Rebek22Avatar border
TS
Rebek22
Umurku 18 X 2


Quote:


Quote:





Season 1: Dream Univers



Arc 1: Kesempatan Untuk Mencegah ( Selesai )



Prolog : Membunuhnya atau bunuh diri


Quote:



Lembayun merah mulai terlihat di langit, menandakan jika Malam sebentar lagi akan tiba. Bulan tengah mempersiapkan diri untuk memamerkan kemilaunya yang selalu mampu memanjakan mata tiap insan yang memandangnya. Dia tau, temannya sang mentari sudah sangat mengantuk karena seharian menerangi bumi dengan cahaya kehidupannya.

Sesaat lagi peralihan kekuasaan atas langit akan terjadi, mentari telah luput dari pandangan tepat di ufuk barat, dan rembulan perlahan mulai melangkah memanjat langit. Cahaya kian meredup, gelap semakin Cumiat, udara berubah menjadi dingin membuat para manusia mulai sadar akan lelahnya. Sebentar lagi waktunya mengakhiri hari.

Saat ini Aku tengah duduk bersila di atas sebuah toren air yang letaknya tidak begitu jauh dari rumahku, melepas penat sambil memandangi langit yang sudah semakin gelap. Rona merah yang tadi memenuhi langit perlahan memudar berganti menjadi hamparan bintang yang nampak seperti berlian menyemburkan kemilau bulan yang saat itu dalam rupa purnama.

Aku sempat berfikir, Apa memang bulan di ciptakan Tuhan untuk menenangkan hati manusia? Sebab, setiap kali diriku merasa muak dengan alur kehidupan, kemilau nya yang menghiasi malam, selalu saja mampu membuat hati ini tenang. Guru bahasa indonesiaku pernah berkata, kalau semua yang Tuhan ciptakan pasti memiliki arti, dan mungkin itulah arti dari terciptanya raga Sang penguasa langit malam ini.

Hari ini terasa cukup berat bagiku, ya walau pun hari-hari biasanya memang terasa sama beratnya. Sekujur tubuhku memar, dan sepertinya aku akan bermalam di bawah naungan malam, bukan atap rumah.

Sore tadi ibu melemparku dengan sebuah kursi. Saat tiba waktu makan malam, tanpa sengaja aku menjatuhkan lauk yang tengah aku sendok dari meja makan, ibu langsung marah besar, dan mulai melempariku dengan berbagai macam benda yang tangannya dapat raih dari atas meja makan. Piring, gelas, sendok, hingga hidangan makan malam kami, semua berterbangan ke arahku. Dan semua itu belum cukup untuk meredakan amarah wanita itu. Padahal aku sudah meringkuk kesakitan di atas lantai. Tanpa rasa kasihan, dia mengangat salah satu kursi kayu yang biasa kami duduki saat makan, kemudian melemparkan dengan sekuat tenaga. Seolah tidak peduli kalau aku adalah putranya yang masih berumuh sepuluh tahun.

Hukuman untukku tidak berhenti sampai di situ, rasanya dia tidak akan puas sampai matanya menyaksikan ku benar-benar menderita, maka dari itu, ibu langsung menyeretku yang masih kesakitan ke luar rumah, setelah itu menutup pintu dan menguncinya, artinya aku tidak boleh masuk kerumah semalaman.

Apa yang bisa aku lakukan jika sudah seperti ini? Jawabannya mudah, pasrah, mencoba bersabar dan mulai mempersiapkan diri untuk menahan rasa sakit serta lapar sepanjang malam. Malam ini teras rumah akan menjadi tempat dimana raga ini di rebah untuk beristirahat.

Rasanya masih terlalu sore untuk tidur, maka dari itu akupun memutuskan untuk mengemban langkah menuju sebuah toren air yang letaknya tidak begitu jauh dari rumah, di sanalah hati ini bisa merasa sedikit tenang, sebab aku sangat menyukai tempat tinggi. seluruh tubuhku terasa begitu sakit, berjalan ke tempat inipun sangat sulit, namun aku tetap memaksakan diri, yang terpikir olehku hanya satu. " Aku harus melihat sang rembulan, agar hati ini dapat tenang " Dan di sinilah aku, termenung memandangi langit malam, sambil mengagumi kemilau sang bulan yang nampak begitu sayu.

