Oleh Kate Sheehy

AS pada Selasa melewati 200.000 kematian akibat COVID-19, menurut Universitas Johns Hopkins. Angka tersebut mewakili sekitar seperlima dari total kematian yang dilaporkan di dunia akibat virus korona. AS telah mencatat kematian paling banyak akibat COVID-19 di dunia, meskipun berada di peringkat kesembilan secara global dalam kematian per juta orang pada hari Selasa, menurut Statista. Beberapa ahli telah memperingatkan jumlah kematian AS saat ini pada awal musim panas - dan hampir tepat pada waktunya. “Semakin jelas bahwa Korban COVID-19 akan melampaui bulan-bulan musim panas di Belahan Bumi Utara, ”Institut Metrik dan Evaluasi Kesehatan Universitas Washington menulis di situsnya pada bulan Juni - ketika memperkirakan jumlah kematian AS akan mencapai 201.129 pada 1 Oktober.
Angka terbaru menunjukkan jumlah kematian di negara itu meningkat dua kali lipat - dari 100.000 pada 27 Mei - dalam waktu sekitar empat bulan.
Larangan A.S. pada pelancong yang datang dari UE pada 13 Maret datang terlambat untuk mencegah penularan komunitas yang meluas di Kota New York, menurut laporan Kamis dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit federal. Peneliti CDC menganalisis kode genetik sampel virus yang dikumpulkan dari tiga lusin warga New York yang terinfeksi pada awal Maret, dan menemukan bahwa sebagian besar kasus awal virus corona dapat dilacak kembali ke Eropa. Ini juga menegaskan apa yang telah dikatakan banyak peneliti: Transmisi komunitas yang meluas sedang berlangsung di New York City pada saat langkah-langkah mitigasi, seperti larangan perjalanan, penutupan sekolah dan perintah tinggal di rumah mulai berlaku.