Di Indonesia, banyak orang yang hendak melakukan pernikahan beda agama mengalami kesulitan untuk mendapatkan legalitas. Mereka terbentur hukum negara. Padahal, negara ini memiliki Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang menjadi payung hukum perkimpoian. Namun, pernikahan beda agama tidak diatur secara tegas dalam undang-undang tersebut.

Mereka yang jatuh cinta, akhirnya menyiasati masalah ini dengan berbagai cara: mengajukan permohonan ke pengadilan, menikah di luar negeri, hingga pindah agama.






Richardus Carda Napiun (75) dan Martha Aroh Arih (73) adalah sejoli beda agama yang menikah pada tahun 1967. Richardus, biasa dipanggil Engkar, beragama Katolik. Sedangkan Aroh menganut agama Islam. Pasangan ini memilih menikah secara Katolik. Konsekuensinya, Aroh pindah agama. Mereka tinggal di Kampung Sawah, Bekasi. Dikaruniai 10 orang anak. Lima anak Aroh-Engkar memeluk agama Katolik, lainnya memilih Islam.

Beberapa tahun setelah menikah, tanpa sepengetahuan Engkar, Aroh kembali memeluk agama Islam. Ada rasa yang berubah sejak saat itu. Kekecewaan datang, kerenggangan dalam rumah tangga pun tercipta. “Ya, mungkin ini cobaan dari Tuhan kali yak untuk keluarga saya. Tapi, saya harus bisa menerimanya,” kata Engkar. Hingga sekarang perasaan itu masih ada.

Cinta terkadang memang jauh dari logika, tetapi persoalan agama juga punya peran penting dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Memutuskan untuk menikah beda agama pastinya akan bersinggungan dengan hukum negara dan psikologis dari orang yang melakukannya. Ada akibat dari pilihan yang dibuat. Tanpa kita sadar, masalah ini nyata di dekat kita. Dan bisa terjadi pada siapa saja.











Sumber