Ibuku dulunya bukan lah sosok yang kejam seperti itu, dia merupakan wanita yang sangat baik, begitu lembut dan perhatian kepadaku. Namun semua itu berubah setahun yang lalu, saat ayah tiba-tiba menghilang.

Entah kemana pria itu pergi, paginya ayahku berangkat kerja seperti biasa, kami mengantar kepergiannya dengan riang gembira, bagaimanapun pria itu akan bekerja hingga rela membanting tulang demi menafkahi kami, maka dari itu melepasnya pergi dengan kegembiraan merupakan motivasi paling ampuh bagi semangatnya, Itulah yang ibuku ajarkan pada kami, hingga mengantar ayah ke depan gerbang dengan begitu heboh menjadi kebiasaan kami.
Aku tidak pernah menyangka, kalau hari itu adalah terakhir kalinya mata ini bisa menatap sosoknya, dan permulaan dari hari-hari penuh deritaku. Ayah tidak kunjung pulang, dia seolah lupa kalau di sini kami menantinya kembali. Ibu sudah menelpon kantor ayah berulang-ulang, akan tetapi jawaban yang di dapatkannya selalu sama, ayah tidak ada berada di sana.

Perlahan sikap ibuku mulai berubah, dia mulai merasa jika ayah meninggakkannya, ibu begitu yakin kalau ayahku selingkuh dan pergi dengan wanita lain, aku tidak habis pikir, kenapa ibu bisa berfikir demikian? padahal tidak ada bukti kongkrit atas spekulasi tersebut.

Sikapnyapun perlahan mulai berubah, terutama terhadapku. Tidak ada lagi senyum hangat yang terukir di wajahnya, wanita itu perlahan berubah menjadi sosok yang sangat kasar. Dia jadi sering memukuliku hanya karena kesalahan kecil, melempari tubuh ini dengan berbagai benda yang dirinya bisa raih, dan tidak jarang juga dia menyuruhku untuk tidur di luar. Keadaan rumahku seketika terasa seperti neraka, tidak ada lagi kehangatan keluarga di sana, yang ada hanya amarah ibu yang sering meluap tanpa sebab.

Pada Awalnya aku tidak tau mengapa dia selalu nampak muak ketika melihat wajah ini, namun lambat laun akhirnya aku penyebab dari raut muaknya itu. Wajahku sangat mirip dengan ayah, dan mungkin hal itu lah yang menjadi faktor utama ibu menjadi bersikap begitu kejam kepadaku. Dia menjadikanku pelampiasan rasa kesalnya terhadap pria yang menkhianatinya dan pergi entah kemana. Dia menjadikanku samsak tinju karena ketika matanya melihatku merintih kesakitan maka dia akan merasa seperti tengah menyiksa ayahku.
Aku tidak tau harus berbuat apa? Selama setahun belakangan ini aku hanya bisa bersabar, berharap ayahku segera pulang atau apapun yang sekiranya dapat membuat kegilaan ini berakhir.

Memang Aku bisa saja lari untuk meminta perlindungan dari pihak lain. tapi ide itu mungkin nantinya akan berdamapk buruk, bisa saja yang jadi sasaran kemarahan ibu adalah salah salah satu dari ketiga adik perempuan ku, aku tidak mau sampai itu terjadi, cukup lah mereka menderita dengan bentakannya yang tak jarang di selipi kalimat pedas dan kasar. Aku hanya berharap hati dan mental mereka tetap sanggup menahan semua itu, cukup aku yang harus menahan luka fisik di sini, jangan mereka juga, dan maka dari itu lah aku tidak pernah berfikir untuk lari, lebih baik aku yang menderita, dari pada mereka.

Siang telah sempurna berganti menjadi malam, gelap mulai menyelimuti bumi, udarapun mulai terasa dingin, aku bersyukur karena hari ini Tuhan memutuskan untuk tidak menurunkan hujan, tidur di luar saja sudah buruk, apa lagi jika di tambah dengan hujan?

