Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

andi.chandraAvatar border
TS
andi.chandra
Dilema Wisata Padang Mangateh


Sumatera Barat selain daerah yang dikenal sebagai gudangnya tokoh bangsa seperti Hatta, Tan Malaka, Sjahrir, Agus Salim dan M. Yamin. Provinsi ini juga dikenal dengan keindahan alamnya yang berlimpah. Selain yang kita kenal Danau Singkarak, Ateh, Bawah, Lembah Harau dan Batang Tabik. Sumatera Barat bermunculan objek-objek wisata baru yang diperkenalkan anak-anak muda yang pada awalnya diperkenalkan di media sosial dan berlanjut menjadi konsumsi publik secara luas.

Baru-baru ini, peternakan sapi Padang Mangateh dihebohkan dengan aktivitas masyarakat yang beramai-ramai mendatangi tempat ini. Bukan sebagai pembeli sapi atau hewan lainnya, kehadiran masyarakat ke tempat ini adalah untuk melihat peternakan sapi yang familiar di media sosial. Yang menyebabkan banyak anak-anak muda berselfie ria menunjukan dirinya di media sosial, bahwasanya ia telah datang ke New Zelandnya Sumatera Barat—istilah yang populer dikalangan anak-anak muda.

Padang Mangateh merupakan peternakan sapi yang dulunya merupakan warisan Belanda, yang berdiri 1916. Pada perkembanannya, tahun 1955 Padang Mangateh menjadi perternakan yang terbesar di Asia Tenggara, yang memiliki sapi, kambing dan ayam. Setelah itu, tahun 1985 peternakan ini diambil alih oleh pemerintah pusat dan tahun 2012 berganti nama dengan Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU).

Sebagai putra asli Kabupaten Lima Puluh Kota, dari kecil saya mengenal peternakan ini bukan sebagai objek wisata tetapi memang tempat pertenakan sapi. Pada hari minggu ayah saya sering mengajak ke tempat ini, dimana saya banyak mengenal bagaimana sapi itu dipelihara dalam jumlah yang besar. Karena sapi-sapi disini berbeda dengan sapi kebanyakan yang hanya dikurung di kandanganya dan dicarikan makan oleh pemiliknhya. Sedangkan disini sapi-sapinya berlarian mencari makanya sendiri di padang rumput yang luas.

Pandangan saya yang menganggap biasa di waktu kecil tentang keberadan peternakan sapi Padang Mangateh. Saat ini, anak muda bahkan orang-orang tua berbondong-bondong untuk datang ke tempat ini. Melihat peternakan sapi ini bukan sebagai peternakan tetapi objek wisata. Tidak ada yang salah dengan stigma itu, sesungguhnya sebagai warga Sumatera Barat kita bersyukur memilki keindahan alam yang bisa kita dapatkan di mudah tanpa harus hadir dulu ke Selandia baru untuk melihat padang rumput yang luas yang disana ada peternakan sapinya.

Yang menjadi masalah bagi saya, mungkin juga kita semua adalah dengan menjadikan Padang Mangateh sebagai objek wisata yang niscaya melupakan fungsinya sebagai peternakan. Mengapa begitu? Peternakan ini tentu akan berfokus mengelola sapi-sapi, terutama soal kesehatan dan makanannya. Jika, padang rumput tersebut dipenuhi dengan wisatwan yang menghabiskan waktunya untuk selfie, tentunya hal itu akan mengganggu.

Sudah banyak kejadian di daerah-daerah yang mengembakan kebun-kebun bunga yang relatif langka. Yang pada awalnya bukanlah tempat yang dibuka untuk umum. Setelah beberapa orang meng-uplod lokasi ini ke media sosial, maka beramai-ramailah orang-orang mendatangi tempat ini dan menjadikan tempat selfie dan juga di-uplodnya ke media sosial yang nanti akan menambah orang datang dengan tujuan yang sama.

Dengan ramainya orang yang datang tentu ada pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan momentum ini sebagai sarana mencari uang, dengan dalih uang kebersihan atau keamanan. Ini bukan soal tempat yang seharusnya menjadi sarana pemberdayaan dan pengelolan. Pada akhirnya menjadi objek wisata. Tetapi, kita melihat sendiri bahwa dengan adanya bayaran masuk ke lokasi pemberdayaan dan pengelolan, bahkan ada pengunjng yang bisa berbuat seenakanya tanpa berpikir fungsi tempat ini seharusnya.

Kehawatira inilah yang saya lihat akan kondisi Padang Mangateh saat ini, makanya pengelola menutup peternakan ini untuk umumsementara waktu. Karena, sapi-sapi ini pun membutuhkan pembiasaan, yang sebelumnya bisa dengan bebas berlarian di padang rumput. Dengan ada peralihan mendadak karena reaksi sosial, tempat ini bahkan menjadi objek wisata, yang hampir sama dengan tenpat yang tak jauh dari peternakan ini, Lembah Harau (Kabupaten Lima Puluh Kota).

Euforia sesat yang terjadi dikalangan anak muda dan masyarakat kita, hendaknya pemerintah bisa mengambil peluang ini secara serius. Dengan melakukan pembangunan dan pengelolan objek wisata yang baik tentu akan menjadi daya tarik wisatawan untuk hadir ketempat tersebut. Misalnya saja, Lembah Harau, sebagai objek wisata dalam pengelolaanya masih belum bisa menjadi icon objek wisata yang membuat wisatawan terpikat berkali-kali. Sehingga, tempat ini hanya dipenuhi wisatawan lokal pada hari-hari besar tertentu.

Kembali lagi ke persoalan Padang Mangateh, sebagai tempat peternakan sapi jikapun memang akan dijadikan sebagai icon pariwisata. Pemerinatah hendaknya bisa mengambil peluang ini dengan hari-hari tertentu pada kalender satu tahun. Misalnya, aktivitas Tabuaik di Pariaman yang dilaksanakan sekitar bulan Muharam. Sehingga, daya pikat tempat ini bukannya hanya euforia sesaat, tetapi memang objek wisata yang bisa dihubungkan dengan kegiatan ekonomi masyarakat lainnya.

Kehadiran Padang Mangateh tentu akan membuat ketertarikan wisatawan akan Sumatera Barat akan meningkat. Terpenting kita bukan hanya menjadi penikmat alam tanpa tahu efek kelestariaan dan keindahan lingkungan yang kita rusak, karena persoalan kita telah membayar uang masuk dan parkir.


https://sutanmudo.web.id/artikel-dil...mangateh.html
Yunie87Avatar border
Yunie87 memberi reputasi
1
246
1
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Minangkabau
MinangkabauKASKUS Official
363Thread395Anggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.