Pada hakikatnya, tradisi Mupuk Im Bene adalah tradisi yang cukup banyak dilakukan di daerah lain, namun dengan nama yang berbeda. Mudahnya, Mupuk Im Bene merupakan cara masyarakat Manado, terutama yang berprofesi sebagai petani, untuk mengucapkan rasa syukur atas hasil panen yang mereka dapatkan.

Meskipun utamanya dilakukan oleh petani, namun acara ini akan diramaikan oleh seluruh penduduk desa, loh. Biasanya, warga akan berkumpul di satu tempat seperti di lapangan luas atau di tempat ibadah. Acara ini juga dipimpin oleh pemuka agama, tujuannya tentu untuk menyampaikan doa pada Sang Maha  Pencipta.

Tak hanya doa bersama, tradisi Mupuk Im Bene juga dijadikan sarana silaturahmi bagi para warga desa. Di sini, mereka akan saling beramah tamah lalu makan bersama. Bahan makanan yang digunakan untuk jamuan pun merupakan hasil panen yang mereka dapatkan, loh.

Setiap suku di Indonesia rasanya pasti punya upacara adat khas tersendiri, tidak terkecuali Suku Minahasa di Manado. Salah satu upacara adat yang cukup unik di sana bernama Toki Pintu.

Upacara Toki Pintu ini sebenarnya adalah salah satu ritual pernikahan suku Minahasa. Tidak semua, melainkan hanya mereka yang memeluk agama Kristen Protestan.

Acara yang dilangsungkan pada upacara ini berupa makan malam keluarga mempelai dan kebaktian, selebihnya mungkin mirip-mirip sama acara seserahan gitu. Upacara Toki Pintu dikategorikan sebagai upacara adat yang sakral dan bersifat pribadi. Jadi, kalau gansis ingin melihatnya, pastikan kalian sudah mengantongi izin dari keluarga mempelai dulu ya.

Dari semua tradisi, mungkin tradisi yang satu ini adalah tradisi yang paling mencerminkan sifat warga Indonesia. Maksudnya? Jadi gini gan, Tradisi Mapalus merupakan tradisi suku Minahasa dimana mereka akan melakukan sesuatu secara bersama-sama alias gotong royong gitu.

Kegiatan yang mereka lakukan secara bersama-sama ini gak merujuk pada satu hal saja. Umumnya dilakukan saat ada pembangunan faslitas umum gitu. Ada juga yang memindahkan rumah bersama. Tujuannya supaya semua yang terlibat dalam kegiatan ini merasa memiliki tanggungjawab untuk memelihara fasilitas yang ada nantinya. Selain itu, rasa kebersamaan pun bisa terpupuk semakin erat.

Wah, masyarakat moderen sepertinya perlu mengamalkan tradisi ini juga ya.

Jujur, pertama mendengar namanya, ane langsung kepikiran sama makam pada zaman batu. Dan ternyata, ane gak keliru-keliru banget, loh. Waruga ternyata diambil dari dua suku kata yaitu Waru yang berarti rumah, dan Ruga yang berarti raga atau tubuh. Jadi, Waruga memiliki makna berupa rumah untuk raga yang telah ditinggalkan rohnya kembali pada Tuhan.

Mudahnya sih ya, Waruga itu adalah kubur batu di mana mereka yang sudah meninggal dimakamkan. Tubuh jenazah yang dimakamkan lewat tradisi ini akan dihadapkan ke arah utara sebagai simbol bahwa leluhur suku Minahasa berasal dari utara. Uniknya, sebelum dimakamkan, jenazah tidak melakukan proses kremasi sama sekali. Proses pengabuan justru terjadi secara alami begitu saja. Keren dan unik kan?