Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

act.idAvatar border
TS
act.id
5 Kisah Haru Petani di Tengah Pandemi


Tahukah kamu bahwa pada tahun 2019 lalu, Kementerian Pertanian mencatat jumlah lahan padi yang mengalami gagal panen atau puso akibat kekeringan mencapai 31 ribu hektar? Jumlah ini terus meningkat setiap tahunnya. Selain karena kondisi alam yang mulai berubah, tindakan preventif yang dilakukan oleh pihak terkait dinilai masih belum cukup.

Selain krisis air bersih, dampak dari kekeringan juga terlihat pada kerawanan pangan. Gagal panen yang dialami oleh para petani di tanah air menjadi permasalahan serius yang mesti dihadapi. Sebab kondisi ini berpengaruh pada ketersediaan bahan pangan negeri kita dan tentunya keberlangsungan hidup banyak saudara, terutama para petani yang merugi. Terlebih, di tengah kondisi pandemi saat ini. Berikut, kisah-kisah haru para petani di tengah pandemi yang menyayat hati:

1. Sugeng (68)

Sugeng sementara waktu harus mengabaikan sawahnya. Petani Desa Pandanmulyo, Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang itu sebenarnya merasa amat berat, namun ia terpaksa memilih pekerjaan lain demi menghidupi keluarga karena sawah tidak mungkin lagi digarap.

"Lebih dari delapan juta saya rugi. Sekarang sawah saya nganggur. Sebenarnya saya sudah dapat benih, namun saya tidak berani tanam. Saya tak punya modal untuk perawatan. Saya jadi kuli bangunan dulu untuk cari modal dan menyambung hidup", ujarnya terlihat tegar di balik topi lusuhnya.

Sugeng berprinsip keluarganya dapat makan dari sumber yang halal. Ia pun hidup sederhana cenderung prihatin, selain memang pendapatannya tidak seberapa, ia ingin mengajari anak-anaknya hidup sederhana lewat perilaku. “Laki-laki harus siap prihatin demi keluarga,” sambungnya.

"Mohon doanya ya, saya memang bukan orang yang mampu. Semoga kalau pertanian saya berhasil, entah kapan, saya bisa menyelesaikan rumah ini di usia saya yang sudah 60-an ini", tutupnya dengan penuh getir.

2. Rohmat (38)

Meskipun berat, Rohmat telah terbiasa menjadi petani. Sejak dia kecil, warga Desa Ciptamarga, Kecamatan Jayakerta, Kabupaten Karawang ini sudah menuruti pekerjaan kedua orang tuanya ini. Sempat berhenti jadi petani, ia pun berdagang pada 2013 namun kembali ke lahan beberapa tahun belakangan. Bahkan kedua anaknya juga mengikuti jejak orang tuanya sekarang.

“Kalau anak, yang paling kecil sekarang masih sekolah. Cuma yang tiga lagi sudah besar-besar, sekarang ada yang bertani juga satu orang yang bujang,” kata Rohmat. Permodalan jadi salah satu sandungan Rohmat dalam menggarap sawah. Ia mengaku untuk awal memodali lahannya, seringkali ia meminjam dari pihak lain. Apalagi jika hama merusak sebagian tanamannya, tentu ia butuh modal tambahan.
“Kadang pinjam ke luar (rentenir di luar desa), kadang bank emok (rentenir di dalam desa). Sampai sekarang masih (berurusan dengan utang),” ujar Rohmat. “Kadang-kadang geser (utangnya). Kita kalau mau maju nyawah lagi, yang kemarin saja belum lunas, ambil lagi. Yaudah buat beli pupuk, obat sama biaya makan biasanya,” kisahnya yang kini masih harus menutupi utang yang dicicil puluhan ribu per pekan.

Kadang-kadang hasil tiga ton pun belum mencukupi untuk kebutuhan keluarga dan hanya mampu untuk menutup utang. Alhasil, beras pun semuanya dijual dan jadilah Rohmat tak menyimpan stok beras lagi untuk keluarganya. “Beras tetap beli. Kadang-kadang nggak cukup buat bayar utang soalnya. Namanya anak banyak, yang makan juga banyak,” tutupnya.

