Seperti yang kita ketahui, situasi ekonomi global dan Indonesia khususnya pada tahun 2020 dalam kondisi yang cukup berat, pandemik dan kontraksi ekonomi, pelemahan di berbagai sektor menjadikan tahun ini sebagai tahun yang cukup berat 

bagi berbagai pelaku usaha dan bisnis.
Sawit dan sektor komoditi, sebagai penopang devisa bagi Indonesia di masa masa pandemik terbukti menjadi pilar yang begitu penting mencetak pemasukan negara dan saat ini kita akan membahas keberlangsungan dari sektor sawit itu sendiri dan prediksi di tahun mendatang.
Sebelum itu mari kita melihat situasi berkembang belakangan. Mengutip dari CNBC dimana "Musim penghujan di Malaysia dan Indonesia - 2 negara produsen CPO terbesar dunia-akan mempengaruhi produksi, stok, dan ekspor. Berkurangnya pasokan CPO tentu akan mendongkrak harga. Bank Dunia memperkirakan harga CPO masih berpeluang naik pada tahun mendatang. Pada 2021, lembaga yang berbasis di Washington (AS) itu memperkirakan rata-rata harga CPO di US$ 723 /ton, naik dibandingkan tahun ini yang diperkirakan US$ 710 /ton". 
Dibawah ini akan kita tampilkan summary atau kesimpulan yang didapatkan penulis dari Indonesia Palm Oil Confrence yang berlangsung pada Des 2020 dan beberapa tabel yang akan menunjukan prediksi di tahun mendatang:
BV Metha (Fokus di Pasar India) :
- Permintaan minyak makan di India melemah seiring dengan pandemik.
- Harga yang tinggi akan mempengaruhi konsumsi.
- Di 2020/21, permintaan (mungkin?) akan melemah apabila pandemik masih berlanjut.
- Produksi lokal meningkat 1.25 Mnt
- Impor minyak makan selama 2020/21 sekitar 12.5Mnt

Dadan Kusdiana (Kementerian ESDM, mengulas mengenai Industri Sawit di Era Ekonomi New Normal):
Membahas mengenai mandatory B30 dan perkembangan energi terbarukan


Proyeksi
https://s.kaskus.id/images/2020/12/21/2041641_20201221103720.jpg



Cao Derong (Perwakilan Kamar Dagang atau CFNA - China):

Membahas mengenai pemulihan situasi ekonomi dan outlook untuk vegetable oil di China setelah pandemik

- Pemulihan impor

- Pemulihan bisnis Horeca dan stimulasi konsumsi sawit.

- Spread atau gap antara minyak substitusi serta sawit dan pengaruhnya.

- Keikutsertaan pemerintah untuk mempromosikan import minyak sawit Malaysia.

- Pengaruh dari RECP agreement.
Akhir kata, industri sawit terbukti dapat menjadi penopang ekonomi negara saat adanya ketidakpastian global dikarenakan pandemik. Penting untuk digarisbawahi bahwasannya protokol kesehatan tetap harus dijaga agar operational perkebunan tetap berjalan dengan lancar.



Menurut Joko S (Gapki): dimana memasuki kuartal ke 4 kinerja daripada ekspor mulai membaik dan harga tetap berada di kisaran yang sangat baik. Serta disampaikan bahwasannya industri sawit tetap mendukung program pemerintah dalam sumber energi terbarukan.



Sementara Menko Perekonomian menyampaikan melalui suntimulus ekonomi tahun 2021, diharapkan perekonomian nasional dapat tumbuh 4.5%++



Last but not least, penulis menyampaikan disclaimer mengenai setiap kutipan dan pendapat dari berbagai analis baik nasional dan international. Pendapat pribadi penulis dibutuhkan sinergi antara setiap pemangku kepentingan dan khususnya support dari pemerintah agar sektor perkebunan khususnya sawit dapat terus bertumbuh, perbaikan infrastruktur, dan penjangkauan serta pemberdayaan masyarakat kecil khususnya di areal perkebunan sehingga mengatasi kesenjangan antara korporasi dan masyarakat.

Sawit bukan hanya bisnis bagi segelintir pihak besar, tapi diharapkan dapat menjadi penopang keberlangsungan hidup banyak pihak, serta situasi terkini dimana kita diperhadapkan pada issue "climate change dan perubahan lingkungan global" diharapkan semua pemangku kepentingan dapat berfokus pada bisnis yang berkelanjutan dan menjaga lingkungan (Zero waste, zero burning dan isu lingkungan).

Berikut ini adalah beberapa website yang menarik untuk melihat data YTD dari produksi B30:

https://aprobi.or.id/project/