Peruntuku mulai keroncongan, rasa lapar yang sendari tadi aku tahan mulai menolak untuk di ajak berkompromi, aku meronggoh kantung celanaku dan mendapati kalau di sana tidak ada apapun, uangku ada di celana yang satunya sehingga membeli makanan di luar menjadi tidak mungkin. Sepertinya aku harus terus menahan rasa lapar ini sampai pagi. Ya sudah lah, lagi pula aku memang sudah agak terbiasa dengan keadaan ini. Akupun merebahkan tubuhku yang mulai lelah duduk dan mulai mencoba untuk tidur.

" Kak Ares " Tiba-tiba sebuah suara mengagetkank, akupun menoleh ke arah sumber suara dan mendapati seorang gadis kecil tengah menatapku dari bawah toren air

" Tia? Kamu sedang apa di sini " Tanyaku pada gadis itu, dia adalah Hestia adikku yang paling kecil, dia merupakan gadis yang memiliki wajah manis, ciri khasnya adalah lesung pipi yang membuat semua orang ingin mencubit nya, rambutnya panjang sebahu, dan usianya baru menginjak tujuh tahun,Tia memanjat tangga toren air, setibanya di atas dia langsung duduk dan meletakkan sebuah kotak bekal di hadapanku

" Makan lah kak, Tia yakin kaka pasti sangat kelaparan " Ujarnya sambil membuka kotak bekal tadi dan menyodorkan nya kepadaku.

" Kamu dapat makanan ini dari mana? "

" Aku, Kak Ana dan Kak Eva menyisihkan makan malam kami, dan menyatukannya ke dalam kotak ini, maka dari itu makan lah!! "

" Apa kalian sudah kenyang? Jika belum, tidak perlu pedulikan diriku, makan lah makanan ini, kalian tidak akan bisa tidur dengan nyenyak jika perut kalian kelaparan bukan? " aku takut mereka memaksakan diri dengan memberikan sebagian makanan mereka kepadaku, sekalipun masih lapar.

" Tenang saja kak, kami sudah merasa kenyang. Lagi pula kak Eva berkata " Perempuan tidak boleh makan terlalu banyak saat malam, agar tidak gemuk " Maka dari itu kak Eva lah yang menyumbang paling banyak " Ujarnya sambil mengukir senyum tipis

Saat ini aku menjadi sadar akan sesuatu. Walau pun sekarang hidupku terasa begitu berantakan, ternyata masih ada sesuatu yang masih dapat aku syukuri, yaitu mereka, adik-adikku yang manis.

Langit mengkaruniai diriku tiga orang adik yang semuanya sangat memperdulikanku. Mereka bertiga layaknya setitik cahaya dalam kelamnya alur kehidupan ini. Harapan yang membuatku enggan tunduk pada penderitaan.

Tanganku pun meraih kotak bekal tersebut, kemudian dengan segera melahap isinya. Bagaimanapun Ini adalah bukti kepedulian mereka yang tidak boleh aku sia-siakan, aku akan benar-benar menikmati tiap suapan karena bagaimanapun ini adalah persembahan spesial dari adik-adikku.

" Hati-hati kak, nanti tersedak lho.. "

Akhirnya isi dari kotak bekal itupun ludes, dan berpindah ke dalam lambungku untuk di cerna. Tia mengulurkan sebotol air mineral, dan dengan segera aku meraih botol tersebut lalu meneguknya hingga habis. Ah, sekarang perutku jadi terasa begitu kenyang.
Aku menoleh ke arah Tia agar dapat segera mengucapkan Terima kasih kepadanya, tapi mataku malah mendapati kalau adik kecilku itu tengah menangis. Tanpa pikir panjang akupun langsung mendekap tubuhnya.

" Ada apa Tia? "

" Kak Ares, kenapa kehidupan kita jadi seperti ini? " Tia tiba-tiba mengajukan sebuah pertanyaan dengan nada yang terdengar begitu lirih.

Akhirnya lisan gadis itu mulai menyuarakan keluh kesahnya tentang kehidupan kami yang kian memburuk. Selama Ini dia selalu berusaha tersenyum di hadapanku sambil berkata " Aku baik-baik saja "

Aku tau jika itu hanya sebatas sandiwara, dia tidak mau kakanya lebih terbebani lagi karena melihat wajah manisnya yang nampak murung. Tia selalu berusaha terlihat ceria, agar mampu menjadi pewarna bagi hari-hari ku yang kini telah kehilangan warna.