3. Uwek Ponisan (76)

Umur Uwek Ponisan sudah memasuki 76 tahun, kerasnya kehidupan tergambar di badannya. Tubuhnya masih segar tapi ringkih, senyum juga masih terlihat tulus menghiasi wajahnya yang mulai menua. Sampai kini, ia pun masih rajin menggarap lahan menganggur seluas 8 rante (1 rante sekitar 400 meter persegi) yang ia sewa dari sebuah perusahaan. Dari lahan tersebut, ia bisa menopang kebutuhan hidup yang ia jalani beserta istri, tiga anak, dan kedua cucunya.

Namun kendala kerap ditemuinya dalam menggarap sawah, termasuk dalam permodalan. Sering kali ia mengaku tak bisa tidur nyenyak karena memikirkan utang untuk menggarap lahannya. “Kami kalau tidak kuat kuat sabar, sakit, sedih dengan apa yang ada. Mungkin sekarang tidur pun enggak nyenyak. Padahal badan seharian dah capek di sawah. Kan sakit kali, capek kerja tapi tidur enggak nyenyak gara-gara utang, sampai panen baru bayar. Begitu terus berulang. Itu pun kalau panen bagus,” cerita Uwek Ponisan.

Kini, Uwek Ponisan hanya menunggu, di depan gubuk kecilnya yang berlantaikan tanah dan menghadap sebuah sungai kecil, tempat ia dan keluarganya tinggal. Ia berharap hasil panennya sukses meskipun tanpa sokongan ini itu dari utang.  Kali ini ia menjaga niat tidak mau disusahkan lagi hidup dari pinjaman. Mereka sekeluarga bertahan dalam bayang-bayang hasil sawah topangan, berharap berhasil maksimal.
 
4. Hasanuddin (50)

Hasanuddin mengelola sawah milik orang lain seluas 2 hektare dengan sistem bagi hasil. Begitu luas yang mesti dia kelola, sehingga terkadang mesti membayar orang lain untuk pekerjaan-pekerjaan tani tertentu. Terkadang, Hasanuddin juga turun langsung menggarap sawah baik untuk mengawasi ataupun mengerjakan sendiri lahannya.

Hasanuddin mesti melakoni dua pekerjaan sekaligus, sebagai pengajar dan petani setiap hari. Tapi bagi Hasanuddin, itu adalah kewajibannya dan itu pula yang mesti dijalani. “Kalau masalah berat memang ada, tapi mau gimana lagi itu memang kewajiban kita. Kita harus bekerja keras, tidak boleh diam. Yang namanya manusia itu kan harus berusaha, Allahlah yang menentukan segalanya. Kita wajib berikhtiar dan berusaha,” jelas Hasanuddin. Dari mengajar dan menanam Hasanuddin mampu membiayai keluarganya.

“Pembagian waktunya dari pagi sampai jam 1 di sekolah, istirahat sebentar, jam 3 baru ke sawah. Atau kalau sekolah libur, saya bisa pagi pulang dari sekolah. Bada asar sampai magrib di sawah, lalu bada magrib saya punya kegiatan lain di pondok yaitu kewajiban saya untuk mengajar mengaji anak-anak mengaji,” Hasanuddin menjabarkan kegiatannya.

“Sempat juga kesulitan, yang namanya kebutuhan itu aduh, banyak sekali. Kemudian kesulitan-kesulitan untuk biaya permodalan tadi. Yang kami harapkan itu kan Rp6 juta per hektarnya. Itu bukan uang yang sedikit, dan kami tidak bisa menyiapkan untuk tanam yang berikutnya. Jadi selalu kekurangan ya itu, karena penghasilan yang sedikit,” katanya. Ia pun tidak tertarik untuk meminjam dari bank baik konvensional maupun rentenir.

5. Suciono (58)

Hujan lebat di hulu dan pasang besar di hilir memaksa alur sungai sumber pengairan meluap menghanyutkan semua yang ada di petakan sawah di Desa Hamparan Perak, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Banjir pertama di awal September saat usia tanam, baru masuk umur sebulan. “Selang sebulan, saya benihkan lagi sambil merapikan petakan sawah dari sisa banjir. Harapannya cuaca bagus dan tidak banjir lagi. Ya kalau tidak kena banjir dua kali kemarin mungkin saya enggak perlu ngutang sana sini,” ujar Suciono sambil sedikit tertawa geli menutup rasa getir yang sudah dilaluinya,” lanjut Suciono.

