasi otak bisa lebih umum di antara pasien virus daripada yang diperkirakan selama ini, walau sebagian kecil para ahli mengatakan itu tidak berarti bahwa kasus kerusakan otak tersebar luas, namun ungkapan tsb bukan merupakan dasar pijakan yg argumentatif & ilmiah. Bahkan sebaliknya.

Dalam suatu studi yang diterbitkan dalam Journal of Developmental Origins of Health and Diseases mengungkapkan bahwa paparan Covid-19 dapat menimbulkan risiko bagi kesehatan dan penuaan individu, bahkan bagi orang yang belum lahir.

"Jutaan lagi akan lahir dalam keluarga yang telah mengalami stres dan pergolakan luar biasa akibat pandemi, bahkan jika mereka sendiri belum terinfeksi," ujar penulis studi dari University of Southern California (USC) di AS.

Infeksi virus sangat dapat mempengaruhi janin melalui beberapa jalur dan tranmisi melalui plasenta, hingga respons inflamasi yang menganggu metabolisme dalam rahim, yang secara negatif mempengaruhi pertumbuhan.

New York Times mewartakan, seorang bayi yang lahir di sebuah rumah sakit di Paris pada bulan Maret lalu dari seorang ibu dengan COVID-19 dinyatakan positif terkena virus dan mengembangkan gejala-gejala peradangan di otaknya. Dr. Daniele De Luca yang memimpin tim peneliti dan merupakan kepala divisi pediatri dan perawatan kritis neonatal di Rumah Sakit Universitas Paris-Saclay mengatakan, bayi tersebut sekarang berusia lebih dari 3 bulan.

Sebuah studi tentang kasus ini diterbitkan pada hari Selasa di jurnal Nature Communications. Yoel Sadovsky, Direktur Eksekutif Magee-Womens Research Institute di University of Pittsburgh, yang tidak terlibat dalam penelitian ini mengatakan, ia berpikir klaim transmisi plasenta cukup meyakinkan. Menurutnya, tingkat yang relatif tinggi dari Coronavirus yang ditemukan dalam plasenta dan meningkatnya tingkat virus pada bayi serta bukti peradangan plasenta, bersama dengan gejala bayi, semuanya konsisten dengan infeksi SARS-CoV-2.

Sebuah studi lain yang juga diterbitkan pada hari Selasa kemarin di eLife, sebuah jurnal penelitian online, dapat membantu menjawab pertanyaan itu.

Dalam hal studi dilakukan ditempat terpisah dimana Studi tersebut menemukan bahwa sementara sel-sel dalam plasenta memiliki banyak protein reseptor yang memungkinkan virus untuk menyebar, ada bukti hanya jumlah yang dapat diabaikan dari reseptor permukaan sel kunci dan enzim yang diketahui terlibat dalam memungkinkan virus korona untuk masuk sel dan mereplikasi.

Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Robert Romero, Kepala Cabang penelitian Perinatologi di Institut Nasional Eunice Kennedy Shriver Kesehatan Anak dan Pembangunan Manusia.

Laporan dari para dokter di Paris mengatakan bahwa wanita itu sedang hamil 35 minggu ketika dia datang ke rumah sakit dengan demam dan batuk.

Dia kemudian dinyatakan positif terkena virus Corona. Setelah tiga hari, pemantauan jantung janin menunjukkan tanda-tanda kesulitan, dan bayi itu dilahirkan melalui operasi caesar darurat.

Bayi itu ditempatkan di unit perawatan intensif neonatal dan terhubung ke ventilator selama sekitar enam jam. Awalnya dia tampak baik-baik saja, tetapi di hari ketiga dia menjadi mudah tersinggung, kesulitan makan, serta mengalami kejang otot dan kekakuan.

Pemindaian otak menunjukkan beberapa cedera pada materi putih, yang dikatakan Dr. De Luca menyerupai gejala meningitis atau peradangan di otak.

Terjadi diranah air di RSUP Sanglah dimana diterima pasien rujukan dari RSUD Sanjiwani Gianyar pada, Jumat (24/3/2020). Pasien tersebut berjenis kelamin perempuan berumur 35 tahun.

Saat pasien dirujuk ke RSUP Sanglah dalam kondisi hamil dengan janin yang sudah meninggal di dalam kandungan. Selanjutnya pasien tersebut sudah dioperasi dan saat ini sedang diisolasi di ruangan Nusa Indah RSUP Sanglah.

"Sudah dilakukan operasi caesar (SC), tadi pagi dan saat ini ibunya dirawat di Ruangan Isolasi Nusa Indah RSUP Sanglah Denpasar," ujar Direktur Utama RSUP Sanglah, dr Wayan Sudana saat dikonfirmasi, Jumat (24/4/2020).

Dan saat dilakukan rapid tes, ternyata hasilnya pasien tersebut positif Covid-19 namun untuk lebih memastikan apakah pasien tersebut benar-benar terjangkit Covid-19, sudah dilakukan tes PCR dengan mengambil sampel swabnya.

Sebenarnya sudah dapat disimpulkan oleh medis selama ini, namun karena upaya menyembunyikan kasus guna menghindari terjadinya ketakutan massal, bahwa melekvir covid19 ini puny keterkaitan erat dengan downsyndrome. Dalam sebuah studi baru menyebutkan seseorang dengan down syndrome memang memiliki empat kali lipat risiko rawat inap apabila terkena Covid-19.

Penelitian yang terbit pada Kamis (22/10/2020) itu juga menyebutkan, kondisi down syndrome memiliki risiko 10 kali lipat mengalami kematian dibandingkan mereka yang tidak.

Analisis tersebut terbit di Jurnal Annals of Internal Medicine sebagaimana dikutip dari CNN, 23 Oktober 2020.

Studi ini didasarkan dari sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 8 juta orang dewasa yang merupakan bagian dari proyek penilaian risiko virus corona yang disponsori pemerintah Inggris.


Dari 8,26 juta orang studi tersebut sebanyak 4.053 orang menderita down syndrom.

Dari jumlah tersebut, sebagaimana diberitakan CNN, 68 orang penyandang disabilitas ini meninggal dan 40 persen meninggal karena Covid-19.

Perlu diketahui bahwa downsyndrome itu bisa juga dianggap sebagai kelainan genetik, & Melekvir covid19 itu sendiri dikodekan pada kromosom X. Wanita memiliki dua kromosom X (XX) sementara pria hanya memiliki satu (XY). Jenis kromosom ini memang sangat relevan dengan respons imun karena sejumlah besar gen memang mengatur respons imun Manusia yang dikodekan pada kromosom X. Sedangkan melekvir covid19 mampu dengan mudah merekayasa agar respon kromosom X terhadap virus menjadi kacau, alias tidak stabil alias dibombardir sehingga menimbulkan badai2 protein sebagai penyebab utama terbesar pada kasus kematian yg disebabkan oleh virus ini. Ambyarrrr, tarik sissss semongkooooo.
0
423
2
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Sains & Teknologi
Sains & TeknologiKASKUS Official
15.5KThread11.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.