Quote:
Selama pandemi Covid-19, mengenakan masker setiap hari telah menjadi rutinitas wajib. Langkah itu menjadi penting dalam adaptasi kebiasaan baru. Akan tetapi terlalu lama memakai masker bagi anak-anak khususnya, dinilai berdampak pada perkembangan anak dalam memahami ekspresi dan visual orang lain.
Sebuah studi tahun 2016 oleh Frontiers in Psychology jurnal akademik akses terbuka yang ditinjau oleh peneliti, menunjukkan bahwa ekspresi wajah dan isyarat visual sangat penting karena memungkinkan anak-anak untuk berbagi dan mengidentifikasi emosi selama interaksi sosial.
Director Incontact Counseling and Training Singapura Ms Aarti Mundae mengatakan bahwa memakai masker dapat menyebabkan keterlambatan perkembangan dalam masalah komunikasi seperti halnya anak-anak belajar untuk mengekspresikan diri.
“Komunikasi sangat dipengaruhi oleh isyarat visual. Hanya 38 persen dipengaruhi oleh isyarat vokal dan 7 persen oleh verbal. Hal ini membuat kebutuhan untuk ekspresi wajah menjadi penting,” tuturnya seperti dilansir dari Straits Times, Senin (9/11).
“Isyarat verbal mengacu pada kata-kata sedangkan isyarat vokal mencakup suara, volume, dan nada,” lanjutnya.
Hal itu juga dapat menyebabkan keterlambatan dalam perkembangan kecerdasan sosial dan emosional mereka karena anak-anak tidak dapat menangkap makna yang menyangkut masalah perasaan. Karena itu, institusi pendidikan prasekolah harus punya cara untuk mengatasi hal ini.
Kepala eksekutif MapleBear Singapura Patricia Koh mengatakan bahwa perkembangan bicara sangat penting bagi mereka yang berusia dua hingga tiga tahun. Guru akan lebih memperhatikan mereka yang lebih pendiam atau ada anak yang lebih banyak bantuan.
“Khususnya anak yang lebih kecil, guru akan memakai faceshield saja daripada masker sehingga berbicara dengan jelas agar anak bisa melihat bibir gurunya,” ujar Koh.
Koh menambahkan bahwa stafnya di MapleBear telah menemukan cara-cara kreatif untuk membantu anak-anak memahami mengapa mereka harus mengenakan masker. “Kami tahu ini akan sulit. Kami menampilkannya sebagai bagian dari permainan. Misalnya kami bilang pada siswa ‘Ayo kami akan menjalankan misi untuk melawan Virus C’,” kata Koh.
Sementara itu, Direktur Eksekutif EtonHouse International Education Group, Ng Yi Xian juga mengatakan bahwa banyak kebutuhan emosional dapat luput dari perhatian ketika anak-anak mengenakan masker. Oleh karena itu, guru di EtonHouse memberikan perhatian ekstra pada isyarat non-verbal yang diberikan anak-anak, termasuk bahasa tubuh dan gerak tubuh untuk menyampaikan pesan atau mengekspresikan emosi. Masker juga dapat mempersulit pemahaman ucapan, terutama dalam kasus kata dan bunyi yang terdengar serupa.
“Masker juga memblokir isyarat visual, termasuk ekspresi wajah dan posisi bibir para guru yang membantu anak-anak memahami ucapan,” tambah Xian.
Guru sekarang menggunakan masker yang memiliki bagian transparan di sekitar mulut seperti saat mereka membacakan dongeng atau buku. Di pusat Sparkletots PAP Community Foundation (PCF), guru dilatih untuk mengandalkan umpan balik pendengaran dan mendengarkan suara yang dibuat oleh anak. Sehingga anak-anak bisa lebih memahami apa yang disampaikan oleh guru mereka.
sumber berita
+++++
TS agak sepakat dengan hasil penelitian di atas. Berdasarkan yang dirasakan sendiri ya, Komunikasi itu emang sangat dipengaruhi isyarat visual. Ekspresi wajah turut memberikan informasi yang lebih tepat dan menyeluruh oleh orang yang sedang berbicara. Contoh sederhananya, TS lebih gampang dan nyaman memahami suatu penjelasan rumit kalau itu disampaikan secara tatap muka (melihat mimik wajahnya) ketimbang penjelasan itu disampaikan lewat telpon.
Sekarang ini ya dengan pakai masker, mulut jadi tertutup, kita tak bisa tahu pasti ekspresi seseorang saat bicara. Kalau orang itu jahil dan tak suka dengan kita bisa saja dia usai ngomong terus sedikit menjulurkan lidah tanda ngejek. Ehehehe apa sih.
Ok yuk kembali ke topik, namun menurut TS lagi ini ya kalau pakai masker disabut bisa hambat perkembangan anak ya agak kurang setuju juga sih, karena kan si anak bisa melihat ekspresi wajah keluarganya di rumah. Ya kecuali benar-benar tidak bisa lagi melihat wajah manusia secara keseluruhan dalam waktu bertahun-tahun, nah ini baru bisa menghambat perkembangan anak dalam hal komunikasi, menghambat kecerdasan sosial dan emosional.
Melihat kondisi pandemi saat ini dan laju inovasi yang terjadi untuk beradaptasi, tampaknya kekhawatiran si pakar dari Singapura tersebut tak perlu dianggap serius. Sudah banyak sekarang bermunculan masker yang seperti gambar di bawah ini.
Begitulah hebatnya kemampuan manusia mampu beradaptasi di situasi sulit. Apapun hambatannya pasti ada-ada saja cara untuk mengakalinya.
Oh ya ngomong-ngomong berita di atas TS dapatkan dari situs jawapos.com, kalau kita periksa lagi penelitian tersebut di lakukan pada tahun 2016 atau sebelum terjadinya pandemi global covid-19. Dari judul yang disajikan, benar-benar bikin jari gatal untuk mengkliknya. Sebuah usaha yang bagus untuk menarik calon pembaca. ya sah-sah saja sih, karena menurut TS belum termasuk ke click bait. Tapi awal baca judulnya seperti terkesan (ekspektasi pribadi TS) penelitian oleh pakar itu dilakukan baru-baru ini di masa pandemi covid-19.
Cukup sekian ya cuap-cuap receh dari TS. Moga aja ada manfaatnya. Matur nuwun
![Smilie emoticon-Smilie](https://s.kaskus.id/images/smilies/sumbangan/15.gif)