Ilustrasi Kompasiana

Selamat siang kaskusers seluruh nusantara. Apa kabar kalian semua? Semoga baik-baik saja dan tetap waras di tengah pandemi covid-19 yang belum berakhir. Kali ini Emak akan bahas sesuatu yang bisa dibilang penting nggak penting, tapi cukup untuk menyentil diri sendiri.

Melihat semakin maraknya dunia pergulatan di sosial media yang berubah menjadi ajang debat, mencari siapa yang paling benar hingga mengkepoi kehidupan pribadi si lawan bicara sudah mulai menjamur hampir di seluruh khazanah persosmedan. Lucunya tidak mau ada yang mengalah sampai salah satunya tumbang.

Nah, beberapa waktu lalu ada yang cukup menggelitik ginjal saya ketika membahas soal rasisme. Mungkin sebagian orang masih belum sepenuhnya paham apa itu rasisme dalam skala kecil. Yah, dengan bertanya apa agamamu? Itu pun sudah termasuk.
Ketika ada orang menyukai sesuatu, kemudian ada yang mengomentari dengan nada nyunyuir alias nyinyir dan di sangkut pautkan dengan agama.

Seandainya saja orang bisa simpel menghargai perbedaan, mungkin pergeludan itu tidak akan pernah terjadi. Sedikit ilustrasi di bawah bisa saja membuat mata kalian terbuka, untuk kalian yang masih suka debat di sosmed dan bisa meninggalkan perdebatan.

Ilustrasi Kompasiana

Orang yang hidup di lingkungan bersih pasti merasa risih ketika masuk ke dalam lingkungan kumuh. Mereka yang biasa hidup nyaman dalam kebersihan, mandi dengan air bersih, memakai sabun, keramas dengan shampo. Ketika masuk ke lingkungan kumuh yang cuma mandi seadanya, pasti merasa tidak nyaman. Saat itu pasti mereka akan memberitahu cara bagaimana menjalani hidup dengan kebersihan, sayangnya terkadang mereka terlalu berambisi untuk berekspektasi dengan tujuannya.

Ini seperti pergaulan dimana seseorang terbiasa dalam lingkungan yang memegang prinsip kuat. Entah itu agana atau apapun, karena mereka belum pernah terjun langsung ke lingkungan diluar biasanya. Bisa jadi mereka memandang orang lain itu berbeda dan ada keinginan mengajak untuk lebih baik.

Akan tetapi tidak semua orang paham bagaimana cara mengajak, merangkul tanpa mengintimidasi. Menasihati seraya memeluk orang tersebut supaya merasa nyaman dalam lingkungan baru.
Menjalankan prinsip tidak bisa diterapkan alias dipukul rata harus sama, karena kondisi dan situasi lingkungan itu sendiri, jadi tidak perlu memaksakan pendapat.

Ilustrasi IDNTimes

Orang yang sedang asyik bermain lumpur, tidak selamanya mau berdiam di dalam lumpur. Ketika badan mulai terasa gatal, apalagi infeksi penyakit kulit mulai muncul. Pastinya mereka akan segera bangkit membersihkan diri, kecuali mereka yang mempunyai kelainan.

Orang yang sedang nyaman dengan dunia yang dia jalani, sekalipun itu hal buruk. Ada kalanya mereka pun ingin berubah lebih baik. Sebab itulah kita tidak perlu menghujat, menghargai prinsipnya. Jangan pernah memandang orang lain rendah, kita tidak pernah tahu dia akan menjadi apa di masa depan. Tugas kita hanya memberi tahu, selebihnya mau dipakai atau tidak urusan mereka sendiri.



Hidup ini simpel yang buat ribet sih yah manusianya itu sendiri. Seandainya orang bisa saling menghargai satu sama lain, mengenyampingkan ego, mungkin kehidupan tidak akan ada peperangan. Tapi namanya juga hidup, nggak ada Lo gak rame katanya. Jadi nikmati saja apapun yang terjadi dengan lapang hati dan tetap tersenyum menjalani hari.




Sekian thread kali ini Gansist, ini hanya sebagai pengingat diri untuk pribadi TS juga. Supaya lebih menghargai dan santai hidup dengan perbedaan tanpa harus pusing dengan Ras, suku, agama. Siapapun mereka adalah teman, hidup dengan segudang perbedaan itu indah. Dengan adanya perbedaan, kita bisa belajar untuk hidup lebih baik lagi.



Narasi @ummusaliha