Pada akhirnya Tia pun menemui batas kesanggupannya untuk terus bersandiwar. Wajahnya tidak sanggup lagi mengukir sebuah senyuman. Tangisnya pecah, topeng keceriaan yang selama ini menutupi raut lelah pun terlepas. Dan hal tersebut membuat hatiku benar-benar terkoyak.

" Entah lah Tia, mungkin takdir sedang mempermainkan alur kehidupan kita " Aku hanya mampu menjawab seadanya.

" Mengapa takdir memilih alur kehidupan kita untuk di permainkan? Apa keluarga kita pernah berbuat salah kepadanya? "

" Aku tidak tau Tia, bagi manusia semua keputusan langit selalu terlihat seperti sebuah misteri "

" Aku sudah sangat lelah kak " Akhirnya kata-kata itu terlontar dari lisannya. Ya, aku sangat tau kalau dirimu sudah benar-benar kelelahan menghadapi semua ini. Begitu juga aku, dan mungkin kaka-kakamu yang lain.

" Bersabarlah Tia " Sekali lagi, aku hanya bisa menjawab seadanya.

Perasaanku sama sepertinya, Merasa Sudah sangat muak dengan keadaan ini. Tubuhku mungkin masih sanggup di hantam pukulan ibu saat dirinya marah, akan tetapi hati dan mentalku tidak demikian.

Melihat Tia menangis seperti ini saja sudah membuat perasaan ini begitu terkoyak. aku tau mentalnya juga sudah ada di ambang batas, dia pasti sangat Stress melihatku di jadikan samsak tinju oleh ibu setiap hari, dia pasti nyaris gila karena telinganya harus mendengar jeritan ibu yang begitu Cumiakan telinga setiap harii, dan hatinya pasti hancur, karena kehidupan bahagia kami berubah begitu saja.

Aku selalu ingin melakukan sesuatu agar semua ini usai, tapi apa? Apa yang bisa anak berumur sembilan tahun lakukan untuk menyelesaikan semua ini? Bersabar? Harus berapa lama lagi kami bersabar? Sampai kami menjadi gila seperti ibu? Aku sangat yakin bersabar tidak akan pernah mampu untuk mengubah apapun.

Lantas aku harus bagaimana? Mencari ayahku agar ibu kembali waras? Bagaimana pun kepergiannya lah yang menjadi penyebab utama penderitaanku ini. Atau aku harus memilih sebuah pilihan yang cukup ekstrim, yaitu membunuh ibu agar derita ini tidak lagi harus aku rasa? Bagaimana pun juga wanita itu lah yang menjadi sumber dari penderitaanku, jika dia mati, aku rasa penderitaanku akan sirnah dan semua ini benar-benar selesai.

Aku sudah cukup lama memikirkan kedua clue itu, aku sempat memupuk tekad untuk mulai mecari ayah. Entah sekarang ada di mana pria itu, yang jelas aku harus melakukan apappun agar dapat menemukannya, setelah itu meminta penjelasan kepadanya tentang penyebab dirinya meninggalkan kami. Akan tetapi niat itu harus urung. Ada sebuah pemikiran yang membuatku takut untuk mencarinya

" Bagaimana jika benar dia berselingkuh? Bagaimana jika pria itu memang sengaja meninggalkan kami? Bagaimana jika dia sudah tidak lagi peduli kepada kami? "

Pertanyaan itu terus menghantui benakku. Hingga pada akhirnya tekad yang telah lama aku pupuk ini perlahan mulai menjadi layu. Memilih untuk tidak tahu rasanya akan jauh lebih baik, dari pada mengetahui kenyataan pahit yang justru malah membuat semua ini menjadi lebih runyam.