“Saking semangatnya, saya beranikan untuk utang beli pupuk NPK dan urea serta racun (pestisida) sekaligus. Saya habis total totalnya Rp 4 juta kemarin itu. Utang beli buat pupuk dan ongkos tanam dua kali. Namun lewat 3 hari setelah pemupukan terakhir, banjir datang lagi. 4 hari semua terandam, batang busuk dan tumbanglah semua,” Suciono mengulang lagi cerita naas itu.

Rasa tak enak hati menghinggapi Bapak Suciono jika bertemu dengan orang yang kemarin ia hutangi. Campur aduk menurutnya, ada rasa malu dan sesak teringat utang yang belum mampu ia bayar. “Apalagi langsung teringat uang pupuk, racun, semuanyalah. Bisanya ya istighfar ajalah. Nenangkan hati,” kata Suciono sambil meletakan gelas kopi yang tidak jadi diseruput.

Terutama di masa pandemi ini, semua jadi serba sulit. Tiga anaknya belajar harus mengikuti pembelajaran jarak jauh dan butuh lebih dari Rp 50 ribu setiap bulannya. Stok simpanan padi juga sudah mulai habis, ditambah listrik di rumah yang terus-terusan minta dibayar.

“Kadang kalau ngumpul dengan kawan di forum petani, kami sering ngetawain diri masing-masing. Petani nanam padi tapi stok beras di rumah enggak ada. Kami ini petani apa rupanya? Kalau petani semangka wajar kalau beli beras karena tanamnya semangka, tapi kalau tanam padi enggak punya beras itu petani apa namanya?” kelakar Suciono.

Menurut Kementrian Agraria, ada 100 juta petani di Indonesia. Beberapa cerita haru di atas hanya secuil kisah dari petani yang terlilit masalah.  Tentu, masih banyak petani yang bernasib sama seperti mereka. Tak hanya petani, pedagang kecil pun turut merasakan beratnya menjalankan usaha mereka hingga harus berhutang pinjaman modal usaha dengan sistem riba di masa pandemi.

Untuk menjawab kondisi ini, Global Wakaf-ACT hadir dengan sebuah program yang Insya Allah mampu meringankan problematika ini dan menurunkan angka kemiskinan umat melalui pemberdayaan usaha mikro dari hulu hingga ke hilir. Global Wakaf-ACT berikhtiar untuk meluaskan keberkahan dan kebermanfaatan wakaf dengan membersamai para petani dan pedagang kecil, terlepas dari jerat hutang riba rentenir. Hal ini karena, wakaf tidak hanya sebagai instrumen ibadah saja tetapi juga penyelamatan dan pemberdayaan masyarakat. ㅤ

Maka, kami mengajak pembaca agar turut serta dalam program ini dengan menunaikan Wakaf terbaik untuk dijadikan modal usaha bagi mereka para petani dan pedagang kecil yang membutuhkan. Kamu yang berwakaf akan bantu mereka yang menerima manfaat bantuan modal usaha hingga mereka lepas dari pinjaman riba yang selama ini menjadi benalu usaha mereka.

Dana wakaf akan menjadi stimulus kemandirian para petani, baik kemandirian pupuk & kemandirian benih, serta kemandirian modal kerja dari wakaf termasuk kepastian pembelian beras (hasil panen). Selain mendapatkan modal usaha, ke depannya para petani juga akan mendapatkan pendampingan dan edukasi dari Tim Global Wakaf – ACT. Selama November ini saja, pembentukan kelembagaan kelompok telah terbangun di 7 desa dengan anggota sebanyak 303 petani.

Hadirnya program ini merupakan wujud nyata kebermanfaatan wakaf yang terus mengalir dan menghidupkan. Selengkapnya di https://indonesiadermawan.id/wakafpanganproduktif
0
143
0
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Bisnis
BisnisKASKUS Official
69.9KThread11.5KAnggota
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.