Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

andi.chandraAvatar border
TS
andi.chandra
RUMAH, KENANGAN, DAN KEKALAHAN
RUMAH, KENANGAN, DAN KEKALAHAN

Rumah tak sekadar bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal saja. Lebih dari itu, rumah adalah tempat bermuaranya segala kenangan. Di dalamnya ada kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan. Rumah juga adalah saksi atas kepergian dan kepulangan para penghuninya. Persoalan inilah yang diangkat oleh Agus Noor dalam naskah teaternya yang berjudul Rumah Kenangan.

Rumah Kenangan diproduksi oleh Titimangsa Foundation dan dipentaskan secara daring. Saya menontonnya pada 15 Agustus lalu. Pementasan yang juga disutradarai Agus Noor ini ditonton oleh 2.500 orang. Kisah dalam Rumah Kenangan dijalin dari enam tokoh dengan latar karakter yang berbeda.

Pentas dibuka dengan menampilkan sosok Raden Wijaya Sastro, diperankan oleh Butet Kartaredjasa. Wijaya melalui hari-hari tuanya dengan banyak derita; penyakitan dan tuduhan-tuduhan korupsi yang menghantuinya. Harga dirinya hancur. Di saat-saat seperti itu, ia merindukan anak sulungnya yang telah bertahun-tahun pergi meninggalkannya. Kepergian anaknya itu disebabkan oleh perceraian Wijaya dan istrinya.

Di rumahnya sekarang, Wijaya hidup bersama Amelia (Ratna Riantiarno), perempuan yang dinikahinya di masa tua. Di pernikahan sebelumnya, Amelia telah memiliki seorang anak bernama Randy (Reza Rahardian). Wijaya tak menyukai kehadiran anak tirinya itu. Pertengkaran mulut sering terjadi di antara keduanya. Konflik ini semakin membuat Wijaya merindukan kepulangan anak perempuannya, Mutiara.


Rumah adalah tempat bermuaranya segala kenangan. Di dalamnya ada kebahagiaan, kesedihan, dan kemarahan.

Mutiara Wijaya, diperankan dengan apik oleh Happy Salma, sudah sepuluh tahun pergi meninggalkan Wijaya. Satu hari, pada masa wabah Covid-19, ia kembali menjejakkan kaki di rumahnya. Ia datang tak sendiri. Mutiara pulang bersama Mona, temannya yang diperankan oleh Wulan Guritno.

Wijaya Sastro bahagia, “mataharinya” akhirnya pulang. Namun, kepulangan Mutiara malah menambah pelik masalah di rumah itu. Konflik demi konflik terus bermunculan. Pertama, Mutiara tidak suka dengan kehadiran ibu dan adik tirinya di rumah tempat ia dibesarkan. Ia juga tidak sudi kamarnya ditempati oleh Randy. “Ini adalah kamarku. Dari kecil aku di sini,” kata Mutiara protes.

Masalah berlanjut ketika rahasia Mutiara terkuak. Awalnya, Mutiara mengaku bekerja sebagai Direktur Pemasaran di salah satu perusahaan di Jakarta. Namun, Mona membocorkan sebuah rahasia kepada Randy. Mutiara adalah seorang penari striptis di salah satu klub malam di Jakarta, ungkap Mona.

Kemudian, kisah ini bergulir ke sebuah rahasia yang dari dulu disimpan oleh Wijaya. Rahasia yang menjadi alasan mengapa ia menceraikan ibu kandung Mutiara. Wijaya sejak dulu telah tertarik hatinya pada Amelia. Untuk menyampaikan perasaannya itu, ia meminta bantuan pada ibu kandung Mutiara, sahabat dekat Amelia. Kepadanya Wijaya menitipkan surat yang berisi curahan perasaannya ke Amelia. Namun, surat-surat itu tak pernah sampai ke tujuannya.

Berpuluh tahun kemudian, Wijaya baru mengetahui bahwa ternyata surat-suratnya itu disembunyikan oleh ibu kandung Mutiara. Keadaan ini semakin mengacaukan pikiran Wijaya yang saat itu sedang diterpa kasus korupsi. Ia sering bertengkar dengan istrinya. Perceraian pun menjadi satu hal yang tak terelakkan. Ini yang tidak diketahui oleh Mutiara.

Setelah satu per satu rahasia keluarga Wijaya terbongkar, pementasan teater Rumah Kenangan sampai pada puncaknya. Mereka, para penghuni rumah, saling menerima dan berdamai dengan kenyataan pahit yang telah diungkapkan. “Dan apapun yang terjadi, aku ingin rumah ini mewariskan kenangan indah untuk anak-anak kita,” kata Amelia sambil memegang erat tangan suaminya, Wijaya.


Bagi Mutiara, pergi adalah cara untuk melawan rasa kecewa. Namun, kepergian tak sepenuhnya benar-benar menyelesaikan masalah.

Sebaik-baiknya tempat untuk pulang adalah rumah. Kalimat ini mungkin sering kita temui berseliweran di lini masa. Terkesan receh dan acap membuat jemu. Tapi, jika mau jujur sedikit saja, kalimat tersebut benar adanya. Rumah dengan segala isinya memang senantiasa menunggu seseorang yang telah pergi untuk pulang kembali.

Satu pepatah sudah mengingatkan kita jauh-jauh hari. “Tinggi-tinggi terbangnya bangau, pulangnya ke kubangan juga,” kata pepatah itu. Ajaran di kampung saya pun demikian pula. Di Minang, para lelaki memang dianjurkan untuk pergi meninggalkan rumah. Istilahnya: merantau. Tujuannya mencari kehidupan yang lebih baik. Hah, kehidupan yang lebih baik? Apa pula maksudnya itu?

Begini, sepanjang yang saya tahu, sudah menjadi kebiasaan seorang lelaki di kampung kami untuk merantau sebagai wujud cinta kepada kampung halamannya sendiri. Harapannya, setelah dilecut ditanah rantau, lelaki tersebut akan pulang membawa materi atau ilmu yang didapat untuk memajukan kampung halamannya. Idealnya seperti itu.

Latar cerita kepergian Mutiara dari rumahnya berbeda dengan alasan merantau para lelaki di kampung saya itu. Bagi Mutiara, pergi adalah cara untuk melawan rasa kecewa. Namun, kepergian tak sepenuhnya benar-benar menyelesaikan masalah. Jarak kemudian melahirkan rindu pada rumah beserta kenangannya. Dan sialnya, kenangan itu saling bertaut satu sama lain. Ia tak bisa dikendalikan. Pada akhirnya, pulang menjadi sebuah keharusan untuk menemui kenangan.

Kisah dalam Rumah Kenangan ini adalah potret bagaimana rindu yang berkelindan dengan kekalahan-kekalahan yang dialami di tanah rantau bisa mengantarkan, bahkan memaksa, seseorang untuk pulang. Lalu, apakah rumah beserta isinya masih dengan lapang menerimamu? Itu soal lain.


https://konel.id/tutur/teater/rumah-...an-kekalahan/
cendolbasi7Avatar border
cendolbasi7 memberi reputasi
-1
186
0
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.4KAnggota
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.