Setelah niatku untuk mecari ayah benar-benar hilang, Tiba-tiba sebuah ide lain muncul begitu saja dalam benakku. Jika mencari orang yang menyebabkan semua ini tidak mungkin, bagaimana kalau aku hilangkan saja sosok yang menjadi sumber penderitaan ini ? Bagaimana jika aku membunuh ibu? Ya, jika dia mati mungkin semua kegilaan ini akan usai, sepertinya aku juga tidak akan merasa sedih jika wanita ini harus pergi untuk selamanya. Kasih sayang yang dulu pernah dirinya berikan kepadaku nampaknya sudah tertimbun begitu dalam oleh rasa benciku terhadap sikapnya.
Aku pun mencoba untuk membulatkan tekad, namun rasa bimbang terus saja datang. Aku sadar, kalau Hati nurani ini masih menolak keputusan tersebut. Benakku terus bertanya-tanya, apa ide itu merupakan pilihan yang tepat? Apa tidak ada pilihan lain yang bisa aku ambil ? Apa membunuh wanita itu akan mengakhiri semua kegilaan ini? Apa aku sanggup menghabisi nyawa orang yang melahirkanku?. Sama seperti sebelumnya, Semua pertanyaan itu terus berputar dalam benakku, dan membuat tekad ini tidak kujung bulat. Sampai Suatu hari, ibu benar-benar membuatku sanggup untuk mengabaikan hati nurani ini.

Hari itu, seperti biasa dia memukuliku hanya karena masalah sepele, akan tetapi bukan hal itu lah yang membuatku begitu ingin membunuhnya, melainkan ucapan yang lisannya lontarkan setelahn itu.

" Aku menyesal telah melahirkanmu " Ujarnya yang seketika itu juga membuatku benar-benar marah. Aku tidak pernah minta di lahirkan olehmu, jika aku bisa memilih maka akan aku pilih sosok ibu yang bisa tetap waras walaupun cobaan menerpa hidupnya, tidak seperti dirimu, yang seolah menjadi sosok paling menderita setelah di tinggalkan ayah.

Hati inipun terjerumus dalam kegelapan, hasratku untuk membunuhnya semakin menjadi-jadi. Tekadku pun seketika menjadi bulat, dan hati nurani yang selama ini menahanku mulai dapat aku abaikan.
" Aku juga menyesal telah di lahirkan olehmu " Ujarku sambil memandanginya dengan tatapan penuh kebencian.

Rencana pun mulai aku buat, dengan memanfaatkan komputer ayah yang berada di ruang kerjanya, aku mulai mencari cara agar tangan ini bisa segera membuat wanita itu merenggang nyawa, berbagai macam artikel tentang pembunuhan yang bertebaran di internet mulai aku baca, lalu mempelajari satu per satu. Aku cukup cerdas untuk memahami tiap kata yang tertera pada artikel-artikel tersebut, entah mengapa semakin banyak yang aku baca, semakin tidak sabar diri ini untuk menyaksikan sosok ibu yang kesakitan ketika sekarat. Apa-apaan diri ini, mungkin kah ini yang di sebut pisikopat? Jika iya, maka aku merasa begitu bersyukur sebab dengan kata lain, Hatiku tidak akan pernah merasa goyah lagi untuk membunuhnya.
Pada Akhirnya rencana pembunuhan itu pun matang, semua benda yang aku butuhkan untuk menghabisi wanita itu berhasil aku dapatkan, lokasi dimana dia akan matipun sudah di tentukan. Sisanya hanya tinggal mencari waktu yang tepat agar pembunuban tersebut bisa terlaksana tanpa terkendala apapun. Aku akan membuatnya terlihat seperti kecelakaan, Agar pidana tidak menjeratku, sehingga wanita itu tidak lagi menyuguhkan masalah lain bagi hidupku.
Aku sengaja tidak melibatkan adik-adiku, jangankan melibatkan mereka, menjabarkan rencana ini saja tidak. bagaimanapun ini merupakan rencana gila yang sejujurnya belum aku pikirkan akibatnya. Ini sesuatu yang aku percayai dapat mengakhiri semua penderitaan ini.

" Kak, apa lebih baik kita mati saja? " Ujarnya yang langsung membuatku kaget setengah mati.
Diubah oleh Rebek22 19-05-2021 10:17
devote.labelsAvatar border
buburdiaduckAvatar border
fajar1908Avatar border
fajar1908 dan 11 lainnya memberi reputasi
12
6.2K
57
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread42.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.